Bab 15 Jarak
Play Mulmednya Meghan Trainor yaa...
***
Eleanor sedang duduk di gazebo belakang rumahnya, menikmati angin semilir di ruangan terbuka itu sambil mendengarkan suara gemericik air menenangkan, yang berasal dari air terjun mini buatan. Beberapa buku dan kertas berserakan di dekat kakinya, ia sedang mempersiapkan diri untuk ujian semester esok hari.
Eleanor memilih belajar di tempat itu karena ingin lebih fokus pada pelajaran yang akan diujiankan esok hari. Jika sedang berada di kamar, berulangkali fokusnya teralihkan karena terbawa perasaan sedih dan sakit yang sedang dirasakan oleh hatinya. Bukannya mudah mengusir rasa kecewa dan sedih itu, tapi ia tahu hidup harus terus berjalan dan pendidikannya saat ini menuntut untuk lebih diperhatikan.
“Hai, Princess,” sapa pria yang menjadi sumber kegundahan hati Eleanor, gadis itu mengangkat wajahnya dan tersenyum pada pria itu. Tidak ada alasan ia harus benci Nathaniel, karena ia sadar bahwa dirinyalah yang salah mengartikan perhatian pria itu.
“Ooohh … hai, Kak,” balas Eleanor sambil menarik kaki jenjangnya yang terjulur ke depan, mengisyaratkan bahwa ia mempersilahkan pria itu duduk bersamanya.
Nathaniel menaruh nampan yang dibawanya di pojokan gazebo, dekat minuman yang sudah tersedia disana.
“Mama membuatkan kue ini untuk kamu, Mama nyuruh aku bawain ini katanya buat nemenin kamu belajar,” ucap Nathaniel sambil mengarahkan matanya ke puding yang tersaji di piring yang ia bawa. Maminya Eleanor tadi memotong-motong puding cake itu setelah menerimanya dari tangan Nathaniel, lalu menyuruhnya untuk membawa ke Eleanor.
“Tolong sampaikan terimakasihku untuk Mama ya, Kak.” Eleanor tersenyum kepada Nathaniel, “Aku akan mencicipinya nanti, nanggung mau selesaikan latihan ini dulu.”
“Baiklah, aku tidak akan mengganggu. Besok ujian apa?”
“Bahasa Indonesia, Kak.”
Nathaniel menganggukkan kepalanya, “Ohh, memang dibutuhkan konsentrasi khusus untuk membaca soal-soal ujian itu. Belajarlah, aku akan menemanimu disini.”
Eleanor lagi-lagi tersenyum, dan melanjutkan mengerjakan latihan soalnya. Nathaniel beringsut duduk di sebelah Eleanor dan mengeluarkan tab-nya. Ia menghirup dalam-dalam aroma yang menguar dari gadis yang duduk di sebelahnya, aroma manis sekaligus lembut khas gadis itu.
“Kamu baru mandi ya, El?” tanya Nathaniel. Gadis itu hanya menoleh dan menganggukkan kepala, lalu kembali menekuni kertas dihadapannya. Nathaniel juga kembali memusatkan perhatiannya pada tab di tangannya, mengecek email laporan perusahaanya.
Keduanya kini terlarut dengan benda yang ada dihadapan mereka, keadaan mendadak hening kemenit-menit selanjutnya. Saat Mariana memanggil mereka untuk menemaninya makan siang, barulah mereka mengakhiri keheningan itu. Hanya obrolan pendek yang keduanya lakukan, tidak ada canda tawa seperti biasa. Di meja makan hanya ada Mariana, Nathaniel dan Eleanor. Roberto tengah menemani Julian yang minta ditemani main golf.
“Mam, El setelah ini mau tidur siang ya. Nanti sore baru lanjutin lagi belajarnya,” ucap Eleanor sambil merapikan piringnya yang sudah bersih dari makanan.
“Iya, istirahat aja. Mami gak kemana-mana kok, nanti Mami bangunin.”
“Terima kasih makan siangnya, Tante. Makanannya lezat seperti biasa,” puji Nathaniel.
“Sama-sama, Nathan. Tolong sampaikan rasa terimakasih Tante buat Mama kamu ya, udah bikinin puding kesukaan El,” balas Mariana.
“Baik, Tante. Akan Nathan sampaikan pada Mama. Nathan pamit ya, Tante.” Nathaniel beranjak dari kursinya.
“Nathan, tolong bawakan ini buat Mama kamu ya. Semalam Papi pulang dari Singapur, bawa Otak-otak banyak. Kebetulan kamu kesini, tadinya Mami mau antar ke rumah kamu.”
“Terimakasih, Tante”
“Iya, sama-sama. El, antar Nathan ke depan.”
Eleanor berdiri lalu berjalan di belakang dan mengantar pria itu keluar dari rumahnya, menuju Pajero Sport yang terparkir di halaman rumahnya. Nathaniel berbalik, ia bergerak mendekati Elanor. Mengusap lembut puncak kepalanya dan mengecupnya.
“Istirahat ya, El. Jangan dibawa stress, kamu pasti bisa kok.”
“Iya, Kak.” Hanya kata itu yang mampu keluar dari bibir Elanor, menahan gemuruh yang bersarang kembali di dada karena perlakuan manis pria itu kepadanya.
Saat Nathaniel masuk ke dalam mobil, Eleanor berbalik dan bergegas masuk ke rumah, tidak berminat menunggu sampai mobil itu bergerak dan meninggalkan rumahnya. Ia hanya ingin cepat-cepat masuk ke kamar lalu mengistirahatkan hati dan pikirannya.
***
Keesokan hari, Nathaniel masih seperti biasa menjemput Eleanor dan berkumpul di meja makan bersama keluarga Kournikov. Mulai hari ini Eleanor sudah bertekad menjalankan keputusan yang ia ambil mengenai masalahnya dengan Nathaniel. Ia sudah memikirkan baik-baik solusi itu, setidaknya ia harus bertahan selama kurang lebih 7 bulan kedepan.
Eleanor tetap bertingkah laku seperti biasa di depan keluarganya, tapi semua berubah saat gadis itu hanya berduaan dengan Nathaniel. Saat ia masuk ke dalam mobil pria itu, segera ia mengenakan headset di telinga lalu memejamkan mata, mengisyaratkan bahwa dirinya sedang tidak ingin diganggu.
Nathaniel hanya mengernyitkan dahi, keheranan dengan sikap Eleanor yang sepertinya berubah beberapa hari ini. Ia berasumsi jika gadis itu tengah stress menghadapi ujian akhir semester, pertanda bahwa sebentar lagi akan dimulai semester baru dan Ujian Nasional pun menantinya. Itu pikirnya. Iapun hanya membiarkan keheningan merayap di dalam mobil, ia enggan mengganggu gadis kecilnya.
“Terima kasih ya, Kak.”
Eleanor melepaskan seatbelt yang melingkari tubuhnya saat mobil Nathaniel telah sampai di parkiran sekolah. “ Oh ya, Kakak gak perlu anter jemput lagi mulai besok ya. El akan menginap di asrama selama ujian berlangsung. Di sini suasananya lebih kondusif untuk belajar,” tambah Eleanor.
Nathaniel menghembuskan nafas pelan, tangannya kembali singgah di puncak kepala Eleanor. “Baiklah, mungkin jika belajar bersama teman-teman, kamu tidak akan terlalu stres menghadapi ujian nanti,”ucapnya lembut.
Nathaniel cukup terkejut saat tangan Elanor memegangi tangannya, lalu membawanya turun dari kepala gadis itu.
“Kak Iel … lebih baik kita kembali ke rencana awal. Kita akan berperan layaknya pasangan saat kita di depan keluarga atau di depan publik yang mengharuskan kita harus tampak mesra. Tolong jangan lakukan hal lebih dari itu diluar konteks yang telah kita sepakati. Jangan lakukan kontak fisik yang membuat orang lain salah paham akan perlakuan Kakak kepadaku.”
“Apa maksudmu, El?”
“Saat kita berdua seperti ini, perlakukan aku sebagai seorang teman saja, tidak ada sentuhan kontak fisik yang berlebihan. Ingatlah, ada hati yang harus kita jaga. Kakak juga tidak perlu mengantar jemputku setiap hari, sekadarnya saja. Itu lebih baik.”
Setelah menyuarakan pikirannya, Eleanor bergegas keluar dari mobil Nathaniel, meninggalkan pria itu yang masih diam tertegun. Masih mencerna maksud perkataan Elanor kepadanya.
***
Nathaniel duduk bersandar di bangku kebesarannya, tangannya memutar-mutar malas ponsel yang berada di genggamannya. Mata elang itu bolak-balik menatap ke arah ponsel lalu beralih menatap ke arah jendela.
(Hai, Princess. Bagaimana ujian hari terakhirnya?)
( Lancar, Kak )
(Jam berapa kamu pulang? Aku akan menjemputmu.)
(Tidak perlu, Kak. El akan pergi bersama teman-teman merayakan hari terakhir ujian, nanti dijemput supir aja.)
(Kangen kamu, El)
Nathaniel kembali menghapus pesan terakhir yang diketiknya barusan, kembali menghela nafasnya kasar. Sudah beberapa hari ini ia tidak berjumpa dengan Eleanor, bahkan melihat wajahnya saja tidak. Mereka berdua hanya berkirim pesan seperti ini saja. Kebiasaan menelpon Eleanor setiap malam, sehabis pulang kerja pun tidak ia lakukan. Karena ia tidak ingin mengganggu belajar dan waktu tidur gadis kecilnya.
Kini, ia merasakan sepi juga … rindu.
Bukan sepi karena tidak ada orang di sekelilingnya, tidak. Justru setiap hari ia sibuk bertemu dengan orang-orang baru dan berbagai pekerjaan menantinya, ditambah dengan Rebecca yang kini sering menghubunginya setiap hari.
Teringat akan Rebecca, ia pun teringat akan perkataan Eleanor di hari terakhir mereka bertemu. Akhirnya ia menyadari maksud perkataan gadis itu, setelah ia berbincang dengan Rebecca malam itu via Skype.
“Tumben kamu nelpon duluan? Lagi gak sibuk ya?”
“Kok ngomongnya gitu sih, Nathan.” Rebecca memasang tampang sebal yang terlihat jelas di layar laptop, membuat Nathaniel tertawa kecil. “Mulai hari ini, aku akan sempatkan nelpon kamu walaupun Cuma ‘say Hi’ doang.”
“Nanti bos kamu marah, karyawannya keseringan pacaran daripada kerja.”
“Maaf ya, kalau kemaren-kemaren aku jarang telpon kamu. Suasana kerja disini high pressure but its worth it. Banyak ilmu yang aku dapet, belum lagi ketemu model idola dan perancang terkenal lainnya. Ibarat bonus buat aku.”
Nathaniel tersenyum mendengarkan cerita Rebecca tentang pekerjaan dan kehidupannya disana, ia tahu pasti bahwa gadis itu sangat bahagia dengan pilihannya. Ia hanya mendengarkan dan menanggapi sesekali cerita yang mengair dari bibir Rebecca.
“Nathan … emmhh ….”
“Kenapa, Becca?”
“Apa … apa kamu menyukai El?”
“Tentu saja! Aku menyayangi dia, Becca.”
“Menyayangi dia sebagai adik atau seorang wanita?”
Nathaniel terkejut dengan pertanyaan yang dilontarkan Rebecca, “Kenapa kamu bertanya seperti itu?”
Seketika kesadarannya muncul saat peristiwa tadi malam berkelebat di kepalanya. Saat ia menjahili Eleanor dengan mengecup bibir gadis itu disaksikan Rebecca, melalui Video Call yang masih tersambung. “Jadi itu sebabnya kamu memutus panggilan? Kamu cemburu?”
“Tentu saja, Nathan! Aku takut kamu terbiasa dengan dia di sisimu dan melupakan aku.”
Bayangan percakapan itu menghilang dari memori di otak kecilnya berganti pertanyaan yang dilontarkan Rebecca, kini terngiang di telinganya.
Apakah dirinya menyayangi Eleanora sebagai adik atau seorang wanita?
Tidak ada pria yang mencium adiknya sedemikian intens seperti apa yang dia lakukan saat Eleanor tertidur, dan ia melakukannya dua kali !
Nathaniel meremas rambut dengan kedua tangannya, ia sendiri bingung dengan pertanyaan yang kini menghantui dirinya. Dirinya kini menginginkan Eleanor seperti ia menginginkan Rebecca.
Nathaniel pikir dirinya kini sudah gila!
tbc
maaf klo kurang feelnya, buru-buru diposting karena bakalan sibuk beberapa hari ke depan. semoga terhibur.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top