Chapter 24 Kebenaran

Note : Cerita ini hanyalah fiktif belaka. Nama pemeran kuambil dari para member boygroup Indonesia yaitu UN1TY. Maaf jika ada kesamaan latar, tokoh maupun cerita ini. Cerita berjudul Eight 3 adalah murni milik saya!
.
.
.
.
.

Shandy dan Farhan sedang berada di ruang jenazah. Tubuh Zweitson yang telah terbujur kaku, kulit putih pucat dan sudah tak bernyawa ditutupi hanya sebuah kain putih panjang.

Tian, sang Kakak sepupu Farhan tengah sibuk mengurusi administrasi perawatan Zweitson hingga ia menghembuskan napas terakhir di ruang ICU. Semuanya persiapan berjalan cukup lancar, Tian sangat membantu mereka.

Lelaki berwajah tampan dan berbadan atletis itu juga merasa amat berduka. Dulu saat zaman kuliah, Tian telah kehilangan seseorang Wanita yang ia cintai. Perasaan menyesal masih tersimpan rapat di hati akibat kesalahan fatalnya di masa lalu.

"Aku merindukanmu... Ruth," ujar Tian sendu. Tak terasa air mata kesedihan jatuh membasahi pipi Tian. Biarkanlah ia menangis setelah sekian lama mengalami perasaan bersalahnya.

"Bang!"

"Bang Tian!"

Farhan memanggil Tian untuk kedua kalinya dan akhirnya Tian merespon panggilannya. Ia sedikit penasaran kenapa Kakak sepupunya itu melamun, ia juga melihat bekas air mata di pipi.

"Eh iya. Kenapa Han?" tanya Tian langsung menghapus air mata paksa.

"Udah selesai semua urusan adiminstrasinya?" Farhan bertanya balik.

"Udah kok," jawab Tian cepat.

"Owh, oke. Ayo kita ke ruang jenazah. Pamannya Zweitson dari Tangerang sudah datang sebagai perwakilan dari keluarga besar," ujar Farhan memberitahu.

Farhan dan Tian pun berjalan melewati beberapa ruangan, sampailah mereka di ruang jenazah. Di sana sudah ada Shandy dan seorang Pria dewasa. Pria itu memiliki penampilan cukup unik untuk dibilang orang seumuran dirinya.

"Kalian datang juga," ujar Shandy menghampiri keduanya.

"Iya. Itu siapa?" tanya Farhan berbisik.

Farhan melirik sejenak Pria dewasa itu, lalu mengalihkan pandangan cepat saat ia merasa akan ketahuan. Ia pun menunggu jawaban Shandy.

"Oh itu. Pamannya Zweitson, namanya Om Angga," jawab Shandy.

Farhan hanya ber-"oh" ria saja. Ia pun berjalan santai mendekati Angga. "Salam kenal Om Angga, saya Farhan Kakak kelas Zweitson sekaligus sahabatnya." Farhan memperkenalkan diri sopan.

"Jadi kamu yang namanya Farhan," ujar Angga tenang. Dan tiba-tiba saja hal yang tak diinginkan terjadi.

Bugh!

Angga meninju pipi Farhan kencang. Farhan sampai dibuat terjatuh di lantai dingin ruang jenazah. Luka lebam kemerahan di pipi serta sudut bibir yang mengeluarkan darah, itulah penampilan Farhan sekarang.

"Farhan!" Shandy berseru.

Shandy langsung memeriksa kondisi Farhan. Ia menyentuh pipi kanan Farhan, lantas korban meringis kesakitan.

"Apa-apaan kamu memukuli Adik saya?!"

Tian merasa sangat geram. Ia pun mencengkram kerah Angga kuat. Tatapan kemarahan seakan menusuk mata Angga, tetapi Angga malah tersenyum kecil.

"Gue hanya memberikan hadiah kecil kepada Adik loe. Ia telah membuat Zweitson, keponakan gue  harus merasakan kesakitan serta kematian yang tragis." Angga menyingkirkan tangan Tian dengan sikap santai.

"Apa loe juga nggak merasa berdosa karena telah membunuh Ruth saat itu?!" Angga berbisik kepada Tian sangat pelan. Ia menepuk pundak Tian, lalu pergi meninggalkan ketiganya dalam suasana yang tak kondusif.

Tian terdiam mematung. Kedua kakinya seakan lemas tak berdaya menahan beban di tubuhnya. Hanya satu kalimat membuat Tian mengingat kembali duka terdalam akan kesalahannya di masa lalu, padahal baru beberapa menit yang lalu ingatan itu seaian menghilang.

Tanpa mereka sadari sosok hantu Wanita memakai baju Noni Belanda muncul di tempat mayat Zweitson terbaring. Ia mengambil setangkai bunga mawar biru pucat, lalu menempelkan di kening Zweitson. Dalam seperkian detik, tubuh Zweitson yang awalnya berkulit putih pucat berubah warna menjadi hitam gosong.

__08__

Fiki dalam perjalanan ke rumah Zweitson menggunakan kendaraan taksi. Ia berusaha menghubungi nomor sahabat kecilnya itu, namun tidak dapat terhubung sama sekali.

"Soni, loe kenapa nggak angkat telepon gue sih?!" Fiki kesal.

Pemikiran pertama setelah terbebas dari kurungan di salah satu perumahan terkutuk, Fiki hanya mengingat Zweitson.

Selama perjalanan, Fiki masih berusaha untuk menghubungi Zweitson. Sebuah pemandangan terlintas di area jalan yang Fiki lewati. Sebuah kendaraan mobil berwarna hitam tengah dikerumuni warga sekitar akibat mobil tersebut menabrak pohon besar.

"Kayaknya gue kenal deh mobil itu," gumam Fiki. Kepala Fiki merasakan pusing hebat. Ia sampai memegangi kepalanya menahan sakit.

"Loh kenapa Mas?" Pak supir taksi melirik sekilas melalui kaca spion depan. Ia dilanda panik akibat pelanggannya mengerang kesakitan, hingga di arah berlawanan sebuah truk besar tanpa pengemudi melaju cepat ke arah taksi yang ditumpangi Fiki.

Braakk!!

Suara hantaman besi menggema di lokasi kejadian. Bagian depan taksi sampai hancur tak beraturan, yang menyebabkan sang supir taksi mengalami perdarahan hebat di kepala. Ia pun menghela napas terakhirnya di dalam taksi.

Tubuh Fiki terguncang hebat. Ia pun juga mengalami luka-luka serius di bagian kepala dan kaki kirinya terhimpit mobil.

"So-Soni...," ucap Fiki lirih melihat sosok bayangan Zweitson yang tersenyum kecil. Pandangan Fiki mulai berbayang tak jelas dan ia juga tak sadarkan diri, mungkin dalam kondisi kritis.

"Hahaha... kau pun akan menyusul sahabat kecilmu itu."

Sosok hantu Wanita Belanda membawa sebuket bunga mawar biru pucat muncul di sebelah kanan taksi dan truk bertabrakan. Ia menyeringai kecil melihat tubuh Fiki berlumuran darah merah segar.

__08__

Ricky mulai tersadar. Ia mengerjapkan kedua bola pelan untuk membiaskan cahaya lampu di kamar.

"Aku kenapa?" Monolog Ricky.

Pintu kamar terbuka. Sosok Bi Inem masuk sambil membawakan semangkuk bubur. Kepulan asap menandakan bubur itu baru saja di matang.

"Alhamdulillah... Den Iky sudah sadar," ujar Bi Inem terharu. Setetes air mata keluar.

"Bi, Iky memang kenapa?" tanya Ricky bingung.

Ricky berusaha untuk bangun, tetapi kepalanya masih terasa pusing. Ia melirik Bi Inem lalu berpindah ke atas meja nakas. Bi Inem yang peka langsung memberikan segelas air putih.

"Ini Den Iky minumnya," ucap Bi Inem.

"Terima kasih Bi," balas Ricky mengambil gelas dari tangan Bi Inem. Ricky meminum air putih perlahan hingga tak tersisa sedikit pun.

Dan tiba-tiba saja Ricky mengerang kesakitan. Ia mendapatkan sebuah penghilatan sekilas. Ricky melihat sosok tubuh Fiki di dalam sebuah taksi dalam kondisi penuh darah di area kepala.

"Arghh! Fiki!" Ricky menjerit histeris.

Napas Ricky tersenggal-senggal. Butiran keringat sebesar biji jagung muncul di kening Ricky. Baju yang ia kenakan basah akibat keringat dingin.

"Den Iky, ada apa?" tanya Bi Inem panik.

"Maaf Bi. Iky sudah gapapa kok," jawab Ricky setenang mungkin. Ia melihat bayangan hantu kecil di pinggir kasur.

"Key..."
.
.
.
.
.

{18/07/2024}

Note: Sebentar lagi Cerita E.I.G.H.T mungkin akan segera tamat. Doakan agar author menyelesaikan cerita ini.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top