Chapter 10 Keadaan

Note : Cerita ini hanyalah fiktif belaka. Nama pemeran kuambil dari para member boygroup Indonesia yaitu UN1TY. Maaf jika ada kesamaan latar, tokoh maupun cerita ini. Cerita berjudul Eight 3 adalah murni milik saya!
.
.
.
.

Di ruang IGD...

Tubuh Shandy sudah dibaringkan di atas brankar kosong, lalu dokter jaga IGD melakukan pemeriksaan. Nadi Shandy sangat lemah, lalu kulitnya terasa dingin serta wajah yang pucat.

Dokter jaga selesai mengecek keadaan Shandy. Dokter jaga menyuruh perawat untuk melakukan pemasangan infus, pemberian cairan dan oksigen tambahan.

Setelah itu, dua orang perawat telah selesai melakukan tindakan instruksi dokter jaga. Suster Ani memeriksa tanda-tanda vital Shandy.

"Semuanya normal dokter, tetapi kenapa nadi pasien lemah sekali?" tanya Suster Ani khawatir.

"Hmm... kita tunggu hasil lab dan perkembangan pasien tigapuluh menit lagi," jawab Dokter jaga.

"Baik, Dokter," balas Suster Ani.

Suster Ani memberikan posisi tidur nyaman ke pasien, lalu menyelimuti hingga sebatas dada. Suster Ani pergi untuk melakukan pemeriksaan ke pasien lainnya.

Setelah pergi mengikuti sosok hantu James sampai ke gedung tua, lalu bertemu dengan seseorang yang telah lama menghilang.

Roh Shandy masih berada di luar melayang hingga tiba di rumah sakit. Walau kini telah menjadi roh, Shandy tidaklah tewas. Ia memiliki kemampuan dapat keluar dari tubuh aslinya dan bisa melayang bebas lebih lama dari sebelumnya.

"Gue kenapa bisa ada di sini lagi?"

Roh Shandy berkata. Ia menegang saat mengingat sosok itu. Sosok yang sangat dikenali olehnya di masa lalu.

"Tapi... nggak mungkin kan. Dia itu sudah lama tiada, namun kenapa wujudnya tak seperti hantu ataupun roh."

Semakin memikirkan hal itu membuat kepala roh Shandy terasa pusing. Roh Shandy pun mencari keberadaan tubuhnya berada. Ia tidak mau sampai harus mati konyol.

Selama lama mencari menggunakan insting. Sekitar limabelas menit akhirnya roh itu dapat menemukan tubuhnya yang berada di ruang IGD.

"Loh! Kenapa tubuh gue bisa ada di situ ya?"

Roh Shandy terheran-heran dibuatnya. Ekspresi terkejut bercampur bingung membuatnya terlihat menggelikan.

"Bodo ah! Lebih penting gue cepat balik ke tubuh gue sekarang!"

Perlahan roh Shandy mendekati tubuhnya yang terbaring lemah di brankar. Ketika salah satu tangan kiri menyentuhnya tangan kiri juga. Seakan ada sensasi aneh dan dalam sekejap roh Shandy terhisap kembali ke tubuhnya.

Suster Ani datang tak lama setelah itu. Suster tersebut memeriksa kondisi tubuh Shandy kembali.

"Kok aneh ya? Tadinya akralnya dingin dan nadinya lemah, tetapi sekarang berubah menjadi hangat serta nadi pasien ini normal."

Suster Ani bertanya-tanya. Ia pun langsung memanggil dokter jaga IGd untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Kelopak mata Shandy terbuka perlahan. Netra matanya berusaha membiaskan pantulan cahaya di ruang IGD.

"Eumm.... kepala gue pusing banget," keluhnya memengangi kepala.

Dokter jaga serta Suster Ani datang. Keduanya cukup terkejut melihat Shandy telah sadar.

"Nama kamu siapa?" tanya dokter jaga.

Shandy melirik pelan ke arah dokter jaga berdiri. "Nama saya Shandy dok. Aduh, haus banget."

Dokter jaga menyuruh Suster Ani mengambilkan air minum untuk pasien. Bukan bermaksud mengerjai, namun tenggorokan Shandy memang terasa kering.

"Ini minumnya Mas Shandy," ucap Suster Ani memberika sebotol air mineral berukuran kecil.

Shandy tersenyum pelan. Ia meraih botol mineral itu, lalu membuka cepat dan menghabiskannya dalam sekejap saja.

"Aahh nikmatnya," ujarnya lega.

"Saya akan memeriksa tubuh kamu dulu," ucap dokter jaga.

"Oke dokter," jawab Shandy mulai relaks.

_#_#_

Farhan serta Gilang berjalan menuju ruang IGD. Farhan memapah Gilang pelan. Kaki Gilang terkilir akibat serangan hantu Elena di kantin rumah sakit.

"Han, kaki gue sudah nggak sakit kok. Lebih baik biar gue jalan sendiri," ucap Gilang.

"Gapapa kok Bang Lang. Gue bakal bantuin lo. Ingat kita ini sahabat kan harus ada di setiap suka maupun duku."

Farhan berkata bijak. Entah darimana kalimat itu keluar dari mulut Pemuda berambut khas keribo.

Saat dalam perjalanan, Gilang merasakan firasat tak enak. Awalnya ia coba mengabaikannya, tetapi semakin kuat firasat itu. Aura negatif begitu ia rasakan.

"Bang Lang, kenapa lo malah bengong?" tanya Farhan khawatir.

Gilang tersadar. Ia melirik Farhan sejenak.

"Han, lebih baik kita ke ruang Zweitson di rawat." Gilang menjawab.

"Loh? Kenapa memang ya Bang?" tanya Farhan kembali.

"Gue merasakan aura negatif cukup kuat berada di lorong itu dan tepat di mana saat ini Zweitson mendapatkan tindakan medis intens."

Mendengar jawaban dari Gilang langsung membuat Farhan syok. Ia langsung berlari kencang menuju ke ruang Zweitson meninggalkan Gilang seorang diri.

"Asem ya lo Han. Sudah tahu kakiku lagi terkilir malah ditinggal sendiri."

Gilang kesal dengan keadaan ini. Seandainya kakinya tidak terkilir sudah pasti ia akan cepat menyusul Farhan tadi.

Secara perlahan Gilang berlari kecil. Rasa sakit di kaki membuat beberapa kali ia merintih. "Gue harus kuat demi sahabat!"

Farhan tiba duluan di ruang Zweitson di rawat yaitu ruangan ICU. Ia tak menemukan sosok Shandy sama sekali.

"Di saat genting begini malah pergi kemana tuh si Jamal!" Farhan menggerutu kesal.

Saat Farhan akan membuka pintu. Pintu ruangan sudah terbuka lebih dulu. Seorang Suster bernama Sintia berdiri tepat di hadapannya.

"Sus, bagaimana keadaan sahabat saya?" tanya Farhan langsung ke inti.

Suster Sintia menepuk bahu Farhan pelan. "Saat ini kondisi pasien dalam keadaan kritis. Kami baru saja melakukan pompa jantung dan pasien bis terselamatkan."

Farhan terdiam kaku. Dadanya seakan teriris mendengar jawaban dari Suster Sintia. Ia terduduk lemas sambil menangis tersedu-sedu.

"Soni."

Dengan berjalan susah payah menahan nyeri di kaki. Gilang telah sampai di lokasi. Ia melihat Farhan terduduk lemas.

"Han, kenapa lo nangis?" tanya Gilang memastikan.

Pandangan Gilang bergantian ke Farhan serta Suster Sintia. Ia siap tidak siap mendengarkan jawaban dari mereka.

"Han," panggil Gilang sekali lagi.

Farhan tetap diam tak menjawab. Kedua bahunya naik turun akibat menangis.

Tiba-tiba suasana menjadi menyeramkan. Sosok hantu Elena berdiri tepat di belakang Suster Sintia.

"Aku akan menjemput dia."

"Dia?" gumam Gilang.

Kedua netra Gilang membuat sempurna. Hantu Elena menyeringai lebar lalu menghilang dari pandangannya.

"Gue harus menghalangi Elena!" seru Gilang.

Suster Sintia terlihat bingung. Ia tak mengerti apa yang dilakukan Gilang yang berjalan tertatih menghampiri dirinya.

"Mas, apa yang kamu mau lakukan?!"

"Suster, saya mau masuk ke dalam. Nyawa sahabat saya dalam bahaya sekarang!" Gilang berusaha memasuki ruangan ICU tempat Zweitson di rawat.

Suster Sintia berusaha menghalangi Pemuda berkulit hitam manis itu. "Mas! Tolong jangan membuat keributan di rumah sakit!"

"Suster! Biarkan saya masuk ke dalam!"

"Gilang!"

{04/03/2022}

Selamat malam menjelang dini hari. Tak terasa sudah berganti tahun dan 2 bulan lebih lamanya saya tak update cerita ini lagi. Hari ini saya akan melanjutkan cerita "E.I.G.H.T 3" kembali.

Selamat membaca guys!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top