Chapter 06 Gawat

Note : Cerita ini hanyalah fiktif belaka. Nama pemeran kuambil dari para member boygroup Indonesia yaitu UN1TY. Maaf jika ada kesamaan latar, tokoh maupun cerita ini. Cerita berjudul Eight 3 adalah murni milik saya!
.
.
.
.

Fajri mengerjapkan mata pelan membiaskan cahaya. Netra Fajri mulai terbiasa cahaya di sekitar. Dia baru saja sadarkan diri setelah pingsan.

"Huh... kepala Aji pusing banget," gumam Fajri memegangi kepala.

Langit senja menjadi pemandangan pertama Fajri, lalu lorong gedung sekolah lama. Tubuh Fajri menegang melupakan sesuatu.

"Penly! Dia di mana?!" Fajri mencari keberadaan sahabat nya.

Plak!!

Sebuah tangan memukul kasar kepala Fajri. Fajri meringis kesakitan, ia mengelus kepalanya pelan.

"Siapa sih?!" Fajri kesal.

"Ji! Lo berisik banget sih! Mau gue granat lo!" omel Fenly menatap tajam Fajri.

Fajri menghela napas lega. Sosok sahabat yang ia cari ternyata berada di sebelahnya.

"Penly! Gue kira lo hilang, syukurlah," ujar Fajri mendekap tubuh Fenly erat.

Fenly terkejut. Tubuhnya di dekap paksa oleh Fajri hingga menyebabkan dadanya terasa sesak.

"Aji! Lepasin gue! Gue masih normal dan gue nggak bisa napas nih!"

Fenly memukul kencang punggung Fajri. "Aww, sakit bego!" umpat Fajri.

Pemuda berparas tampan dan berkulit putih bersih mengambil pasokan oksigen sebanyak-banyaknya. Fenly merasakan napas ya mulai kembali teratur.

"Syukurlah gue masih bisa napas," gumam Fenly mengelus dada.

"Hahaha... lebay sekali anda," ejek Fajri tertawa.

Fenly menatap tajam Pemuda bernama Maulana itu. Namun, suatu hal penting membuat Fenly berpikir sejenak.

"Ji, lo tadi lihat sosok hantu wanita bule kan?" tanya Fenly.

Fajri menggaruk tengkuk tak gatal. Sepertinya Fajri lupa dan tiba-tiba cacing dalam perutnya seakan berdemo.

"Gue lupa Fen. Lebih baik kita pulang yuk gue lapar nih. Bang Iky pasti khawatir sama gue," ujar Fajri panik.

Ingin rasanya Fenly melemparkan granat kepada sosok Fajri. Tetapi bunyi di perutnya menandakan ucapan Fajri ada benarnya.

"Oke, kita harus pergi dari sini sebelum hal tak diinginkan datang," ucap Fenly serius.

"Oke," jawab Fajri.

Kedua Pemuda tampan beranjak berdiri. Mereka membersihkan debu-debu yang menempel di seragam akibat adegan pingsan dadakan.

Fajri melangkahkan kaki duluan, lalu diikuti Fenly dari belakang. Fenly merasakan ada sesuatu yang tengah mengintai mereka, namun keselamatan saat ini lebih penting.

Mereka telah berhasil meninggalkan gedung sekolah lama. Fajri menuju parkiran di mana mobilnya terparkir dan Fenly memutuskan untuk menumpang.

"Ji, gue numpang ya," pinta Fenly.

"Oke, Penly. Tapi sebelum pulang kita makan dulu ya," ucap Fajri memasang ekpresi memelas dan tatapan polos.

Fenly bukannya luluh malah merinding geli melihat Fajri seperti itu. Dia pun dengan sangat 'terpaksa' mengiyakan, daripada tak mendapatkan tumpangan gratis.

"Siap, Penly yang traktir kali ini. Jangan protes! Anggap ini sebagai perayaan lo masuk sekolah lagi."

Ucap Fajri final. Dan lagi-lagi Fenly menghela napas kasar.

"Iya, Ji. Nama gue Fenly pakai F bukan P!" protes Fenly.

"Ayey! Kapten!" sahut Fajri meragakan gaya hormat.

Kedua sahabat ini masuk ke dalam mobil. Mobil BMW milik Fajri alias punya Ricky melaju cepat meninggalkan perkarangan sekolah.

Sosok hantu wanita ala bangsawan menatap kepergiaan mereka dengan sengit.

"Kali ini saya akan membiarkan kalian lolos, tetapi selanjutnya saya akan mengambil jiwa-jiwa kalian.

Hahaha..."

__08__

Di waktu yang sama, seseorang tengah berjuang antara hidup dan mati. Luka di bagian kepala mengalami gegar otak serta perdarahan berlebihan.

Zweitson A. Thegar. Nama Pemuda itu. Zweitson saat ini berada di ruang Bedah Sentral (OK). Di mana para dokter dan tim medis lainnya berjuang menanganinya dengan melakukan operasi CITO.

Dokter Raka dan Dokter Rey menatap gelombang di layar monitor. Garis-garis gelombang mulai tidak beraturan.

"Kesadaran pasien koma, Dokter!" lapor Suster Lilis.

"Suster Lilis, tolong siapkan obat adrenalin dan lakukan PCR!" perintah Dokter Rey, spesialis anastesi.

"Baik, Dokter!" jawab Suster Lilis. "Suster Andin, tolong ambilkan persediaan obat di sana," ucapnya cepat.

Suster Andin berlari kecil mengambil persediaan obat di ujung ruangan. Mereka bergerak sangat cepat dan teliti.

Suster Lilis, Suster Sintia dan Suster Andin mulai bergantian melakukan tindakan pompa jantung atau RJP (Resusitasi Jantung Paru). Tubuh kurus dan lemas Zweitson bergerak-gerak selama dilakukan tindakan.

Mulut yang terpasang oleh selang yang terhubung dengan mesin bernama ventilator dilepas. Dokter Raka menggantikan dengan alat bernama Ambu Bag, secara perlahan menekan menyesuaikan Suster Lilis melakukan RJP.

Suster Sintia menyiapkan obat-obat adrenalin, lalu menyuntikkan di area tangan kiri terpasang infus sesuai intruksi dokter.

"Sudah masuk 1 ampul obat adrenalin, dok," ucap Suster Sintia melapor.

Dokter Raka hanya menganggukan kepala kecil. Suster Lilis mulai terlihat kelelahan.

"Suster Andin, tolong gantian," pinta Suster Lilis.

"Baik, Suter Lilis." Suster Andin mengambil posisi sesuai prosedur. Dia mulai melakukan tindakan pompa jantung bergantian dengan teman sejawat.

"Suster Sintia, masukan kembali 1 ampul adrenalin," ujar Dokter Rey.

"Siap, Dokter," jawab Suster Sintia.

Suster Sintia sedang berkutik dengan mematahkan ujung ampul, lalu mengambil alat suntikan sekitar 3cc untuk menyedot cairan andrenalin. Dimasukan kembali cairan atau obat adrenalin ke dalam jalur infusan.

Mereka berusaha semaksimal mungkin mengembalikan nyawa atau kehidupan pasien. Keselamatan pasien adalah prioritas utama saat ini.

"Semoga Tuhan memberikan keajaiban," ucap Dokter Raka berdoa.

"Kita akan berjuang melakukan semaksimal mungkin," ujar Dokter Rey memberikan semangat kepada rekan-rekan.

"Baik!" jawab ketiga suster cantik kompak.

__08__

Farhan dan Gilang berada di kantin. Setelah pertengkaran kecil antara Farhan serta Shandy, Gilang yang masih waras membawa Pemuda di sebelahnya ke sini.

"Lebih baik lo tenangkan hati dan pikiran." Gilang menepuk bahu Farhan pelan. Sebagai yang paling tua setelah Shandy, Gilang harus bersikap dewasa dan bijaksana.

"Sorry, gue tadi terlalu emosi," ujar Farhan lesu.

Farhan menutupi muka dengan kedua tangan. Dia sudah mengakui kesalahan. Rasa bersalah masih menyelimuti hati serta pikirannya.

Andai Farhan tak meninggalkan Zweitson di taman seorang diri. Tak mungkin Zweitson mengalami hal seperti ini.

"Han, gue mohon jangan salahin diri lo terus, oke," ucap Gilang kembali menepuk pundah Farhan.

Gilang cukup mengetahui dari gestur atau sikap Farhan. Begini-begini Gilang suka mengamati hal-hal sekitar yang menurut orang banyak itu tidaklah penting, berbeda dengan Gilang bahwa hal itu bisa menjadi kecil namun bermakna.

Pemuda berkulit hitam manis beranjak dari kursi. Dia berencana akan membeli makan untuk Farhan dan dirinya. Nasi padang yang dibeli Shandy sudah hilang entah kemana.

"Gue mau beli makan dulu. Lo diam di sini, paham!" seru Gilang.

"Iya, Bang Lang paling manis," jawab Farhan tersenyum tipis.

"Hahaha... bisa saja lo kribo," ledek Gilang sudah lari menghindari amukan juniornya.

Farhan menghela napas kecil. Setidaknya perasaan saat ini sudah agak membaik.

Whuss!!

Hembusan angin kencang tiba-tiba saja menerpa muka Farhan. Bulu kuduk Farhan seakan berdiri.

"Ada apa ini?" tanya Farhan tak enak.

Dan sebuah penampakan sosok hantu wanita muncul tepat di depan wajah. Farhan yang memang gampang kagetan langsung terjatuh dari kursi.

Brakk!!

"Aku kembali. Mari kita bersenang-senang."

"Ahh! Tidak!"

.
.
.
.
.

{30/10/2021}

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top