Chapter 05 Rumit
Note : Cerita ini hanyalah fiktif belaka. Nama pemeran kuambil dari para member boygroup Indonesia yaitu UN1TY. Maaf jika ada kesamaan latar, tokoh maupun cerita ini. Cerita berjudul Eight 3 adalah murni milik saya!
.
.
.
.
"Ji!"
Fenly berlari mengejar Fajri yang sudah di depan. Fajri menolehkan kepala ke belakang.
"Ji," panggil Fenly tiba. Fenly mengatur napas sejenak.
"Apa sih, Ja Ji Ja Ji mulu?!" kesal Fajri merapikan poni rambut. Kerlingan mata dia berikan entah kepada siapa.
Fenly menepuk bahu Fajri kuat. Dia menatap tajam Fajri seolah-olah akan menerkam.
"Gue mau nitip salam buat Zweitson sama yang lain." Fenly berucap datar.
Fajri hampir saja terjungkal mendengar ucapan Fenly tanpa ekspresi. "Fen, lo biasa saja kali kalau bicara tuh. Sumpah kesel gue sama lo!" serunya.
"Berisik! Mau gue granat lo!" omel Fenly mode ngegas.
Sudah lama Fenly tidak mengeluarkan kata-kata khas itu. Fajri bertepuk tangan kencang tepat di muka Fenly.
Fajri berlari kecil mengelilingi tubuh Fenly. Fajri saat ini bertingkah seperti anak kecil dan membuat Fenly geram.
"Ji! Lo bukan bocah lagi! Gue granat 2 kali baru tahu rasa lo!"
Muka Fenly sudah memerah sempurna menahan emosi. Tiba-tiba tatapan Fenly fokus di belakang tubuh Fajri.
Sosok hantu wanita berpakaian ala bangsawan membawa sebuket bunga mawar biru melintas sesaat. Fenly sungguh penasaran dengan sosok hantu itu.
"Sorry, Ji," ucap Fenly langsung berlari cepat ke depan. Fenly sampai menyenggol pundak Fajri keras.
"Loh, mau kemana lo?" Fajri heran.
Degh!
Fajri juga melihat sosok hantu wanita menuju ke gedung tua. Perasaan Pemuda asal Cimahi itu menjadi tak enak. Dia pun menyusul Fenly yang sudah jauh.
"Penly! Tungguin gue!"
Setelah Fajri menghilang dari pandangan tempat lokasi ia berdiri, seseorang misterius memakai topeng menatap lurus ke depan. Dia memegang setangkai bunga mawar biru.
"Kejarlah... Salah satu di antara kalian akan mendapatkan sesuatu mengejutkan."
Seseorang misterius itu berjalan menelusuri lorong sekolah kosong. Tujuan utamanya adalah gedung sekolah tak terpakai.
Beberapa menit kemudian, Fenly berhenti mengejar sosok hantu wanita. Rasa penasaran membuat Fenly bertindak tanpa berpikir.
Degh!!
Kepala Fenly menjadi sangat pusing. Tanda-tanda potongan gambaran masa depan akan muncul. Fenly mendapatkan empat potongan gambar.
Gedung sekolah lama. Tali tambang. Bunga mawar biru. Lukisan.
Peluh keringat membasahi seragam serta wajah Fenly. Deru napas tak beraturan dan rasa pusing di kepala seakan ada batu besar yang menimpa. Fenly masih belum bisa mengendalikan kemampuan khusus yang berkembang.
"Fen! Lo gapapa kan?" tanya Fajri baru tiba.
Fajri menepuk bahu Fenly. Terlihat muka Fenly sudah berubah pucat pasi. Perasaan khawatir menyelimuti hatinya.
"Fen, sebaiknya kita ke ruang UKS," ujar Fajri merangkul pundak Fenly.
"Gapapa Ji, kepala gue cuma pusing sedikit," balas Fenly lesu.
"Apa lo habis mendaptakan penglihatan masa depan?" tanya Fajri penasaran.
Fenly hanya menganggukan kepala kecil. Fajri melihat aura berwarna hitam pekat sebagian di tubuh Fenly membuat bulu kuduknya berdiri.
"Fen... sebaiknya kita pergi dari sini," ucap Fajri membantu Fenly berjalan.
Namun, sosok hantu wanita ala bangsawan sudah berdiri di depan mereka. Senyum menyeramkan menjadi pemandangan 'indah'.
"Selamat datang..."
"Waaa!!"
__08__
Rumah Sakit Permai...
Farhan masih setia menunggu Zweitson. Rasa bersalah karena meninggalkan Zweitson seorang diri di taman terus menghantui.
"Han, sebaiknya lo makan dulu," ucap Gilang menepuk bahu Farhan pelan.
Gilang dan Shandy baru tiba di rumah sakit sepulang sekolah. Keduanya juga mengkhawartikan kondisi sosok yang sudah mereka anggap Adik sendiri.
"Nih, gue bawain nasi padang buat lo," ujar Shandy menyerahkan sekantong plastik berisi nasi padang dan es teh manis.
"Gue nggak lapar."
Farhan menjawab pelan. Sifat keras kepala Farhan keluar sejak insiden tabrak lari kemarin. Padahal kondisi Farhan cukup memprihatinkan, kantong mata berwarna hitam, bibir kering serta muka pucat pasi.
Sejak kemarin Farhan tidak tidur sama sekali. Setelah dokter Raka memberikan kabar bahwa kondisi Zweitson dalam fase kritis. Diperlukan tindakan operasi cito di bagian kepala yang mengalami luka serius dan perdarahan hebat.
Hal ini sama seperti kejadian Ricky dulu. Dan Farhan berada di situasi yang sama.
"Son... cepat sembuh ya. Gue semakin bersalah sampai terjadi apa-apa sama lo!" Farhan berkata lirih.
Linangan air mata sudah jatuh membasahi pipi Farhan. Gilang menarik tubuh lemah Farhan ke dalam pelukan.
"Han, kita harus tetap berdoa buat keselamatan Zweitson, sahabat dan Adik," ucap Gilang sedih.
"Iya, Han. Kalau lo begini malah semakin memperburuk kondisi Zweitson saat bangun nanti. Lo harus tenang," ujar Shandy.
Farhan melepas paksa pelukan Gilang. Pemuda berambut kribo berdiri tegak, lalu kedua netra-nya menatap tajam Shandy.
"Lo pikir gue bisa tenang! Gara-gara gue pergi meninggalkan Zweitson sendirian di taman, kejadian Zweitson nggak akan pernah seperti ini!" Emosi Farhan meledak. Dia sampai menunjuk tepat di muka Shandy.
Shandy tersulut emosi. Dia tak suka diperlakukan seperti ini.
"Apa? Lo pikir dengan menyalahkan diri sendiri, Zweitson bakal sadar secepatnya! Nggak kan?!"
Bugh!
Satu pukulan manis mendarat mulus di pipi Shandy. Shandy yang tak siap pun terjatuh, sudut bibirnya terluka mengeluarkan darah.
Gilang syok. Kejadian itu begitu cepat di matanya. Gilang langsung menghentikan Farhan yang akan memukul Shandy kembali.
"Han! Sadar ini rumah sakit, lo nggak boleh keributan di sini!" seru Gilang menahan tubuh Farhan.
"Gue mau kasih pelajaran sama dia!"
Farhan berontak. Tenaga Gilang jauh lebih besar, tubuh Farhan sudah terasa lelah. Akhirnya Gilang berhasil memenangi Farhan, lalu menariknya menjauhi lokasi.
Shandy mengelap paksa darah di bibir. Shandy menghela napas berat mencoba menenangkan diri.
"Han, gue tahu lo khawatir tapi dengan cara lo seperti ini hanya membuat semua menjadi runyam," ucap Shandy lirih.
"Shandy..."
"Siapa?!" seru Shandy mencari sumber keberadaan suara itu.
"Ayo kita main."
Degh!!
Tubuh Shandy kaku. Perlahan roh dalam tubuh Shandy keluar. Roh Shandy melayang bebas di sebelah tubuhnya.
"A-apa yang terjadi?!"
"Shandy, mari kita bermain," ajak sosok hantu Pria berpakain serba hitam.
Kedua netra Shandy melotot. "Ka-kau kan... James!"
"Haha... kau masih mengingatku rupanya."
Sosok hantu James menarik lengan roh Shandy menuju suatu tempat. Tubuh asli Shandy terbaring kasar di lantai
__08__
Di ruang Bedah Sentral...
Beberapa tenaga medis seperti dokter spesialis Anateshi, Bedah Saraf dan tiga orang perawat melakukan tindakan operasi. Terbaring lemah tubuh pasien di atas brankar, lampu menyoroti bagian kepala Zweitson.
"Perdarahan masih terus aktif, Dokter," ucap Suster Lilis.
Dokter spesialis Bedah Saraf menatap area kepala pasien. Dia berpikir cepat menentukan rencana selanjutnya.
"Kita membutuhkan donor darah segera!" perintah Dokter spesialis Bedah Saraf.
"Baik, Dokter!" jawab Suster Lilis.
Suster Lilis berlari kecil mendekati pintu. Sebuah lubang speaker kecil berada di sebelah pintu ruang tindakan nomor delapan.
"Suster Desi, tolong hubungi keluarga atau wali pasien. Kita membutuhkan tranfusi darah golongan A+ sekarang juga!"
Suster Desi mendengar suara Suster Desi dari dalam ruang tindakan. "Baik, Suster!" jawabnya.
Tiba-tiba monitor di layar berkedap-kedip. Garis di dalam layar monitor tampak tak beraturan.
Keadaan ini semakin rumit. Semesta seakan sedang memberikan mereka sebuah ujian besar.
.
.
.
.
.
{27/10/2021}
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top