Chapter 03 Zweitson

Note : Cerita ini hanyalah fiktif belaka. Nama pemeran kuambil dari para member boygroup Indonesia yaitu UN1TY. Maaf jika ada kesamaan latar, tokoh maupun cerita ini. Cerita berjudul Eight 3 adalah murni milik saya!
.
.
.
.

Farhan baru tiba membawa dua buah botol air mineral. Saat sampai di bangku taman, Farhan tak menemukan sosok Zweitson.

"Son! Lo dimana?!" tanya Farhan panik.

Farhan mulai mencari keberadaan Zweitson. Dia merutuki dirinya meninggalkan Adik kelasnya itu seorang diri. Apalagi langit senja sudah tergantikan malam.

Pemuda berambut keribo terus mencari Zweitson dari sekitaran taman hingga pinggir jalan. Tak ada hasil.

Farhan mengepalkan kedua tangan erat hingga botol air mineral di tangannya remuk melebur. Dia pun terus mencari sampai Farhan tak sengaja melihat kerumunan orang-orang di jalan raya.

Perasaan Farhan campur aduk. Dia langsung berlari kencang menghampiri kerumunan itu. Dan tatapan matanya tertuju pada satu titik.

Kedua netra melebar sempurna. Dua botol air mineral terjatuh mengenai aspal. Sosok Pemuda terkulai lemas di pinggir trotoar jalan. Pemuda itu bermandikan cairan kental berwarna merah.

"Zweitson!"

Farhan terduduk lemas. Dia mengangkat kepala Zweitson pelan ke dalam pangkuan. Air mata sudah menetes membasahi pipi.

"Semuanya kenapa diam saja?! Tolong telepon ambulance sekarang!" seru Farhan menatap tajam puluhan mata yang hanya menyaksikan.

Salah satu di antara mereka langsung menelepon ambulance. Farhan masih menangis kejar melihat kondisi Zweitson berlumuran darah yang juga mengenai seragam sekolahnya.

Tak lama suara sirine ambulance berwarna hijau loreng tiba. Beberapa petugas medis keluar, lalu membawa brankar besi. Orang-orang yang menonton memberikan jalan untuk mereka.

"Pak! Tolong sahabat saya!"

"Mas-nya tenang. Kami akan segera langsung membawa korban ke rumah sakit terdekat." Petuga berpakaian kemeja biru panjang menggunakan rompi berusaha menenangkan Farhan.

Farhan di suruh menyingkir sejenak memberi ruang para petugas untuk memeriksa keadaan Zweitson. Mereka memindahkan tubuh pasien di atas brankar besi. Setelah selesai, mereka langsung mendorong brankar besi ke dalam ambulance.

"Mas, sebaiknya ikut kami. Mas bisa duduk di depan." Petugas tadi mengarahkan instruksi kepada Farhan.

"Ba-baik, Pak. Tolong selamatkan sahabat saya," ucap Farhan lirih.

Petugas itu menepuk pelan pundak Farhan. Farhan dan para petugas memasuki mobil, lalu melajukan ambulance cepat. Suara sirine dinyalakan untuk para pengemudi di jalan memberikan jalan.

Di dalam ambulance, para petugas medis melakukan penangan gawat darurat secepatnya. Punggung tangan kiri Zweitson dipasangkan infus, pasokan oksigen juga diberikan berupa sungkup, dan perdarahan di bagian kepala dihentikan dengan menekan pelan.

"Ya Allah, berikan keselamatan bagi Zweitson. Hamba tidak ingin kehilangan sahabat." Farhan terus berdoa di dalam mobil ambulance.

__08__

Sekitar limabelas menit, mobil ambulance tiba di rumah sakit Permai. Di mana rumah sakit ini letaknya lebih dekat dari lokasi kecelakaan.

Para petugas medis mengelurakn brankar besi perlahan. Mereka mulai mendorong cepat brankar besi masuk ke dalam ruang IGD.

Farhan mengikuti dari belakang. Namun, salah satu Suster menghentikannya. Suster itu bernama Sintia.

"Apa anda keluarga korban?" tanya Suster Sintia ramah.

"Iya, Sus. Saya wali dari korban." Farhan menghapus jejak air mata paksa sambil menjawab.

Suster Sintia mengantarkan Farhan untuk mengurusi administrasi pasien. Farhan melakukan itu dengan suasana hati sedih.

Baru seminggu lebih yang lalu keempat sahabatnya masuk ke rumah sakit, bahkan hampir meninggalkan dirinya. Sekarang salah satu sahabat lainnya mengalami hal serupa.

Menurut saksi mata, dia melihat sosok Zweitson berbicara sendiri di tengah jalan. Tiba-tiba sebuah sepeda motor melaju cepat hingga menabrak Zweitson. Sang pelaku langsung kabur melihat tubuh Zweitson terpental hingga mengalami cedera di bagian kepala.

"Apakah ini merupakan ulah sosok hantu lainnya?" Pertanyaan itu masih terbesit di pikiran.

"Gue bakal mencari kebenaraan ini dan bagi sang pelaku, jangan harap lo bisa hidup dengan tenang!" Farhan mengepalkan kedua tangan erat menahan emosi yang tengah bergejolak di hati.

Farhan pun pergi ke ruang IGD. Dirinya menunggu dengan perasaan kacau. Noda darah milik Zweitson masih menempel di seragamnya ia abaikan. Prioritas saat ini adalah keselamatan Zweitson.

"Semoga Zweitson diberikan keselamatan," ucap Farhan berdoa.

Farhan juga sudah menghubungi para sahabatnya melalui grup WA, hanya ada beberapa orang yang merespon. Shandy dan Gilang akan menyusul ke rumah sakit, mereka masih dalam perjalanan kemari.

__08__

Fajri berada di ruang dapur. Dia tengah sibuk membuatkan minuman untuk Paman Alif, Tante Marsha dan Ricky.

Padahal di rumah sudah ada pembantu, tetapi Fajri bersikeras ingin membuatkan minuman spesial untuk keluarga barunya di Jakarta.

Pada saat akan mengambil botol kaca berisi gula. Tak sengaja Fajri menyenggol boto kaca lainnya.

Prangg!!!

Suara botol pecah menggema di dapur dan ruang sekitar. Fajri langsung membereskan serpihan kaca dan lagi-lagi jari telunjuk tak sengaja terkena percahan kaca.

"Auhh!" ringis Fajri perih.

Marsha datang menuju dapur. Dia mendengar suara keributan di sana.

"Astaga Aji! Cepat taruh jari kamu di air yang mengalir." seru Marsha kaget.

"Baik, Tante Marsha yang cantik," balas Fajri sedikit menggoda.

"Dasar kamu! Sana cepatan, nanti biar Bibi yang bersihkan kekacauan ini." Marsha mendorong tubuh Fajri pelan.

Fajri menurut. Langkah kaki panjang Fajri sudah membawa dirinya sampai di wastafel. Air keran ia putar hingga air mengalir deras. Jari telunjuk Fajri di masukkan ke tengah-tengah air yang mengalir.

"Awh... perih juga," keluh Fajri menahan sakit.

Tiba-tiba suasana menjadi hening. Hanya suara air keran mengalir menemani Fajri. Fajri melihat ke kanan dan kiri, tak ada Bibi ataupun Tante Marsha.

"Pada kemana ya?" gumam Fajri sedikit panik.

Degh!!

Sosok wanita berparas bule menggunakan gaun bangsawan berdiri tepat di sebelah kiri Fajri. Tubuh Fajri terasa kaku.

"Salah satu sahabatmu telah menjadi korban. Berikutnya siapa ya?" bisik sosok hantu wanita bule.

Kedua netra Fajri melebar. Siapa sahabat yang di maksud hantu wanita itu. Rasa penasaran menjalar di hati dan pikiran.

"Aji! Aji!"

Fajri tersadar. Tubuhnya bisa digerakan kembali dan sosok hantu wanita bule sudah menghilang.

"Kamu kenapa? Kok muka Aji pucat?" tanya Marsha khawatir.

Pasalnya Marsha sudah memanggil sepupunya berkali-kali, tetapi Fajri malah diam membisu. Marsha menunggu jawaban dari Fajri.

"Ee-eh nggak kok, Tante. Fajri cuma kecepan saja," jawab Fajri tersenyum tipis. Dirinya merasa bersalah karena telah berbohong.

Marsha hanya diam. Dia pun mengajak Fajri di ruang tengah, semua sedang berkumpul di sana. Bi Inah yang nanti akan melanjutkan membuat minuman untuk mereka.

__08__

Farhan masih setia menunggu kabar dari Zweitson. Tak lama kedua senior sekaligus sahabatnya datang.

"Han, bagaimana keadaan Zweitson?" tanya Gilang khawatir.

Farhan menggelengkan kepala. "Belum tahu, Bang Lang. Dokter dan tenaga medis yang menangani belum memberikan kabar." jawabnya.

Shandy menghela napas kasar. Kenapa satu persatu sahabatnya mengalami hal mengerikan? Itu semua masih menjadi suatu misteri teka-teki.

"Semoga Zweitson diberikan keselamatan," ucap Gilang berdoa.

"Aamiin." Farhan dan Shandy kompak.

"Nih, baju buat lo. Gue tadi sama Gilang mampir sebentar ke toko baju." Shandy menyerahkan satu kantong besar berisi pakaian baru.

Farhan merasa tak enak, tetapi dia harus mengambil pemberiaan dari kedua senior di depannya. Itu sebagai bukti atau tanda persahabatan mereka.

"Thank's ya, Bang," balas Farhan tersenyum tipis.

"Oke. Habis ini lo makan dulu, kita sudah belikan nasi goreng buat lo," sahut Gilang menepuk bahu Farhan pelan.

Farhan tersenyum lebar. Dia pun berpamitan untuk berganti seragam di kamar mandi dekat ruang IGD.

Kini hanya meninggalkan Shandy dan Gilang di ruang tunggu. Mereka terus berdua demi keselamatan sahabat serta junior mereka.

Gilang sedikit resah. Semenjak dia tiba di rumah sakit, apalagi di dekat Farhan. Aura di sekitar Farhan begitu panas atau negatif.

"Semoga tidak terjadi hal yang tak diinginkan kembali." batinnya berharap.

Shandy memilih duduk. Dia menatap Gilang penuh arti. "Lang, sorry gue belum bisa cerita."

.
.
.
.
.

{23/10/2021}

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top