2

"Dylan lo mau kemana bego..." teriak Gilang saat dia melihat Dylan lari-lari seperti orang di kejar setan.

"Jangan teriak-teriak nyet, gue lagi di kejar sama cewek yang udah bau tengik." balas Dylan dengan teriakkan. Dylan terus berlari agar secepat nya menjauh dari wanita itu.

Sepuluh menit yang lalu bel pulang sudah bunyi. Tadinya Dylan ingin ke toilet tetapi belum sampai toilet, dia di hampiri oleh Manda. Dia tidak ingin berhadapan dengan wanita itu akhirnya dia lari dan kejar-kejaran.

Gilang tertawa. "Mampus lo." teriaknya.

Dylan menghiraukan teriakkan Gilang, dia memutar arah menuju parkiran. Sampai di parkiran dia mencoba mengatur nafasanya.

"Please jauhkan wanita itu dari hidup gue." gumamnya. Dia menaiki motornya lalu melajukan motor keluar dari area sekolah. Tapi matanya menangkap sosok wanita berdiri di halte sendiri.

"Itu manusia apa setan ya, kalau setan di siang bolong emang ada ya?" Dylan berbicara pada kaca spion motornya. "Ah, lo so tau mana ada setan di siang bolong gini lo bego." tangannnya menujuk wajah nya yang terpantul di kaca spion. "Eh sialan lo ngatai gue bego." ucapnya garang. "Lo ngajak gue adu jotos, ayo sini gue udah pengen nonjok muka sok ganteng nya lo." Lalu dia menatap lebih mendekat ke arah kaca spion.

Detik itu dia ketawa terbahak-bahak menyadari ke bodohan dirinya. "Bego anjir bego. Gue kenapa jadi bego gini ya ngomong sama lo, Parah." masih dengan tawanya." Untung kagak ada yang liat gue ngomong sama lo." dia celingak-celinguk takutnya ada orang yang melihat dirinya berbicara dengan kaca spion.

Dylan kembali fokus melihat wanita itu yang duduk sendiri, dia mendekati wanita itu.

"Maudy kepunyaan Dylan." panggilnya seperti rayuan.

Maudy mendongkak.

"Dylan." sahutnya.

"Naik, gue anterin pulang, sebagai pacar yang baik gue harus anterin lo pulang. Iya kan." kata Dylan.

"Lo kenapa sih jadi orang selalu maksa?" tanya Maudy ketus.

"Kalau nggak maksa mana mau."

Maudy tak mengerti apa yang Dylan katakan. "Gue gak ngerti, lo ngomong apa?"

"Sekarang lo nggak ngerti, nanti juga bakalan ngerti ko. Kalau lo udah jadi pacar gue." Dylan mengedipkan sebelah mata.

"Lo gila ya!"

"Udah gue bilang, gue emang gila karna lo, salah lo kenapa punya wajah ko cantik banget. Gila karna betapa indahnya wajah cantikmu itu." ucapnya diiringi tawa renyah.

Maudy begidik.

"Ayok sayang, cantik, bidadari manis hidupnya Dylan, buruan naik." Ucapnya lembut.

"Lo lebay banget sih." ketusnya.

"Enggak lebay ko ini sebuah fakta."

"Ko ada ya orang kaya lo." Maudy tak habis pikir dengan tingkah Dylan seperti itu.

"Ada, kan gue oranga nya? Aduh ko pacar Dylan lemot ya, tapi gapapa Dylan tetap sayang ko sama Maudy Ayunda- eh salah maksudnya, Maudy lo yang cantik jelita." Dylan dengan tawanya.

Maudy bukan nya marah justru dia ikut ketawa. Dylan mengerutkan kening apa yang menbuatnya ketawa.

"Waw... manisnya senyumanmu mengalahkan manisnya rasa susu Vanilla punya lo." Padahal hati Dylan sudah dag-dig-dug betapa lucunya saat Maudy tertawa seperti itu.

Yang tadinya Maudy ketawa seketika dia menghentikam tawanya. Dia menatap Dylan. "Lo ngomong apa barusan?"

"Ngomong apa, gue gak ngomong apa-apa ko." Dylan mengangkat sebelah alisnya.

"Tadi bilang susu gue lebih manis, apa maksudnya? Lo nga tau malu iya jadi cowok." ucap Maudy kesal.

"Lah emang bener kan,"

"Emangnya lo udah pernah cobain?" mata Maudy mendelik.

"Udah lah tiap pagi malah gue selalu ngendot."

Maudy melotot. "Dylan lo sadar gak sih yang barusn lo ucapin?"

"Sadar lah, kenapa lo juga minum susu kan tiap pagi, siang, sore dan malam." Ucapnya.

"Iyah tapi gue minum susu kotak bukan susu yang lo maksud itu,"

"Lah gue juga minum susu kotak kali, kadang gue minum susu pake dot adek gue." Dylan membayangkan waktu itu saat adik nya tertidur di pangkuan dirinya, dia mencoba mengambil dot yang masih tersisa air susu setengah, setalahnya dia habiskan. Ketika adiknya terbangun nangis menanyakan susu dot nya dia gelagapan. "Geli juga gue, parah." Gumamnya.

Maudy sangat malu ternyata yang di maksud Dylan adalah susu kotak hampir saja kalau dirinya salah paham. "Ternyata nih cowok lucu juga," batinnya.

"Udah gue mau pulang, pusing lama-lama kalau di dekat lo." Maudy melangkah untuk mencari taxi. Dylan menarik lengan Maudy dan membawa menaiki motornya.

"Jangan naik taxi, kan ada pacar yang siap mengantarkan sang bidadari pulang menuju kayangan." ucap Dylan. "Naik, kalau gak naik, gue pastiin lo ga--."

Maudy tidak ingin mendengar ocehan Dylan akhirnya dia duduk di belakang motor, dengan wajah cemberut.

"Nah gitu harus nurut sama calon imam masa depan lo." Dylan mengelus rambut Maudy.

Maudy tetap saja cemberut.

●●●

"Kita tungguin di warung nya ceu Imas, lo kagak nongol kemana lo tadi waktu pulang sekolah?" tanya Rey. Mereka sekarang barada di rumah Dylan, mereka anti clubbing.

Senakal-nakal nya Dylan dan sahabatnya mereka tidak pernah masuk ke arena terlarang itu, kata Dylan itu lebih dosa nggak baik untuk kesehatan jika harus minum-minum.

"Biasa ada urusan." jawab Dylan.

"Urusan di godain cewek tengik?" timpal Azka.

"Bego, bukan lah." ujar Dylan.

Tawa mereka serempak.

"Cabut yuk." ajak Dylan.

"Kemana?" Sahut Gilang.

"Liat kucing mau melahirkan." dengan lelucon Dylan.

"Bego." dengus Azka.

Dylan lebih dulu berjalan keluar dari kamar dia menuruni anak tangga satu persatu.

"Dylan mau kemana kamu?" tanya Lucy mamahnya.

"Eh, Mamah ku yang paling cantik."Dylan menghampirinya. "Dylan mau nengok yang baru lahiran mah." katanya.

"Hah, Siapa temen sekolah kamu udah punya anak astagfirullah." Mengelus dada. "Awas ya kamu, kalau sampai seperti itu. Mamah akan gantung kamu di pohon toge." Ucapnya.

"Astagfirullah, Mamah ngomong apa sih! siapa juga yang bilang kalau temen aku yang udah punya anak." sahut Dylan.

"Lah, barusan tadi kamu bilang mau nengok yang lahirana, jadi mamah mikirnya teman kamu."

"Mamah lucu deh, yang aku maksud itu Kucing tetanga sebelah mah." Dylan tertawa.

Lucy menepuk punggung putranya. "Kamu itu ya iseng banget sih."

"Ada apa, seru banget kayanya?" tanya Doni Papah Dylan.

"Ih papah kepo deh." sahut Dylan.

"Dylan kamu ini bercanda terus sama Papah." kata Doni.

Dylan memang seperti itu dia selalu bercanda dengan kedua orang tuanya tapi juga dia ada kalanya serius.

Senyum Dylan memperlihatkan gigi putih nya. "Yaelah papah baperan banget kaya anak muda."

"Papah emang masih muda kamu pikir papah udah tua,"

"Bukan gitu pah maksudnya aku, papah paling ganteng sedunia, baik, manis, masih muda pula, Pokoknya papah sama mamah paling sempurna deh, tapi ganteng nya papah masih kalah sama aku ya pah." ucapnya.

Doni dan Lucy tersenyum melihat Dylan putra pertamanya selalu membanding-bandingkan ketampanan Doni padahal mereka sama-sama tampan.

"Dylan mamah ko curiga ya,"

Dylan mengerutkan kening nya. "Curiga apa mah?"

"Kayaknya kamu bukan anak mamah, soalnya beda banget." selidik Lucy.

Dylan melotot. "Apa mah, aku bukan anak Mamah sama Papah, jadi aku anak siapa dong mah? Ya allah pertemukan lah aku dengan keluarga kandung ku." Doa'nya

Doni menjewer kuping Dylan, membuat Dylan meringis kesakitan. "Kamu bicara apa, jelas kamu anak Papah sama Mamah." jelasnya.

"Aduh, papah lepasin sakit." Pintanya. "Papah jangan salahin aku dong, mamah juga yang bilang gitu sama aku." katanya.

Lucy sedari tadi hanya tertawa. "Mamah bercanda sayang." Dia mengeluas kuping Dylan yang di jewer oleh suaminya padahal jeweranya tidak sakit Dylan nya saja lebay.

"Udah ah, Dylan Ganteng mau keluar dulu Mah, pah doakan anak mu ini yang akan pergi keluar mungkin tidak akan lama, pasti aku kembali karena lebih baik disini rumah kita sendiri." Dylan menyalami tangan kedua orang tuanya. Sedangkan mereka geleng-geleng kepala melihat tingkah Dylan seperti itu. "Assalamualaikum."

"Walaikumsalam, kamu hati hati." sahut mereka berbarengan.

Sedari tadi Azka, Rey dan Gilang menyaksikan keharmonisan keluarga sahabatnya, betapa beruntungnya hidup Dylan di sayang oleh kedua orang tuanya. Sebenarnya mereka di sayang juga oleh orang tua mereka cuman mereka terlalu kaku tak seperti Dylan.

Mereka menghampiri kedua orang tua Dylan.

"Tante, om kami juga pamit dulu ya." ucap Rey.

"Lah kirain nga ada kalian?" tanya Doni

"Yaudah kita nyusul Dylan dulu tante, om." kata azka. Lucy dan Doni mengangguk.

Setelah sampai di luar rumah Dylan mereka menaiki kendaraan bermotor pribadi milikinya sendiri-sendiri.

"Kita mau kemana?" tanya Gilang.

"Jangan banyak cingcong lo ah, bawel banget." ketus Dylan.

"Nyet lo ah." ujar Gilang

Motor mereka beriringan Dylan bersama Rey di depan, Azka dan Gilang di belakang.

Rey memberhentikan motornya. Membuat mereka pun memberhentikan nya.

"Jangan banyak cinngcong. Mendingan juga kalian liat, noh di depan." Rey menunjuk ke arah depan sana.

●●●

Maudy tengah tiduran di ruang keluarga bersama kakak laki-lakinya.

"Kak Juna." suara Maudy.

Juna menyimpan ponsel di saku celananya lalu menoleh pada Maudy. "Apa?"

"Hubungan lo sama kak Tiara gimana?" tanyanya. Maudy kasian pada kakaknya yang sedang patah hati maklum anak muda kan.

"Jangan bahas ini, gue nggak mau denger nama dia lagi, Gue akan melupakan demi kebahagian dia juga." ucap Juna lemah.

Maudy tidak percaya jika Tiara menghianati cinta kakaknya, tega sekali. Apa yang kurang dari diri Juna. Juna memiliki wajah tampan dan baik. Tapi dengan bodohnya cewek itu berselingkuh. Yang Maudy tau bahwa Juna sangat mencintai Tiara, dia rela apa yang cewek itu mau Juna selalu membelikannya.

"Sabar ya kak, semoga kak Tiara cepet sadar dan menyesal udah ninggalin lo."

"Iyah." balasnya." Mau ikut gak," ajak Juna.

"Kemana?"

"Keluar, cari makan." Juna meraih kunci mobil lalu melangkah keluar.

"Ikut!" seru Maudy. Dia mengikuti juna.

Beberapa menit mereka sudah berada di jalan raya mengendarai mobil dengan kecepatan rata-rata.

Tak ada obrolan di antara mereka, Maudy yang fokus pada ponselnya dia sedang membalas pesan dari Shasa.

Juna memberhentikan mobilnya secara mendadak sehingga tubuh Maudy terhuyunng ke depan. "Duh, kak Juna kenapa ngerem mendadak sih."

Juna menghiraukan ucapan Maudy. Dia melepas seatbelt lalu membuka pintu mobil. Maudy melihat ke arah depan di sana banyak segerombolan cowok memakai motor. Maudy segera keluar dan menyusul Juna.

"Kak juna." panggilnya.

"Lo masuk mobil." perintah Juna.

Maudy mengeleng pelan. "Nggak kak."

Salah satu cowok dari mereka menghampiri juna.

"Hay bro, apa kabar lo?" tanyanya.

"Jangan basa-basih lo mau apa? bukan nya gue udah relain dia buat lo hah." ucap Juna sengit.

"Wey santai bro jangan marah gitu." senyum meremehkan.

"Gue nggak ada waktu buat ngurusin orang penghianat seperti lo." bentak Juna.

BUGH.

Sudut bibir Juna mengeluarkan darah segar akibat pukulan Fadel.

Maudy segera menghampiri dan merangkul lengan Juna. "Kak Juna, lo gapapa?" tanya Maudy khawatir.

Fadel hendak melayangkan pukulan pada Juna akan tetapi, tehenti.

"Woy cowok tengil, sok jagoan yang beraninya rame-reme buat nonjokin orang." ucap seseorang dengan gaya mengejek. Di ikuti sahabatnya di belakang.

Merek menoleh ke arah suara itu.

Mata Maudy terbelalak. "Dylan."

"Ada bocah ingusan." cibir Fadel di iringi tawa dari teman-temannya.

Dylan tersenyum menantang. "Jangan banyak bacot ah, lawan dedek yuk."

"Yakin lo mau lawan gue, mending lo pulang bobo udah malam." kata Fadel.

Dylan mengepalkan kedua tangannya emosinya sudah tidak bisa dia tahan lagi.

BUGH.

Dylan memukul wajah Fadel dengan kuat. Dia tersenyum devil.

Tawa Fadel. "Segini doang kemampuan lo." Fadel menyusut darah yang keluar dari sudut bibir dengan ibu jarinya.

Dylan kembali memukul wajah Fadel beberapa kali. Membuat Fedel terkapar di aspal. Teman-teman Fadel mencoba membalas tapi dengan sigap Rey, Azka dan Gilang menahan mereka. Terjadi lah saling tonjok menonjok.

Setelah beberapa menit lawan mereka pergi. Dylan menghampiri Maudy. "Lo gapapa?"

Maudy menggeleng. "Gapapa, Makasih ya Dylan."

Dylan melihat sekilas pada cowok di sebelah Maudy seolah ingin bertanya.

"Thanks ya lo udah bantuin gue sama adek gue." ucap Juna.

Senyum Dylan mengembang mendengar bahwa dia adalah kakak Maudy. "Aduh kakak ipar santai aja, nga usah bilang makasih."

Juna menaikan sebelah alisnya. "Kakak ipar? Maksudnya apa."

Pipi Maudy memerah tersipu malu.

"Saya pacar Maudy." ucap Dylan pada juna.

"Nga usah pake saya, Lo gue aja manggilnya." Balas juna. "Dan satu lagi lo jangan pernah nyakitin adek gue, kalau sampe nyakitin, gue nggak akan segan-segan lempar lo ke got rumah gue."

"Kakak ipar ternyata bisa bercanda juga ya," guraunya. "Siap! Gue nggak akan pernah nyakitin adek lo, mana tega gue nyakitin Maudy, gue kan cinta mati sama dia." Mengedip-ngedipkan sebelah mata pada Maudy.

Maudy yang melihat nya berlaga tidak peduli, padahal dari lubuk hatinya senang.

"Anjir kita di kacangin." sindir Rey. Azka dan Gilang mengangguk membenarkan yang di ucap Rey.

"Yaleah baperan lo, kaya anak gadis!" sahut Dylan.

"Kak, mereka teman sekolah gue," kata Maudy.

"Ya, makasih buat kalian juga udah bantuin gue." ucap Juna.

"Santai bro kita mah seneng ko bantuin orang." sahut Gilang.

"Sebagai perkenalan dan makasih, gue teraktir kalian makan deh, yuk." ajak Juna.

"Yaudah boleh tuh!" seru Azka.

"Maudy sama gue ya." Dylan menarik lengan Maudy. Juna yang melihat pun bengong.

Mereka mulai berangkat menuju cafe.
Tak butuh waktu lama mereka sampai di tempat. Mereka memesan makanan yang mereka ingin.

"Biasa aja makannya nyet, kayak orang kelaperan aja." sindir Rey pada Gilang.

"Gue emang kelaparan, maklum dari orok kagak makan." sahut Gilang.

"Goblok." Dylan menoyor kepala Gilang. "Kalau lo kagak makan dari orok, kenapa lo kagak mati?"

Gilang mengaruk-garuk pipinya yang tidak gatal. "Ya juga sih, ko gue jadi bego ketularan lo sih." ucapnya pada Dylan.

"Nyalahin gue, jelas-jelas lo yang paling bego dari kita semua."

Mereka ketawa serempak.

Mata Dylan melihat ke arah Maudy. Maudy jika sedang makan lucu dia jadi gemas.

"Duh lucunya pacar gue." Dylan mencubit pipi Maudy dengan gemas.

Maudy menepis tangan Dylan.

Selesai makan mereka bercanda gurau tak jelas, mereka paling banyak tertawa ulah kekonyolan Dylan. Juna tidak menyangka jika Dylan orang nya asyik. Sesekali dia melihat Dylan yang mencuri pandang ke arah adiknya.

Dylan beranjak dari kursi di menghampiri Maudy.

"Gue cabut duluan ya, mau pacaran dulu sama Maudy, Kalian kan jomblo di maklumin aja ya." ejek nya.

"Awas lo jangan apa-apain adik gue, dia masih polos." jelas Juna.

"Mentang-mentang punya doi." cibir Rey.

"Siap kakak ipar." sahut Dylan.

Entahlah Maudy merasakan senang ketika Dylan mengenggam tanganya. Ada rasa kenyamanan.

"Dylan." Panggil Maudy. Setelah mereka sudah berada di taman tak jauh dari tempat cafe tadi. Merek duduk di bangku taman.

"Iya?"

"Apa lo beneran suka sama gue?" tanya Maudy gugup.

Dylan meraih tangan Maudy menggengamnya erat. "Kenapa lo nggak percaya sama gue, gue emang suka bercanda, tapi kalau soal hati gue nga pernah bercanda." mata mereka saling menatap.

"Takut aja gue, Kalau lo cuman mempermainkan hati gue, di saat gue cinta sama lo, yang ada lo hancurin cinta gue."

"Maudy gue beneran sayang dan cinta sama lo, Pertama gue liat lo uda ada getaran di hati gue." ucap Dylan lembut.

Dylan memang sering berubah seperti bunglon. Ada saatnya Dylan berkata lembut, serius dan bijak.

Maudy tersenyum mendengar perkataan Dylan. "Gue percaya sama lo."

Dylan memeluk Maudy, Maudy membalas pelukan Dylan. Maudy merasa nyaman berada di pelukan Dylan ini adalah pertama kalinya merasakan kebahagiaan dan kenyamanan.

Begitupun hal nya dengan Dylan.

●●●

"Kebiasaan ya den, datang ke sekolah siang terus?" tanya orang itu.

"Mang Jojo kayak nggak tau saya aja, tiap hari juga kan saya berangkat jam segini, jadi jangan tanya lagi Mang." sahutnya

"Yah juga sih."

"Yaudah Mang jangan tanya mulu, mending buka sekarang paggar ini Mang."

"Enggak bisa den."

Senyum Dylan mengembang sembari merapihkan rambutnya. "Mang tadi saya liat ada cewek bening, bohay, sexy, bibir beuh sexy bener. Nah Mang jojo kan jomblo nih. Jadi udah sana gih samperin Mang."

Setelah pagar sekolah di buka Dylan masuk langsung berlari cepat. Mang jojo melihat ke arah jalan ternyata.

"Makasih Mang." cengir Dylan.

"Dasar bocah ngibulin gue." gumamnya.

Dylan berlari melewati lapangan, sekolah sudah sangat sepi berarti semua murid sudah belajar.

"Bagus kamu ya, jam segini baru datang?" ucap guru paling killer yang bernama Susan. tangan satunya menarik telinga Dylan.

"Lepas bu sakit, nanti kuping saya lepas gimana." kata Dylan. Guru itu melepaskan tarikkan nya.

"Berisik kamu." ketusnya.

"Bu saya bingung deh, kenapa ya Ibu tiap hari gak pernah absen marahin cowok ganteng seperti saya. Bosen gak sih bu marah nya sama saya terus, salah saya emang apa ya Bu." ucap Dylan pura-pura mengelap air mata yang tumpah palsu.

"Gimana saya gak marahin kamu terus, kamu selalu bikin masalah." tegasnya. "Seenaknya banget kamu jadi siswa, masuk sekolah sesuka kamu."

Bukannya merasa takut Dylan malah senyum miring.

"Kenapa kamu senyum-senyum? Saya lagi serius Dylan?" Ucap galak.

"Lucu deh Ibu kalau marah, bikin saya gemes aja Bu!"

Bu Susan melotot. "Kamu mau menggoda saya, kamu pikir saya akan tergoda gitu."

"Ibu Ge-er banget sih, siapa juga yang mau menggoda Ibu yang sudah sedikit keriput." guraunya diiringi tawa.

Wajah killer Bu susan sudah terlihat. "Sebelum saya marah, lebih baik kamu lari di lapangan sampai 50 kali putaran dan setelah itu bersihkan toilet semua sampai bersih." perintahnya.

"Bisa nga sih Bu kalau ngasih hukuman jangan yang itu-itu aja, bosen saya Bu. Misalnya nih, suruh godain cewek gitu terus suruh nyanyi-nyayi sambil joget buat menghibur gituh, lah ini." keluhnya.

"Kamu pikir sekolah ini buat pentas nyanyi. setiap hari kamu tuh kesiangan terus nggak kesiangan berantem, Pusing saya ngadepin murid seperti kamu, bawaannya kesel terus." Bu Susan mendengus.

"Jangan marah-marah terus Bu, saya tau kalau umurnya udah tua bawaanya marah? Terus gampang kena serangan jantung mangkanya Ibu jangan marah-marah sama saya." ucap Dylan tanpa rasa takut.

Napas bu Susan naik turun, dia benar-benar kesal marah pada satu murid seperti Dylan. "Dylan, kamu mendoakan saya jantungan hah." ujarnya sengit.

Dylan terkekeh. Lalu di pergi meninggalkan bu Susan yang masih mengerutu tidak jelas.

"Semua guru kagak ada yang baik sama gue, bawaanya marah-marah kalau gak marah menghukum gue tanpa adanya kesalahan?" Gerutunya.

Dia melewati koridor dia sesekali mengintip ke pintu kelas yang lain. Sampai di kelas dia menengok, ternyata belum ada guru yang mengajar jadi dia bebas masuk tidak perlu mengendap-ngendap.

Padahal sedari tadi laki-laki paruh baya berdiri di balik pintu dia menatap Dylan dengan seenaknya nyelonong masuk kelas.

Dylan duduk di samping Maudy. "Hay cantik kepunyaan nya Dylan?" sembari terkekeh.

Maudy ingin memberi tahu Dylan jika sedari tadi ada guru di kelasnya tapi guru itu menyuruhnya diam. Posisi duduk Dylan menyamping jadi dia tidak melihat ada guru.

"Hay." jawab Maudy gugup.

"Pagi ini lo banyak minum susu ya? Mangkanya itu wajah lo manis." pujinya.

"Makasih." sahut Maudy tersenyum masam.

"Lo kenapa ko gugup gitu? ada yang gangguin lo? siapa orangnya kasih tau gue." ucapnya sambil menggebrak meja.

Dylan merasa ada yang aneh tidak biasanya seisi kelas diam ketika sedang tidak ada guru.

"Gapapa."

Dylan melihat kesekeliling temen-temannya. padahal sedari tadi Rey mencoba memberi tahu, tapi di hiraukan oleh Dylan jadi lebih baik dia diam saja. Mata Dylan berhenti di satu titik menatapnya dengan tajam. Dia kembali menoleh pada Maudy.

"Kenapa lo gak bilang ada guru di kelas?" bisiknya.

"Gimana gue mau ngasih tau lo, guru itu liatin gue mulu kan jadi takut." ucap Maudy.

Dylan menghampiri guru dan menyalaminya."Bapak kenapa nga bilang, kalau bapak berdiri seperti patung di sini dari tadi, jadi kan saya nga liat kalau bapak ada disini?"

Tawa seisi kelas.

"Enak saja kamu nagatain saya patung." Ketusnya. "Udah kamu duduk sana, saya nga mau berdebat sama kamu." Lanjutnya.

"Bapak baik deh makasih ya." Dylan kembali duduk di bangkunya.

"Ketawa terus sampe gigi lo ompong." celetuk Dylan pada sahabatnya.

Rey tertawa."Lo lagian, masuk kagak liat situasinya dulu!"

"Kan gue kagak tau."

"Dylan, Rey sudah diam jangan ngomong terus kerjakan soal yang sudah saya berikan pada kalian semua." perintahnya.

●●●

Bel istiraht berbunyi. Semua siswa siswi beramburan keluar kelas.

Maudy, Shasa dan Dylan berasama sahabatnya duduk di kantin bersama.

"Makan yang banyak ya, biar lo cepet gede," Kata Dylan pada Maudy.

"Iyah."

"Suapin dong." pinta Dylan dengan suara manja.

Uhuk.

Rey yang sedang makan tersedak, dia meraih air minum miliknya meneguk sampai habis.

"Kenapa lo?" tanya Azka.

"Gue kaget anjir denger suara lebay Dylan," ucapnya.

"Lah, kenpa lo sirik mulu sama gue." Dylan ketus.

"Siapa yang sirik bro, gue kaget tiba-tiba lo minta di suapin sama Maudy."

"Jomblo ngenes mah selalu sirik! Gue juga bilang apa minta rujuk gih sama Shasa," balas Dylan.

Rey melihat sekilas kearah Shasa. "Amit-amit gue sama dia."

Shasa menatap ke arah Dylan. "Dylan udah deh lo jangan buat mood gue ancur gara-gara berdebat sama sahabat lo ini." omel Shasa.

"Lo baperan deh Sha." timpal Gilang.

"Diem lo." semprot Shasa.

"Lo jadi cewek jangan galak-galak yang ada cowok pada nggak mau sama lo." balas Azka.

"Udah lah Sha, sabar." Maudy menenangkan Shasa.

"Maudy suapin dong, lo nga kasian sama gue yang kelaperan?" rengek Dylan.

Maudy gemas melihat tingkah Dylan. Lalu dia menyodorkan nasi ke mulut Dylan, dengan senang hati menerimanya. Dylan mengelus punggung maudy. "Makasih."

"Iyah sama sama."

BRAK.

Seseorang yang bernama Lano menggebrak meja yang sedang mereka tempati, mereka terlonjak kaget.

Dylan menatap cowok itu tajam.

"Maksud lo apa?" ujar Dylan marah.

"Lo jangan berlaga nggak tau, kemaren malam lo kan yang gebukin kakak gue sampai masuk rumah sakit?" ucap Lano tangannya menunjuk-nujuk wajah Dylan.

Dylan menepis tangan laki-laki itu. "Jadi itu kakak lo?" senyum remeh. "Pantes kelakuan lo, sama kakak sama aja."

"Ngaca woy, yang kelakuan kagak bener itu lo, sok jagoan." ucap sengit.

"Terus lo mau apa hah, mau tonjok gue." Dylan menunjuk pipinya sendiri. "Nih tonjok."

Lano melayangkan satu pukul tapi gagal dengan sigap Dylan menyekal tangan Lano dan dia menghajar waja Lano beberapa kali. Lano sudah mengerang.

"Bangun lo, lawan gue." tantang Dylan.

"Dylan udah stop." perintah Maudy.

Dylan menoleh. "Lo tenang aja oke."

Maudy menatap Dylan, dia takut Dylan kenapa-kenapa nantinya. gara-gara dia Dylan jadi berurusan dengan laki-laki kemaren dan sekarang adiknya ingin membalas .

Saat Dylan lengah.

Satu pukul mengenai wajah tampan Dylan. Maudy khawatir melihat Dylan.

"Ini yang di sebut pukulan, lembek banget jadi cowok." Dylan mengejek.

Gilang menahan bahu Dylan agar berhenti. "Udah bro sabar."

"Setan lo." Desis Lano, dia melayangkan satu pukulan di wajah Dylan.

Dylan mendekat ke arah Lano tanpa basa basi dia meninju wajah Lano dengan beberapa kali.

"Dylan udah stop." perintah Maudy kembali.

Dylan menyudahi pukuluannya lalu mendekat ke arah Maudy.

"Lo kenapa?" tanya Dylan.

"Maaf gara-gara gue, lo jadi kena masalah, dia ingin balas dendam sama lo." Maudy melihat wajah Dylan yang berdarah di sudut bibirnya. Maudy menarik lengan Dylan.

"Mau kemana?" tanya Dylan.

Maudy membawa Dylan ke UKS agar di obati luka nya.

"Duduk." kata Maudy.

Lalu Dylan duduk, dia menuruti apa yang Maudy suruh. Maudy mengambil kotak P3K.

Maudy mengobati luka di sudut bibirnya. Jarak mereka sangat dekat. Jadi Dylan menatap wajah Maudy sangat jelas.

Dia mengaggumi wajah yang di milik Maudy begitu sangat cantik.

"Jangan liatin terus, gue malu." tegur Maudy. Dia risih akibat ulah Dylan menatap dirinya terus.

"Kenapa harus malu? kan gue yang liatin lo bukan orang lain."

"Tetep aja Dylan." ucap Maudy ketus. "Sekali lagi maafin."

"Jangan minta maaf terus."

"Kenapa?"

"Kasih cium aja, disini." Dylan menunjuk luka di pipinya.

"Ogah."

"Kalau nga mau, biar gue aja yang cium lo."Dengan cepat Dylan mencium bibir Maudy sekilas.

Maudy terkejut, untuk bicara saja tidak bisa? Ini terlalu cepat. Jantung nya seperti berhenti berdetak.

"Kenapa enak ya di kasih kiss sama gue?" Dylan terkekeh geli melihat wajah terkejut Maudy.

Maudy memanyukan bibirnya kesal.

"Dylan lo tuh ngeselin, tau gak." ucap Maudy memukul-mukul dada bidang Dylan.

Dylan menahan kedua tangan Maudy. Mata mereka saling bertemu.

"Maaf ." Suara Dylan lembut.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top