Kotak dan Saksi yang Menghujat
Ah...
Sejujurnya aku ingin sekali mengambil tema ini untuk diriku sendiri. Karena ku ingin sekali menyumpalkan kata ini ke telingamu, wahai Tuanku.
Yaah...walau kau takkan pernah mendengarkannya. Kau mana mau mendengarkan permintaan karaktermu ini.
Tidak buatku.
Juga tidak buat karakter yang lebih cocok untuk tema ini selain diriku.
Karakter yang ingin sekali kubantu. Sayangnya kami beda kubu.
Namun ku masih bisa menceritakan bagaimana dia dari sudut pandangku.
Dia yang selalu dihujat dan dipermainkan bagai boneka rusak.
*********
Kertas-kertas dunia berterbangan di depan gadis berambut ungu itu. Tak seperti biasanya, kali ini kertasnya tampak terkoyak seolah disobek oleh sesuatu.
Lebih tepatnya...seseorang.
Eh dibilang orang pun juga kurang tepat. Karena baik gadis itu ataupun tokoh utama kali ini kurang tepat untuk disebut sebagai orang. Lebih tepatnya apa ya?
Ah sudahlah sebut saja orang. Karena gadis ini pun sulit menjelaskan mereka ini apa. Yang jelas ada satu kemiripan antara dirinya dan tokoh utama kita kali ini.
Baik gadis itu, maupun tokoh utama yang sedang ia amati sama-sama bisa 'mendengar' suara mereka.
Ya suara maha jahat yang hanya bisa di dengar suaranya saja. Yang sangat seenaknya. Dan sangat tidak konsisten.
"Ah...sudah kuduga pasti ulahnya" gumam gadis berambut ungu itu menatap seseorang yang tengah berdiri diantara kertas-kertas rusak yang berterbangan.
Seorang gadis yang manis dengan rambut putih seputih salju. Berjubah hitam sehitam arang. Dan berkalungkan rantai semerah darah. Penampilan yang sekilas terlihat keren, namun warna-warnanya penuh ironi.
Warna yang identik dengan kesakitan, air mata dan darah.
Dan gadis itu tahu, perempuan di depannya ini semenyedihkan warnanya.
Kenapa ia menghancurkan semua kertas itu? Hanya karena kesenangan pribadi? Dari luar mungkin gadis itu terlihat seperti seseorang yang senang dengan perbuatannya yang telah mengotori tangannya dengan darah karena telah menghancurkan banyak dunia. Perbuatan yang benar-benar dikutuk oleh Para Tuan yang telah menciptakan kertas-kertas dunia ini.
Namun Sang Saksi Bisu ini tahu betul itu bukan keinginan gadis ini. Bahkan ia tahu betul alasan gadis ini melakukannya tak lain dan tak bukan adalah permintaan Para Tuan sendiri.
"Ah...Para Tuan sepertinya merajuk lagi" gumamnya masih mengamati gadis itu yang sekarang tengah menutup telinganya. Berjongkok seolah mendengar sesuatu yang teramat membuatnya kesakitan dan berusaha untuk menghentikannya.
Gadis berambut ungu ini ingin menolongnya. Membantunya untuk menutup telinganya. Namun lagi-lagi ia tersangkut dengan statusnya sebagai 'Saksi Bisu'
Ah...bukan. Bukan perannya sebagai 'Saksi Bisu' yang menahannya. Namun status lainnya.
Gadis di depannya ini adalah Penghancur Kertas. Berkebalikan dengan dirinya yang Penjaga Kertas
Sungguh ironis melihat gadis ini hanya menjalankan perintah dari 'Para Tuan' yang sama. Namun tugasnya tak pernah diakui. Bagai senjata makan tuan. Dan lebih menyedihkan lagi, Gadis berambut ungu ini tahu betul, perempuan berambut putih ini takkan bisa lari dari tugasnya seberapa inginnya ia mengabaikan tugasnya dan kabur.
Seperti takdirnya yang juga tak bisa lari dari tugasnya melayani maunya 'Para Tuan'. Padahal ia sudah cukup bahagia menjadi karakter biasa-biasa saja tanpa harus bisa mendengar suara mereka.
"Para Tuan sialan!"
Ia bisa mendengar suara bentakan dari gadis berpakaian hitam itu. Setelahnya dilanjutkan dengan sumpah serapah penuh hinaan dengan menyebut hewan-hewan yang selalu disalahkan kalau sedang marah.
Ah...ia ingin sekali menyatakan hal yang sama. Namun ia hanya bisa protes sampai taraf tertentu saja. Atau ia akan dilenyapkan.
'Dipecat' dari cerita ini tidaklah bagus untuk sekarang.
Ia masih melihat gadis berambut putih itu marah-marah sembari mengacungkan jarinya tinggi-tinggi ke atas. Menyalahkan sesuatu yang tampak yang mereka berdua sama-sama tahu.
"BUKANNYA KAU YANG MENYURUHKU MELENYAPKAN KERTAS ITU BARUSAN. KURANG AJAR KENAPA SEKARANG MENYALAHKANKU?!"
Gadis berambut ungu ini masih terus menontonnya marah-marah sampai akhirnya ia menyadari umpatan itu tak lagi terdengar.
Umpatan sekarang berganti menjadi tatapan dingin tepat di depannya.
"Heh?! Sekarang para bangsat itu mengirimmu huh? Untuk membunuhku? Terus saja begitu seperti adu boneka" dia mendecih. Sepasang mata merah darahnya tampak menatap tajam lurus ke arahnya.
Ah...padahal Si Saksi Bisu ini tak ingin mencari masalah. Ia hanya ingin mengamati saja.
Membunuh...huh?
Sesungguhnya itu salah satu pekerjaannya. Namun ia tak pernah tertarik melakukan tugasnya yang satu ini.
Kenapa? Membuang waktu saja.
Toh gadis berambut putih itu akan hidup lagi. Seperti itulah siklus hidupnya selama 'Para Tuan' masih ingin menciptakan kertas dan masih butuh sesuatu untuk disalahkan ketika mereka kehabisan ide.
Ya...menyalahkan sebuah 'Penghalang'
"Ya..seharusnya" kata gadis yang untuk bab ini tak lagi jadi saksi bisu.
"Tapi ku tak tertarik melakukannya" Gadis berambut ungu itu hanya mengangkat bahu. Sedikit mengedipkan matanya.
"Seperti katamu, Miss Block. melakukannya hanya akan jadi seperti adu boneka"
"Dan sayangnya aku ini boneka bandel yang tak ingin diadu"
Katanya tersenyum penuh arti.
**********
Ow...ow...ow...
Suaramu berisik, Tuanku.
Kenapa ku tak membunuhnya katamu? Untuk apa aku melakukannya kalau nanti kau hidupkan lagi.
Suruh saja penjaga lain, bukan aku.
Ku bukan boneka yang hanya bisa menurutimu tanpa membantah. Begitu juga dia
Ya...
Bukan boneka
**********
Note:
Tema hari ini...
Diakhiri Bukan boneka
Yaah....seandainya Writer Block, Artblock dan Block-Block lainnya itu hidup, dia akan jadi karakter yang selalu dihujat oleh kita selaku pemilik imajinasi. Yang berusaha kita bunuh berkali-kali namun dia selalu datang kembali. Mungkin kalau dia hidup dan memiliki perasaan, dia pasti muak dengan hidupnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top