DDD 1

Enjoy reading ...

Kembali bertemu denganmu membuatku sadar, melepasmu terasa lebih baik demi masa depanku.

Javier bersandar di pilar menatap gerak gerik Tanti sejak ia siuman tadi. Sementara Tanti berusaha duduk dengan tenang dan mengacuhkan keberadaan pria itu. Tanti melirik sekilas kepada Javier yang dengan terang-terangan menatap dirinya dengan tajam dan dingin seperti biasanya, ia merasa risih tentu saja. Seolah-olah dirinya memiliki salah.

Tanti mendengkus jengah tak suka dengan tatapan tajam nan dingin tersebut. Kemudian ia teringat jika bedak gatal Asoka sudah habis. Ia jelas memanfaatkan itu untuk sejenak menyingkir dari ruang beratmosfir yang sama dengan pria yang selalu dengan telak mengguncang alam bawah sadarnya dengan gaduhnya.

Tanti lantas mencondongkan tubuh ke arah Tania yang duduk tak jauh darinya seraya meminta ijin, "Bun, Tanti ke bawah dulu sebentar, beli bedaknya Asoka ya?"

Tania menatap putrinya dan mengangguk, "Ya, hati-hati. Eh, nggak pesan aja ke apotik nanti dibawakan sekalian sama obatnya Kenzo."

"Tanti mau cari angin sekalian. Suntuk di sini." Dari sudut matanya ia melihat Javier tersenyum sinis dengan menaikkan sebelah alisnya yang lebat dan sempurna itu, mendengkus jengah menanggapi ucapan Tanti yang jelas terdengar olehnya.

Javier tahu gadis itu merasa terintimidasi dengan keberadaan dirinya di sini dan itu bagus. Itu memang yang ia inginkan, Javier sudah menentukan kinilah saatnya menjalankan misi yang sudah ia inginkan. Selama ini ia sudah menahannya namun situasi keluarga mereka yang saling berbesanan tentu tidak bisa dipungkiri akan lebih sering menghadirkan pertemuan di antara keduanya dikemudian hari.

Tanti bangkit dan mengambil dompetnya, dengan hanya memakai gaun tanpa lengan ia berjalan keluar dan memasuki lift khusus.

Javier beringsut saat melihat Tanti menutup pintu keluar. Ia pun beranjak dari sana dan memisahkan diri dari yang lain.

Tanti segera masuk begitu pintu lift terbuka, saat pintu lift hampir tertutup tampak sebuah telapak tangan menahannya, kemudian masuklah Javier tanpa mengucapkan sepatah kata pun lalu menekan tombol stop saat pintu sudah menutup rapat. Tatapan tajam Javier tertuju sepenuhnya kepada Tanti.

Wajah Tanti memucat ia melangkah mundur sampai membentur dinding lift. Ia ketakutan berada berdua dengan Javier yang bertampang dingin dan tak terbaca seperti itu.

Mengapa pria ini tampak marah, apa salahku? Sepanjang hari ini juga aku udah menghindar.

Tanti memberanikan diri untuk bertanya, "Kenapa dihentikan?" Suaranya terdengar gugup, sial!

Javier melangkah maju dan menempelkan tubuh bagian depannya dengan tubuh Tanti sementara kedua tangannya sudah mengurung Tanti yang reflek mundur dan membentur dinding lift yang terasa dingin. Napas berat Javier tepat mengenai dahi wanita tinggi semampai di depannya ini. Ia tidak tahan juga seharian ini diacuhkan seolah dirinya seperti makhluk tak kasat mata. Javier menangkup rahang Tanti yang memalingkan wajahnya agar menatapnya sedikit mendongakkan agar mata mereka bertemu. Namun wanita itu malah memejamkan matanya seolah tak sudi melihatnya.

Napas Javier semakin berat dan memburu, pandangannya meneliti wajah mungil di depannya ini kemudian berpindah ke bibir mungilnya yang penuh berbalut lipstik berwarna merah lalu leher jenjang yang sedari tadi mengundang kecupan terus semakin ke bawah ia menyipitkan matanya dan menatap semakin tajam dengan bibir tipisnya yang terkatup rapat saat mendapati dua kancing gaun Tanti sudah terbuka dan memperlihatkan celah lembah payudaranya yang ranum.

Tak kuasa menahan hasratnya Javier menunduk, sebelah tangannya mengapit dagu Tanti dengan jempol dan jari telunjuknya menekan agar membuka paksa celah bibir Tanti dan kemudian melumatnya. Tanti yang mendapatkan serangan tak terduga seperti itu tentu saja menegang dalam pelukannya, terlebih sebelah tangan Javier yang lain sudah merayap dan menekan punggung bawahnya untuk semakin merapat pada tubuh bagian depan pria tampan itu. Tanti tanpa sadar menjatuhkan dompetnya dan kedua tangannya reflek terangkat dan meremas kemeja Javier dibagikan dadanya seraya berusaha melepaskan dirinya.

Javier yang merasakan mendapatkan penolakan dari Tanti bukannya melepaskan wanita itu tetapi malah semakin merapatkan diri dan semakin merundukkan kepalanya. Bibir Javier turun dengan hidung mancungnya menyingkap kerah gaun Tanti, mencumbu dada bagian atasnya. Lidah dan bibir Javier dengan lincah dan kuatnya menghisap meninggalkan tanda di sana. Javier merasa hatinya melambung untuk beberapa saat sebelum kedua tangan Tanti merangkum kedua sisi wajahnya menjauhkan kepala Javier dari dada wanita itu serta menamparnya dengan keras.

Tatapan Javier tampak kaget dan marah mendapatkan reaksi seperti itu dari Tanti tanpa sadar kedua tangannya meremas kuat kedua sisi pinggang Tanti. Tanti dengan sekuat tenaga berusaha melepaskan diri dari Javier. Ia ketakutan saat Javier memaksakan diri menciuminya seperti itu dan kemudian meninggalkan tanda di tubuhnya.

"Lepaskan aku ... kamu nggak berhak melakukan ini padaku!" protes Tanti seraya mendorong Javier dengan terengah-engah.

"Oh ya? Lalu dengan gaunmu yang super mini ini. Wanita manja sepertimu pasti sengaja ingin menggoda para pria di dalam sana begitu? Pake sok-sokan bantu Abang berantem lagi hah! Kamu sengaja ya?! Di mana otakmu?!" tegur Javier, seraya mengguncang tubuh Tanti dengan gemas.

Tatapan Javier benar-benar berubah marah dan tampak khawatir saat ini. Benarkah? Setidaknya seperti itu yang terlihat oleh Tanti. Namun untuk apa pria itu melakukan ini semua? Bukankah selama ini Javier membenci dan menjauhinya?

Sementara bagi Javier sendiri saat tadi melihat Tanti memasang badan untuk saudara lelakinya. Ia jelas terkejut, rasanya jantungnya berpindah ke perut. Javier sendiri yakin jika di hatinya masih sepenuhnya membenci gadis ini, namun melihat seorang perempuan menerjang seperti yang dilakukan Tanti tadi tak urung membuatnya geram karena cemas bukan dengan kebencian. Terlebih jantungnya seperti terlompat keluar ketika melihat Tanti terkapar pingsan dalam pelukannya Dirandra, yang tidak mereka sadari sampai ujung gaunnya tersingkap memperlihatkan pahanya yang mulus dan menjadi tontonan banyak orang. Sebenci-bencinya Javier, melihat seorang wanita tumbang karena hantaman seorang pria tak urung membuat amarah tersulut. Javier tidak tahan lalu merebut Tanti yang berada dalam pelukan Dirandra. Serta merebahkannya di sofa.

"Aku wanita bebas! Baju-baju aku, apa urusannya denganmu? Siapa suruh kamu bantu aku. Mas Diran adalah kakakku jadi wajib dong aku bantu jangankan tubuhku, nyawaku juga akan aku berikan untuknya!" balas Tanti gemas dan jengkel, ia tidak habis pikir dengan sikap Javier. Sebentar dingin, sebentar panas persis kayak dispenser air isi ulang.

Tanti pun sudah tak bisa menahan kejengkelannya terlebih bekas pukulan Edgar menyisakan pening di pelipisnya. Tanti dengan sekuat tenaga mendorong Javier sehingga tubuh Javier sedikit terhuyung ke belakang. Tanti menekan tombol agar lift berjalan kembali, keduanya diam. Tanti sendiri berusaha mengacuhkan keberadaan Javier yang masih setia menatapnya.

"Jangan pernah lagi menyentuhku, bukankah aku hanya seperti duri dalam daging untukmu?" ujar Tanti dengan memunggungi Javier yang menunduk. Matanya sudah berkaca-kaca, ia berusaha dengan sangat kuat menahan agar butiran itu tidak mendobrak keluar dari pelupuk matanya.

Akhirnya pintu lift terbuka, Tanti keluar dengan dagu terangkat dan meninggalkan Javier yang masih berdiri terpaku menatap kepergiannya.

Tanti menghentikan langkahnya sekitar berjarak tiga meter dari pintu lift dan baru menyadari bahwa dompetnya tertinggal. Tanti menarik napas seraya memejamkan matanya menghitung sampai sepuluh sebelum berbalik badan dan memaksa tubuhnya kembali pada lift khusus itu serta berdoa bahwa makhluk Tuhan yang tampan rupawan lagi dingin itu sudah pergi. Namun harapan tinggallah harapan, karena Javier sudah bersandar di dinding sebelah lift seraya mendekap dompet Tanti di dadanya.

Tanti mengayunkan langkah dengan mantab ingin segera mengakhiri pertemuan dengan Javier yang kali ini terasa sangat berbeda. Terlebih mengingat ciuman tadi, seketika keringat dingin mengaliri sepanjang tulang punggungnya. Imbasnya pada tubuhnya yang sialnya sangat bahagia merasakan percikan energi itu kembali. Mengingatkan Tanti pada sesuatu yang sangat ia ingin kubur baik-baik hanya untuk dirinya. Sedikit lagi usahanya dan segera segalanya akan baik-baik saja.

"Berikan dompetku," pinta Tanti dingin, seraya mengulurkan tangan kanannya, telapak tangannya menengadah mendekat ke arah Javier.

Pandangan Javier yang semula menekuri paras wajah Tanti turun ke tangannya dan berhenti pada pergelangan gadis itu. Matanya menyipit tajam, ia tak mungkin salah melihat. Ada kiloid memanjang hampir tidak terlihat –seperti bekas sayatan- pada pergelangan bagian dalam Tanti. Javier ingat betul bertahun-tahun yang lalu luka itu tak ada di sana. Kulit putih Tanti yang pembuluh darah hijaunya bahkan tampak samar telihat saat ini tentu saja tidak bisa menutupi hal itu dari mata jelinya. Dengan segera tangannya terulur dan mencekal tangan Tanti. Menarik tubuh wanita itu sehingga kembali membentur dada bidangnya.

Kesiap kaget dan pekikan tertahan Tanti seketika membangkitkan sesuatu yang lama tak pernah dirasakan oleh Javier. Desiran nikmat dan berbahaya, tentu saja Javier tidak menyukai hal ini.

"Dari mana kamu dapatkan luka itu?"

Tanti melirik cengkraman Javier pada pergelangan tangannya dan ia baru tersadar jika pria itu ternyata tahu. Padahal selama ini ia sudah dengan sukses menyembunyikan salah bukti kesakitannya yang sempat berada pada titik nol dan merasa tak sanggup menahan segala beban hidup dunia fana.

"Bukan urusanmu!" ketus Tanti seraya berusaha melepaskan diri dari cengkraman Javier.

"Lepaskan adikku. Javier," ujar suara bariton tegas dari balik tubuh Javier.

Javier merenggangkan cengkramannya dan hal itu dimanfaatkan Tanti untuk melepaskan diri dan segera menyambar dompetnya dan pergi dari sana. 

Bali, 1 Februari 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top