Erantzun


"Yang Mulia, jasadnya telah ditemukan!"

Orman Hawthorne langsung berbalik dan memandang prajuritnya dalam diam. Sedetik berikutnya dia berjalan keluar dari kamar, mengikuti jejak prajurit yang memberitahu kabar padanya barusan. Saat dia tiba di ruangan utama istana, dia melihat sudah banyak prajuritnya yang berkumpul dan seorang wanita yang menangis.

"Di mana dia ditemukan?"

"Di dekat kandang kuda. Penjaga kuda yang menemukannya tadi."

"Anakku! Anakku, kumohon jangan tinggalkan Ibu!" suara wanita yang menangis itu terdengar sangat pilu.

"Sama seperti kejadian minggu lalu, jantungnya juga telah hilang," sang penasihat kerajaan memberitahukan kepada raja yang masih menatap mayat prajurit didepannya. "Kemungkinan pelakunya adalah orang yang sama."

"Szandor, aku yakin ini ulahnya."

Sang raja mengepalkan tangannya dengan kuat. Situasi sudah semakin gawat dan Szandor sudah bergerak cepat. Sang raja harus mengambil keputusan yang sulit untuk mengatur strategi. Demi kerajaan, demi takhta penerusnya dan juga demi putrinya.

"Kirim orang untuk menjemput Julio! Katakan padanya istana dalam situasi sulit!"

Ya, orang itu adalah harapannya sekarang karena semenjak awal dia dipersiapkan untuk ini. Dan saat semua orang masih berkumpul, Joanna masuk ke sana kemudian melihat mayat prajurit yang tergeletak. Dia langsung menutup mulutnya karena terkejut. Matanya melebar.

"Ayah, ada apa ini?" tanya Joanna masih dengan kekagetannya.

"Masuklah ke kamarmu. Ini hanya kecelakaan kecil," jawab Orman sambil berusaha untuk tenang.

"Kecil? Tidak, katakan yang sebenarnya padaku," tuntut Joanna sambil memohon. Orman Hawthorne tetap tidak membuka suaranya. "Bibi, apa yang terjadi pada anakmu?" tanya Joanna pada perempuan yang sedari tadi menangis di samping mayat putranya.

Sang wanita menatap mata Joanna dengan kesedihan yang amat sangat, tetapi dia tidak mampu berbicara. Joanna menarik kepalanya dan membiarkan wanita itu menangis di pelukannya. Dia tahu rasanya kehilangan seseorang yang sangat disayang. Rasanya sungguh tidak rela dan menyesakkan.

"Kubur dia dengan layak dan penghormatan."

Setelah mengatakan itu Orman Hawthorne berlalu dari sana. Joanna menatap punggung ayahnya yang terus menjauh. Dia harus tahu apa yang terjadi sebenarnya karena beberapa hari ini Joanna dikurung di dalam kamar, pasalnya karena minggu lalu dia keluar istana lagi. "Bi, katakan padaku apa yang terjadi," pinta Joanna.

➴➵➶

"Szandor sudah memasuki kawasan istana. Dua kematian prajurit dan tiga yang hilang cukup membuat istana terganggu. Si licik itu pasti sudah berada di dalam istana dan menyamar." Orman Hawthorne memijat pelan kepalanya sambil tatapannya terus menatap Julio yang berdiri di depannya. "Aku menarikmu dari tugas yang belum kau selesaikan. Mulai hari ini kau kunyatakan sebagai panglima perang kerajaan Mazahs. Tugasmu jelas untuk melindungi istana dan semua keturunan raja. Peresmian jabatanmu akan dilakukan besok," dia menghela napasnya kemudian berdiri mendekat ke arah Julio.

"Terima kasih dan akan saya laksanakan perintah Anda, Yang Mulia."

Orman Hawthorne berdiri tegak di depan Julio. Julio menunduk sebagai bentuk rasa hormat.

"Lindungi semua keturunanku dengan darahmu, terutama putriku, dia yang diinginkan mereka."

Sang raja menepuk bahu Julio beberapa kali dengan pelan, seolah itu dia lakukan untuk memberikan rasa kepercayaannya yang kuat terhadap Julio. Sementara Julio masih diam untuk mendengar kata-kata sang raja yang ingin disampaikannya lagi.

"Bunuh dia, musnahkan sekte pemuja setan dan para penyihir yang menginginkan putriku. Mintalah bantuan Khizr, dia punya armada yang kuat dan siap membantumu kapan saja kau butuh bantuannya," dia masih berdiri tegak menatap Julio. "Dan jika aku gugur nanti, bantulah pangeran Felix mempertahankan kerajaan," dia menarik napasnya pelan lalu menghembuskannya juga dengan pelan. "Dan putriku, jaga dia baik-baik sampai dia menikah nanti."

Setelah mengatakan itu sang raja membalikkan tubuhnya dan duduk kembali di tempat duduknya semula. Julio masih diam memcerna kata-kata sang raja dan dia harus menjawab semua kata-kata itu. "Akan saya laksanakan semua perintah Anda, Yang Mulia."

"Sekarang kau boleh keluar dan beristirahat."

Julio undur diri dari ruang pertemuan sang raja. Sang raja sendiri termenung sambil mengingat mimpi yang diceritakan Julio kemarin dan juga ramalan yang telah dilihat oleh peramal untuknya. Diam-diam dia takut ramalan itu akan benar-benar terjadi. Oleh sebab itu dia mempersiapkan semuanya sebelum terlambat.

➴➵➶

"Kenapa kau ada di sini? Bukankah kau baru akan pulang empat hari lagi?" tanya Joanna yang melihat Julio baru saja keluar dari ruangan ayahnya. "Apa yang terjadi?" tanya Joanna lagi.

"Tidak terjadi apa-apa, Tuan Putri. Maaf, saya permisi." Julio langsung melewati Joanna begitu saja.

"Aku tahu ada yang tidak beres! Katakan padaku!" tuntut Joanna sambil menghalang Julio yang hendak pergi.

"Saya tidak punya hak untuk memberitahu Anda. Jadi maaf dan permisi."

"Tidak! Kau tidak boleh pergi begitu saja!" marah Joanna. "Dan sudah kukatakan untuk memanggilku 'kau' aku tidak suka sebutan 'Anda' darimu!"

Julio tidak meladeni Joanna, dia terus saja berjalan menuju kamarnya. Melewati lorong-lorong besar dengan jendela horizontal. Joanna masih mengikuti Julio di belakang. Dia suka mengikuti langkah lebar Julio. "Mengapa Anda mengikuti saya, Tuan Putri?" tanya Julio masih dalam langkahnya.

"Kenapa? Kau tidak punya hak untuk melarangku. Lagi pula aku menuntut jawaban darimu mengenai pertanyaanku tadi."

"Anda bisa bertanya langsung pada Yang Mulia. Saya tidak punya hak untuk menyampaikannya pada Anda." Julio membuka pintu kamarnya. Namun, sebelum dia masuk, dia membalikkan tubuhnya dan berhadapan langsung dengan Joanna. "Anda tidak boleh masuk mengikuti saya." Julio membaca pikiran Joanna yang siap masuk ke kamar Julio.

"Tapi aku rindu padamu, kita bisa menghabiskan waktu berdua di sana." Joanna mengedipkan sebelah matanya untuk menggoda Julio. "Kau juga pasti rindu padaku sehingga pulang ke istana sebelum waktunya," entah dari mana datangnya kepercayaan diri Joanna yang menggunung itu.

"Tuan Putri, lekaslah kembali ke kamar Anda. Berbahaya bagi Anda berkeliaran tanpa pengawalan seperti ini." Julio membalikkan tubuhnya dan hendak masuk ke dalam kamarnya.

"Tapi lebih aman jika aku bersamamu!"

Julio membuang napas kesalnya. Dia memang diperintahkan untuk menjaga Joanna, tetapi gadis di depannya ini lebih terlihat mengganggu. Dia tidak habis pikir dengan diri Joanna yang terus menerus menggodanya padahal usaha itu tidak berhasil sedikit pun. Alih-alih membuat Joanna menjauh justru Julio menarik Joanna masuk ke dalam kamarnya. Joanna langsung tersenyum senang.

"Ah, akhirnya kau menyerah juga!"

Tapi senyum senang Joanna tidak bertahan lama karena Julio langsung keluar dari kamarnya dan mengunci Joanna di dalam. Joanna langsung berteriak dan memukul-mukul daun pintu. "Buka pintunya! Apa yang kaulakukan padaku!"

"Lebih baik Anda di dalam sana dan saya akan berjaga di luar sini. Saya akan membukakan pintu dua jam lagi, jadi jangan coba-coba untuk kabur. Saya tahu itu." Julio menarik kursi kayu lalu duduk di sana. Dia menyalakan lintingan rokok daun dan menyesapnya sambil melihat langit yang cukup mendung.

"Aku akan membuat peringatan padamu karena berani melakukan seperti ini kepadaku!" Joanna masih saja mengedor-gedor pintu, tetapi Julio tidak peduli. "Kau sudah benar-benar keterlaluan!"

"Ayah Anda yang meminta saya untuk menjaga Anda, jadi saya harap Anda terima semua ini."

"Aku menolaknya!"

"Tapi Anda tidak punya pilihan, Tuan Putri." Julio menghembuskan asap rokoknya.

"Kau brengsek! Tidak memberiku pilihan! Lihat saja, setelah aku keluar dari sini. Akan kupastikan kau diusir dari istana!" Joanna menendang daun pintu dengan keras, tetapi Julio tetap bergeming. Joanna langsung duduk di kasur kemudian membuang semua bantal yang ada di sana. "Benar-benar menyebalkan!"

Setelah rokoknya habis Julio mulai berdiri dari tempat duduknya, kemudian ia menempelkan telinga pada daun pintu. Dapat didengarnya Joanna yang masih bersuara. Tampaknya dia mengerutukan sumpah serapa untuk Julio. Julio kemudian pergi dari sana. Jelas tujuannya untuk mencari di mana keberadaan Szandor bersembunyi. Pria licik sepertinya pastilah sangat sulit ditemukan.

➴➵➶

"Dia sudah kembali ke istana."

Ayrus meniup asap yang menjadi tempatnya melihat istana dari dalam. Tangan ringkihnya memegang tongkat yang menjadi penopang untuknya berjalan. Dia kemudian menuju meja lalu mengambil beberapa bubuk di dalam toples tanah liat. Mencampurnya menjadi satu lalu memantrainya.

Sesaat setelah mantra diucapkan, dari dalam piring itu keluar asap hitam kecil lalu membesar, kemudian asap itu berubah menjadi seekor kucing hitam bermata hijau. "Menyusuplah ke istana. Cari informasi sebanyak-banyaknya tentang pria itu," dia meniupkan nyawa pada kucing itu, kucing hitam yang dia tiupkan nyawa mengeong pelan tanda dia akan melakukan perintah sang empunya.

"Ini menarik. Benar-benar sangat menarik!"

Dia tertawa membahana sambil berjalan menuju jendela. Dilihatnya kucing hitam tadi berlari melompati pepohonan dengan lincah. Dari kejauhan dia melihat istana yang berdiri kokoh. Sebentar lagi istana akan mereka kuasai. Itulah mimpi mereka semenjak dulu.

➴➵➶

Julio menuju kandang kuda tempat ditemukannya mayat pagi tadi. Dia mendekati semak-semak di belakang kandang kuda. Dilihatnya darah kering yang terpeta di rerumputan. Dia meraba rerumputan secara perlahan. Merasakan aura sang pelaku. Dipejamkannya mata sesaat dan diendusnya udara, tidak lama dari itu dia membuka mata. Julio mendecih kesal, Szandor berhasil menghilangkan jejak tanpa sempat ia baca.

"Nak."

Julio langsung menoleh begitu ada yang mengusiknya. Dilihatnya penjaga kuda yang sudah dia kenal. Sang penjaga kuda kemudian duduk di batu besar. Julio berdiri sambil memperhatikan sekitar.

"Semalam saat kejadian itu terjadi, kuda-kuda dibuat tertidur olehnya. Padahal aku tengah berbincang dengan prajurit lain tidak jauh dari kandang kuda," ceritanya. "Istana dalam situasi tidak aman. Para prajurit mulai merasa ketakutan."

Julio memilih untuk duduk di rumput sambil mendengarkan cerita sang penjaga kuda. Dia melipat kakinya dan kedua tangannya terulur ke belakang untuk menahan berat tubuhnya. Dia mendongak melihat langit yang masih mendung.

"Dulu sebelum kau datang, pernah ada beberapa prajurit yang dihasutnya. Mereka tidak pernah kembali lagi ke sini dan sepenuhnya menjadi budak Szandor. Aku mendengar dari balai desa beberapa waktu lalu, Szandor mengincar sang putri untuk tumbalnya," dia menghela napas sambil minum kopi yang tadi dia bawa. "Entah berita itu benar atau tidak, tetapi itu cukup serius. Sang putri yang baik hati serta cantik dan berdarah bangsawan adalah alat terkuat bagi Szandor untuk meningkatkan kekuatan ajarannya. Kudengar juga raja akan segera menikahkannya dengan pangeran dari kerajaan Nedlog," dilihatnya Julio yang tengah menatapnya serius.

"Itu semua demi kebaikannya. Dia sudah dewasa dan sudah sepantasnya menikah," komentar Julio hanya sebaris dan terkesan dia hanya sekadar bicara.

"Waktu kecil dia sering main ke kandang kuda dan memintaku mengajarinya berkuda. Dia sangat manis, mirip sekali ibunya. Kuda putih yang ada di kandang khusus itu adalah miliknya. Tidak terasa dia sudah tumbuh sebesar ini dan akan segera menikah," angin bertiup membelai rambut Julio yang masih memperhatikan sekitar.

"Tapi dia terlalu banyak bicara dan pengoda andal."

Franso tertawa mendengar kata-kata Julio.

"Dia menggodamu?" tanyanya masih geli.

"Ya, setiap kali dia melihatku," aku Julio jujur. Dia tidak punya sosok seorang ayah lagi, tapi Franso Deloire sepertinya cocok dia jadikan sosok ayah dalam hidupnya.

"Dia ramah dan ceria. Banyak prajurit yang jatuh hati kepadanya, tapi semua harus dikubur karena mereka tidak mungkin mendapatkan hati sang putri," dia masih tertawa. Perutnya yang besar bergoyang mengikuti suara tawanya. "Kau termasuk beruntung bisa digoda olehnya, prajurit lain berani bertaruh sang putri melakukan seperti itu kepada mereka."

"Dibanding beruntung, itu seperti sebuah siksaan."

Franso tertawa lagi. Julio merasa tidak ada yang lucu dari ucapannya, tetapi entah mengapa pria tua itu suka sekali menertawai ucapannya.

"Kau hanya terlalu kaku. Kau mungkin bisa menghalau godaan lain, tapi wanita, dia tercipta sebagai makhluk penggoda untuk pria. Itu hukum alam," dia menghabiskan kopi dalam sekali teguk terakhir. "Nikmatilah sedikit, itu keberuntungan untukmu."

Julio diam tidak menanggapi. Dia tidak tahu harus berbicara apa karena saat dia bicara, Franso akan menertawai ucapannya.

"Aku akan kembali ke dalam istana. Paman sebaiknya berhati-hatilah di sini."

Julio langsung berjalan menjauh. Franso menatap Julio lalu tertawa geli. Geli melihat Julio yang menurutnya terlalu kaku.

➴➵➶

Julio membuka pintu kamarnya. Dia langsung melihat kamar yang begitu berantakan. Bantal-bantal yang sudah bertebaran di lantai, selimut yang juga sudah berada di ujung ruangan, kursi yang sudah berbalik arah. Julio melihat Joanna yang berbaring di ranjang kamarnya. Sang putri tengah tertidur pulas dengan bantal yang menutupi wajah. Julio mendekat untuk mengambil bantal itu agar Joanna bisa bernapas dengan benar.

Saat tangan Julio terulur, Joanna dengan cepat menariknya. Julio cukup kaget beberapa saat dan dia sadar Joanna hanya pura-pura tidur.

"Kau benar-benar jahat! Bagaimana jika orang-orang mencariku!" dia memelintir tangan Julio dengan sekuat tenaga. Sama sekali tidak terasa apa pun bagi Julio. "Aku akan membuat perhitungan denganmu!"

"Tuan Putri, sebaiknya Anda segera ke kamar Anda. Saya akan mengantarkan Anda." Julio menarik tangan Joanna agar wanita itu berdiri. Tapi Joanna sama sekali tidak bergerak. "Apa perlu saya menyeret Anda?"

"Seret saja jika kau berani!" tantang Joanna.

"Baiklah jika itu mau Anda."

Julio siap untuk mengambil tangan Joanna yang satunya lagi, tetapi Joanna dengan gesit menghindar. Dia menyembunyikan tangannya di belakang tubuhnya yang berbaring. Dan dengan gerakan cepat pula Joanna menarik Julio untuk mendekat. Joanna tertawa geli karena berhasil menjebak Julio.

"Ayo mendekat lagi jika berani!" tantang Joanna.

Julio diam sambil memandangi Joanna dari dekat. Joanna yang dipandangi seperti itu langsung merasakan jantungnya berdetak keras. Harusnya dia tidak main-main dengan posisi seperti ini. Posisi rawan yang bisa mengubah dunianya dalam sekejap—meskipun katanya Julio kuat godaan.

"Apa yang kauinginkan dariku?"

Suara Julio yang dalam itu bergema dengan nyaring di telinga Joanna. Napasnya yang tenang juga membelai dagu Joanna. Namun, dia tidak boleh termakan jebakannya sendiri. Dia harus bisa mengendalikan diri. Dia hanya ingin bermain-main dengan Julio, tidak ada perasaan khusus yang akan terlibat, tapi dia suka jika Julio sudah memanggilnya 'kau'.

"Gampang saja, melihatmu menyerah," jawab Joanna sambil mengeluarkan tangan satunya dan menjalankannya di dada Julio.

"Jika aku menyerah. Apa yang akan kauberikan?"

"Apa yang kauinginkan?"

"Berhenti bertingkah seperti ini dan segeralah menikah."

"Permintaanmu aneh," tanggap Joanna yang mulai mengalungkan tangannya di leher Julio. Entah hanya perasaan Joanna atau memang benar adanya, jarak Julio dan dirinya semakin dekat. Dia bisa melihat dengan jelas bulu mata Julio perhelainya.

"Yang aneh adalah jika aku memintamu menikah denganku." Joanna mencengkram erat bahu Julio. Dilihatnya Julio tertawa, tawa mengejek. "Kau pilih mana?" tantang Julio.

Joanna merasakan jemari Julio yang kini berada di tengkuk lehernya. Mengelitik dan membuat bulu remangnya berdiri. Joanna menahan napasnya sebentar lalu dengan hati-hati dia embuskan. "Tentu saja tidak keduanya. Memangnya atas dasar apa aku akan melakukan permintaanmu!"

"Entahlah, suka mungkin."

Joanna tidak pernah menyangka Julio berbicara seperti itu. Ini sudah benar-benar gawat. Dia harus mengakhiri ini secepatnya sebelum semuanya menjadi kacau. Joanna berusaha mendorong dada Julio yang sedari tadi hampir mengimpit tubuhnya, tetapi pria itu tidak bergerak sedikit pun.

"Kau sendiri yang membuat jebakan ini. Jadi sekali kau masuk, tidak ada jalan keluar."

Joanna semakin mendorong tubuh Julio dengan sekuat tenaga. Tapi usahanya sia-sia. Dia harus ingat bahwa Julio itu adalah petarung, tenaga lemah sepertinya hanya akan dianggap belaian bagi Julio.

"Minggir, atau aku akan berteriak," ancam Joanna. Dia mulai terganggu dengan kelakuan Julio kali ini. Dia tahu, pastilah Julio tengah berusaha membalas semua perbuatan yang telah Joanna lakukan kepadanya.

"Sebelum kau bisa berteriak akan kupastikan bibirmu tertutup rapat!"

Mata amber itu membulat sempurna, tolong siapa saja! Selamatkan dia dari situasi ini. Ini tidak menguntungkan dirinya sama sekali. Justru dialah yang terjebak dengan jebakannya sendiri. Joanna tidak menyangka jika Julio bisa melakukan hal ini untuk membalasnya. Lalu Julio sendiri cukup senang mempermainkan Joanna, sekarang dia tahu kepuasan yang sering Joanna rasakan kala menggodanya. Mungkin benar kata Franso, dia harus menikmatinya dan merasa beruntung atas anugrah ini. Sesekali menikmati dunia bukanlah hal berdosa, terlebih dia sendiri yang datang mendekat.

"Jika kau berani melakukannya! Kupastikan kau akan segera ditendang keluar dari istana!"

"Aku bisa masuk lagi jika ditendang, aku punya kaki untuk berjalan."

"Kau akan diusir dari istana!"

"Akan aku buat raja tidak bisa mengusirku."

Joanna menampakkan raut wajah kesal. Dia kemudian dengan sekuat tenaga mendorong Julio dan kali ini berhasil. Julio terkekeh pelan dan Joanna dengan cepat berdiri lalu merapikan pakaiannya. Dia menatap Julio dengan tajam.

"Jangan senang dulu. Kau belum menang, Tuan Petarung!"

Joanna segera meninggalkan Julio yang masih duduk di ranjang kamarnya. Julio tertawa pelan mengikuti arah jalan Joanna. Joanna membanting pintu dengan keras sambil mengerutu. Julio sendiri langsung berbaring di kasurnya dengan senyum geli melihat wajah ketakutan Joanna yang tidak mampu dia sembunyikan.   

TBC...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top