BAB 3
Dunia di luar sana mungkin sedang tidak baik-baik saja sekarang. Terutama dunia Iron yang belakangan ini sifatnya agak berubah. Dia sering tampak lelah dan kuyu, tapi tetap selalu memperlakukan Lumi sebaik sebelumnya. Tak ada yang berbeda dalam hal itu.
Desas-desus yang Lumi dengar dari para asisten rumah tangga dan suster yang merawatnya, orang tua Iron terutama sang ayah sedang gencar meneror putra sulungnya untuk melanjutkan hidup. Dalam artian ... persis seperti yang beberapa waktu lalu Iron tuturkan padanya.
Dan gosip itu dibuktikan dengan kedatangan keluarga besar suaminya ke tempat tinggal mereka dengan dalih makan malam keluarga rutin yang sudah lama tidak dilakukan lantaran ketidakhadiran si sulung.
Rosaline, ibu Iron yang agak kaku tampil secantik yang Lumi ingat. Beliau sempat menyapa Lumi yang ternyata Iron bawa keluar kamar untuk ikut makan malam, seolah lupa tentang keadaan istrinya. Steel sekocak biasa. Tapi tidak dengan ayah Iron yang justru mendesah berat begitu ia melihat sosok Lumi sembari mengamatinya dari atas ke bawah. Tatapannya seolah mengatakan bahwa Lumi begitu ... mengecewakan.
Lumi berusaha untuk tidak sakit hati walau dadanya entah mengapa terasa begitu sesak. Setiap orangtua sudah pasti akan kecewa bila putra yang mereka harapkan lebih memilih mempertahankan wanita sinting sebagai istri.
Usai basa-basi yang entah mengapa terasa begitu kaku, mereka lanjut makan malam. Iron dan ayahnya tidak terlalu banyak bicara, lebih sering Steel yang justru bermonolog dengan riang gembira.
Lumi jangan ditanya. Ia diam, menatap kosong nyaris ke semua hal dan menerima setiap suapan dari Iron dengan patuh. padahal seharusnya ia membuat kekacauan agar keluarga Iron marah dan pada akhirnya Iron menyerah pada keputusan Tuan Hanggara yang duduk angkuh di sisi kepala meja makan.
“Jadi, bagaimana keadaan Aluminia sekarang?” Setelah sesi makan malam itu hampir berakhir, barulah ayah iron bertanya. Pertanyaan yang seharusnya diajukan sedari kadatangannya ke rumah ini, bukan saat beliau kenyang. Berhasil membuat keadaan ruang makan mendadak sunyi. Steel otomatis menghentikan ocehannya. Rosaline menurunkan kembali sendok terakhir berisi penuh yang siap ia suapkan ke dalam mulut. Iron batal memotongkan sedikit laut untuk Lumi.
Semua terdiam sejenak sebelum kemudian mendongak, menatap sang kepala keluarga serempak. Dan seakan-akan sedang tidak bertanya apa pun, Subhan Hanggara dengan santai mengambil gelas tinggi berisi air mineral yang sudah tinggal separuh untuk beliau minum dengan khidmat.
Iron tampak menelan ludah, lantas berdeham. “Seperti yang Papa lihat. Dia sangat baik.” Tepat satu detik sebelum Lumi mengambil satu potong besar ayam dari tengah meja dengan tangannya dan memakannya seperti gembel kelaparan. Merusak kesan baik yang sedari awal ditampilkan.
Dan suasana di meja makan kembali sunyi. Semua menatap istri Iron yang bersendawa keras jenak kemudian sebelum tertawa-tawa dan menduselkan kepala ke bahu sang suami dan melumurkan paha ayam yang belum habis di tangannya ke kemeja abu pudar yang malam itu Iron kenakan, di bawah pengamatan tiga pasang mata yang menatapnya penuh arti.
“Baik, ya,” ulang Subhan lamat-lamat tanpa mengangkat pandangan dari Lumi. Rahang lelaki yang tahun ini menginjak usia enam puluh tahun itu mengencang, menunjukkan ketidaksepakatan dengan jawaban sang putra. “Dia lebih dari sekadar baik-baik saja. Justru Papa merasa kamu yang sakit di sini.”
“Pa!” Rosaline yang Lumi kenal memang tidak suka keributan, berusaha menegur. Beliau menatap Iron dengan sorot memohon pengertian akan sikap sang ayah. Steel mencari posisi aman dengan terus lanjut makan, tapi sesekali mencuri pandang dan menajamkan pendengaran.
“Dia gila, Rose.” Subhan menandaskan sisa air dalam gelas tinggi yang belum dikembalikannya ke atas meja sampai tetes terakhir, lantas meletakkan benda itu lagi ke tempat semula setengah membanting. “Mungkin itu efek karena terlalu lama mengurus wanita sinting!”
Iron menjauhkan kepala Lumi yang masih tertawa dari bahunya, mendudukkan seperti semula dan melepaskan paha ayam dari tangan wanita itu, lalu meletakkan di atas piring makan sendiri yang baru habis separuh. Ia lantas mengambil tisu di tengah meja untuk membersihkan bagian kemejanya yang kotor. Tak ada sedikit pun riak kemarahan di wajah itu. Masih tampak begitu tenang, terlalu tenang. Permukaan tenang yang Lumi tahu begitu menenggelamkan.
Lumi memang jahat. Seharusnya dia bersikap baik demi iron. Tapi untuk apa? Semua orang di ruang ini menganggap dirinya gila. Semua orang yang mengenalnya juga beranggapan sama. Dan mungkin saja mereka semua benar.
Jadi untuk apa menampilkan yang sebaliknya?
Saat kemejaanya tampak lebih baik, Iron mengangkat pandangan, menatap langsung sepasang bola mata cokelat gelap sang ayah dengan berani. “Dulu, Papa yang memaksaku menikahinya.”
“Itu karena kesalahan kamu sendiri. Kamu menghamilinya. Anak yang mati-matian kamu sangkal, tapi benar-benar terbukti darah daging kamu. Apa Papa salah menuntut kamu bertanggung jawab saat itu? Terlebih, kamu menghamili calon saudara ipar kamu sendiri!”
“Lalu, kenapa sekarang Papa malah memaksaku meninggalkannya?”
“Kamu masih bertanya?!” pekik Subhan geram. Urat-urat lehernya bahkan sampai menonjol keluar. “Dia. Gila!” Beliau menunjuk Lumi dan berkata penuh penekanan. Steel yang sedang makan bahkan sampai tersedak, tapi tak ada satu pun di sana yang mau repot-repot mengambilkannya air atau sekadar menepuk-nepuk pelan pundak si bungsu.
“Dia hanya sedang sakit karena kehilangan putri kami.”
“Oh, jadi sekarang kamu mengakui bahwa dulu kalian memang berzina di belakang Cinta?”
Iron tidak menjawab.
“Padahal dibanding Cinta, dia tidak ada apa-apanya, Iron! Tapi percuma membahas itu sekarang. Cinta sudah jelas tidak akan mau lagi sama kamu. Lebih baik kamu mencari wanita lain saja. Papa bisa carikan kalau kamu mau.”
“Tolong jangan membicarakan wanita lain di depan istriku, Pa. Dan jangan pernah bandingkan dia dengan wanita mana pun.”
Subhan tercengang. Begitu juga Lumi yang entah mengapa jadi ingin menangis mendengarnya.
Tidak pernah, selama ini tak pernah ada yang bisa membela Lumi seberani itu. Hanya Cinta. Tapi, Cinta adiknya. Wajar saja. Iron benar suami Lumi, tapi pernikahan mereka berbeda.
Lumi ingat betul cara Iron memperlakukannya dulu. Kasar. Nyaris tidak manusiawi.
Namun, kini?
“Kamu berkata seolah dia akan mengerti percakapan kita!”
Iron melirik istrinya sekilas. “Dia bisa saja mengerti,” katanya dengan lebih pelan.
Punggung Lumi mendadak dialiri rasa dingin. Ia mencengkeram bagian bawah dress putih yang dikenakannya. Iron ... dia tidak mungkin tahu bahwa Lumi hanya berpura-pura gila, kan?
Tidak. Tidak mungkin.
“Kalau pun begitu, Papa juga tidak peduli. Papa hanya mau kamu melanjutkan hidup dan tidak menyia-nyiakan masa depan dengan seorang yang hanya akan menjadi beban.”
“Aluminia bukan beban.”
“Kamu tidak harus menceraikannya, Iron.” Rosaline, yang sebelumnya memilih diam kini ikut bersuara. “Kamu punya posisi yang bagus. Dari keluarga yang cukup diperhitungkan. Jadi--”
“Mama mau aku poligami?” tandas Iron lelah. Lelaki itu menyandarkan tubuhnya yang mulai agak kurus ke punggung kursi, ekspresi wajahnya menunjukkan betapa bosan ia dengan pembahasan ini.
“Kenapa? Laki-laki boleh melakukan itu.”
“Masih ada Steel,” ujar Iron, berhasil mengundang perhatian adiknya yang langsung melotot, tak terima dirinya diikutkan dalam perdebatan. “Masih ada dia yang bisa melanjutkan garis keturunan keluarga kita kalau memang pada akhirnya aku gagal.”
“Kamu pikir kami sepicik itu?” Suara Subhan masih tidak santai. Beliau menyugar rambutnya dengan gerakan tak sabaran. Sama lelah dengan si sulung. “Yang Papa dan Mama pikirkan bukan hanya tentang penerus Iron, tapi kamu. Diri kamu. Kesehatan kamu. Apa keadaan Aluminia yang sekarang memungkinkan kebutuhan biologis kamu terpenuhi? Atau kamu menyewa wanita lain di luar sana? Papa tahu kamu sebejad apa dulu. Kamu tidak mungkin selibat selama ini.”
Lumi mengambil tisu dan dirobek-robeknya. Terus begitu dengan daun telinga yang dilebarkan.
Subhan sama sekali tidak keliru.
“Sayangnya, aku memang selibat.”
Suara tarikan napas tajam Subhan terdengar. Lumi sejenak menghentikan gerakan tangannya yang merobek tisu. Steel dan Rosaline bertukar pandang sekilas sebelum dengan serempak menatap Iron prihatin.
Lumi ... ia benar-benar merasa menjadi wanita paling laknat di atas muka bumi.
“Iron, kamu--”
“Aku mencintainya, Pa. Tolong mengerti. Dan aku yakin, cepat atau lambat, Aluminia akan kembali seperti semula. Dia hanya ... mungkin dia hanya butuh waktu berkabung lebih lama atas kehilangan Pelita.”
“Kamu yakin benar-benar mencintainya? Bukan rasa bersalah karena sudah memperlakukannya dengan buruk di awal pernikahan kalian?”
“Entah ini cinta atau hanya sekadar rasa bersalah, yang pasti aku tidak ingin menukar atau memadunya dengan wanita mana pun.”
“Tapi, Iron--”
“Sudah malam. Waktunya Aluminia tidur.” Iron bangkit berdiri. Ia mengambil beberapa lembar tisu dalam genggaman istrinya dan membersihkan hasil cabikan wanita itu sebelum kemudian menarik Lumi berdiri dan membawanya pergi menuju kamar mereka di dekat tangga.
Lumi sama sekali tidak memberontak. Terlalu syok dan tidak percaya akan pengakuan Iron di depan seluruh keluarganya.
Hati kecil Lumi menolak percaya kalau benar cinta yang Iron rasakan. Sialnya, dia sedikit berharap.
Mendudukkan Lumi di depan meja rias, Iron mengambil selembar baju tidur untuk wanita itu dan membantunya berganti pakaian tanpa canggung. Begitu selesai, Iron menyisir rambutnya dan menggendong Lumi ke atas ranjang sebelum berganti pakaian sendiri.
Iron tidak keluar lagi dari kamar. Ia lebih memilih menemani Lumi rebahan sambil menceritakan keseharian di kantor sampai akhirnya Lumi pura-pura terlelap, barulah laki-laki itu berhenti dan membetulkan selimut mereka. Lantas ikut tertidur.
Mendengar dengkur pelan Iron, Lumi kembali membuka mata. Perasaannya masih kacau. Mungkin, malam ini ia akan kesulitan tidur lagi.
Jadilah ia mengubah posisi berbaringnya menyamping, menghadap Iron. Mengamati wajah lelaki itu dengan seksama.
Iron bilang ... dia mencintainya. Mencintai seorang Aluminia yang gila. Wanita jahat yang sudah berhasil memisahkannya dari Cinta.
Kalau memang benar demikian, sisi Lumi mana yang Iron cintai?
Mengangkat tangan ke udara, Lumi tidak bisa menahan diri untuk tak menyusuri hidung iron yang lurus tinggi.
Iron memiliki rahang lebar yang dihiasi cambang halus. Bulu mata jarang-jarang tapi alisnya sangat lebat. Saat matanya tertutup, dia bagai bocah tak berdosa. Dan saat kelopaknya terbuka, telaga bening sewarna madu akan tampak di sana.
Telaga bening yang kini benar-benar terbuka menatapnya. Sukses menghentikan gerak tangan Aluminia yang kini sedang berkelana di atas bibir lelaki itu. Juga detak jantungnya yang mendadak terhenti.
Iron. Dia belum tidur.
***
Maaf ya, lama. Di duta lagi sibuk, Cah ...
03 Agustus 2022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top