Bab 9
Suasana menegang ketika meja itu tergeser jauh karena angin yang semakin kuat. Baik Reyna maupun Roy hanya bisa menahan diri mereka agar tidak terbang terbawa arus.
"Apa yang harus kita lakukan, Reyn?"
Gema itu kembali kekikikkan, Ridho yang berada di lantai atas pun mendengarnya dengan jelas. Sementara yang lainnya, Afsari, Nurul, serta Andre pergi ke kamar orang tua Andre.
"Mbak hantu, itu bukan suara lo, 'kan?" tanya Ridho mencoba mendekat, tetapi ketakutannya menghalau. Dia maju mundur tidak jelas. Hantu itu juga tidak merespon apapun.
Kembali ke Reyna, dia memperhatikan sekitar, mencari dimana keberadaan hantu itu. Mulutnya membaca sebuah mantra. Rambut silvernya berterbangan melayang.
"Shu xie Shabb tuh, Ha!"
Tiba-tiba angin itu berhenti. Suara kekikikkan juga tidak terdengar lagi. Keadaan kembali tenang sesaat, sebelum hantu tiba-tiba muncul di pundak Reyna dan hendak menusuknya dengan tulang lancip.
"Reyn!" Roy respon melompat sesaat setelah serangan itu. Mereka jatuh dan saling menindih, Roy berada di atas Reyna.
"Roy, apa yang lo lakuin?" tanya Reyna yang tak mengerti dengan tindakan Pemuda itu barusan.
"Hantu itu hampir nyerang lo, tadi," balasnya dengan posisi yang sama. Kemudian Reyna memutar bola matanya yang terlihat sedikit malu, menyadarkan Roy posisi mereka saat ini. Roy segera berangkat disusul dengan Reyna yang membersihkan baju sekolahnya.
"Kenapa lo cuma diam pas hantu itu mau nyerang lo, Reyn?"
"Itu cuma halusinasi, Roy. Angin barusan membawa sebuah kutukan yang membuat korbannya melihat hal-hal aneh."
"Coba seandainya lo cerita lebih awal." Roy malu sendiri. Dia telah bersikap ceroboh tanpa ia sadari.
"Nggak ada waktu. Gue kudu nyegel hantu itu, tapi dia malah ngeluarin angin terkutuk itu. Dan tadilah resikonya. Hantu itu berhasil ngebuat lo mengacaukan ritual. Untunglah gue sudah mengantisipasi hal ini."
"Maksud lo?"
Reyna mengocek saku celananya dan mengeluarkan bawang bombai kotor, bercampur dengan tanah. Roy menaikkan alisnya tak mengerti.
"Bombai? Buat apaan?"
"Nangis!"
"Hah?"
"Cepetan!" perintah Reyna yang mengupas perlahan bawang itu. Mengeluarkan aroma yang tak sedap dan membuat mata panas seketika. Keduanya pun tak sanggup menahan genangan air mata dan mulai membasahi pipi mereka.
Reyna mengambil gelas yang separuh pecah akibat angin sebelumnya, dan menampung air mata.
"Tahan air mata lo, setiap tetes itu berharga." Reyna berbicara dengan wajah mewek, agar air matanya lebih banyak keluar.
"Hiks, ginian tuh buat apaan sih, Reyn? Buat ngebujuk hantu itu biar keluar dari rumah ini?"
"Sttt, diem aja napa. Nih, cepat gih, kumpulin air mata lo." Reyna memberikan gelas itu ke Roy.
Roy memeras matanya agar beberapa tetes air mata jatuh ke dalam gelas itu. Setelah beberapa tetes, Reyna mengambil kembali gelas itu dengan cepat. Roy bahkan terkaget.
Karena tak ada sendok, Reyna mengaduk air mata itu dengan jarinya. Kemudian memoleskannya ke pelipis mata. Alhasil, dia melihat hantu itu bergelantungan di langit-langit ruangan sedang memperhatikan mereka.
"Lo mau liat sosoknya yang sebenarnya, gak?" tawar Reyna ke Roy.
"Sosok? Hantu itu? Enggak deh, Reyn, gue takut liat gituan."
"Oh ya udah, kalo gitu pegang ini." Reyna memberikan kembali gelas itu. Dia maju beberapa langkah dan hantu tadi pun turun dengan santainya.
"Hebat! Kau adalah Indigo kedua yang berhasil menemukan cara untuk menangani angin terkutuk itu."
"Gue nggak butuh pujian dari hantu kayak lo. Sekarang ceritakan asal usul lo dan kenapa mengganggu keluarga ini?"
"Haha! Berani sekali dirimu menanyakan hal semacam itu kepadaku?!"
"Gue nggak takut sedikitpun sama lo. Jadi, jangan katakan hal yang membuang-buang waktu."
Lagi-lagi, dalam pandangan Roy, Reyna berbicara sendiri. Roy tau Reyna sedang berbicara dengan arwah, tetapi bukannya gawat jika secara tiba-tiba Reyna di serang dan dia tidak bisa apa-apa.
"Mana penunggumu, anak muda?"
"Aku tak punya," jawab Reyna datar.
"Itu tidak mungkin! Indigo tak akan bisa hidup tanpa penunggu batinnya."
"Bisa! Buktinya diri ini."
"Kau—?!"
DEG!
Hantu itu langsung melihat ke arah kanan, matanya menbulat besar dan tubuhnya tiba-tiba menjadi lemas.
"Begitu! Aku sudah tau. Baiklah, kau ingin aku pergi dari sini, 'kan?"
Reyna tak paham. Kenapa dia mendadak menurutinya begini. Memang benar dia hanya ingin hantu ini pergi, tetapi Reyna takut dia akan menyusahkannya lagi suatu hari nanti. Jadi, Reyna akan menghapus arwahnya.
"Reyn, tangkap!" teriak Afsari dari jauh. Dia melempar sebuah sisir emas yang terlihat kuno. Reyna menangkapnya.
"Gue awalnya ingin lo cuma pergi dari sini. Tetapi karena tawarannya besar, gue terpaksa menghapus keberadaan lo."
"Jangan! Jangan!"
"Selamat tinggal!"
Reyna hendak menancapkan ujung sisir lancip itu ke kepala Nyonya tadi, namun seketika muncul sesosok hantu gadis yang menahan pergelangan tangannya.
"Ja-jangan saki-ti, Ib-Buku. Kak-Kami akan se-segera pergi dari si-sini," katanya dengan nada halus, dan sedikit gagap.
Reyna menghentikan aksinya. Entah kenapa dia mendengarkan omongan dari hantu itu.
Ridho segera turun ke lantai bawah dan menemukan Reyna yang tengah berhadapan dengan hantu tadi.
Pantes ae ngilang, rupanya mau duel sama Reyna.
"Baik, silahkan pergi."
"Ib-Ibu? Mar-Mari ki-kita pergi." Hantu itu memeluk sang Nyonya dengan sebuah senyuman di bibirnya.
Kemudian secara perlahan, arwah itu menghilang bagaikan debu, begitu juga dengan Nyonya yang seketika pingsan dan terjatuh ke tanah. Sisir yang Reyna genggam pun tiba-tiba mencair menjadi darah busuk disertai dengan ulat putih.
"Mama!" Andre langsung berlari ke arah ibunya. Dia meletakkan kepala Ibunya pahanya. Dia menatap sedih wajah Ibunya yang terlihat sangat pucat.
"Dia mungkin akan bangun keesokan harinya. Aku ... ijin pamit." Reyna berlari seketika meninggalkan rumah putih besar itu.
Ada apa barusan? Kenapa hantu itu mendadak menjadi ketakutan san memutuskan untuk menyerah? Dia seolah ingin kabur seketika setelah menyadari sesuatu. Apa itu?
Arwah perempuan itu juga awal mulanya tidak mengeluarkan ancaman apapun, tetapi ketika dia memegang tangan Reyna, ada sensasi terbakar di pergelangannya. Banyak hal yang masih diluar kuasa Reyna. Dia sangat kesal dengan kenyataan itu. Selama ini, dia sudah merasa cukup puas dengan kemampuannya, tetapi ternyata masih banyak hal yang tidak Reyna ketahui. Meski sudah sudah setiap hari melihat arwah, nyatanya itu hanya sebagian kecil dari dunia Gaib.
Reyna harus belajar lagi! Benar, Reyna harus mencoba hal yang lebih berbahaya lagi jika ingin mendapatkan pengetahuan baru tentang dunia Indigo. Reyna semestinya bisa mengatasi semua arwah yang ada di alam ini. Tak ada alasan Reyna untuk kalah.
"Reyn!" Seseorang mengejar Reyna dari belakang.
***
Hallo, Horrores, kita ketemu lagi. Apa kabarnya? Masih sering diteror sama hantu? Haha, canda ya. Oh iya, kalian bisa tebak nggak siapa yang menyusul Reyna? Jawab di kolom komentar ya. Aku tunggu.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top