Bab 20
"Reyn, udah belom sih?! Gue kebelet nih!" Ridho menggedor-gedor pintu kamar mandi yang sedang dipakai oleh Reyna.
"Apasih!" teriak Reyna dari dalam. "Gosah ganggu napa? Gue lagi keramas nih."
"Bodoh amat! Perut gue mules Reyn! Gue...." Dari pantat Ridho, ia mengeluarkan angin kencang yang membawa sejuta bakteri jahat.
"Iuu, lo kentut barusan?" Roy yang berada tak jauh dari sana, langsung menutup hidungnya agar tidak menghirup aroma yak mengenakan itu.
"Diem lo!" Ridho benar-benar tak bisa menahannya lagi. "Nih rumah kecil banget sih, ya kali toilet sama kamar mandinya satu ruangan!" Dia menggerutu.
Pintu terbuka, terlihat Reyna yang mengenakan handuknya di badan. Satunya lagi di kepala, menutupi rambut silver basahnya.
"Minggir-minggir!" Segera dia masuk dan menutup pintunya dengan kasar. Reyna hanya menggelengkan kepalanya tanpa rasa bersalah sedikitpun.
"Ada-ada aja tuh anak."
Reyna berjalan ke arah Roy yang sedari tadi menyiapkan sarapan mereka. Pagi ini, mereka akan berangkat ke rumah nenek Reyna. Perjalanannya cukup jauh, itu sebabnya mereka mulai bersiap sejak pagi.
"Roti sama selay lagi?" tanya Reyna. "Yakin nih bakal cukup?"
"Ya nggak," balas Roy cepat. "Cuma ini yang ada di kulkas. Lo sih, mau cutinya dadakan. Untung aja sekolah ngijinin."
"Ya kan awalnya gue mau pergi sendiri, kalian sendiri yang nawarin diri pengen ikut."
Roy diam sesaat. "Karna kami gak mau lo sampe kenapa-kenapa, Reyn." Nadanya sedikit lembut. Reyna yang menyadari perubahan itu pun langsung memandang Roy.
"Jangan terlalu khawatir, tempat nenek gue itu, paling damai loh."
"Tetep aja." Roy menghentakkan selainya ke meja dengan sedikit kasar, lalu memandang Reyna cepat. Ia merasa gadis itu tak mengerti, resiko apa yang akan dia terima jika pergi seorang diri.
"Roy...."
Roy segera tersadar dan mengalihkan pandangannya. "Maaf, keknya respon gue terlalu berlebihan."
"Gue juga minta maaf, harusnya gue lebih menghargai kehadiran kalian."
Setelah mengatakan itu Reyna segera pergi dari sana dan memasuki kamarnya.
Reyn, seandainya lo lebih peka sama keadaan....
Semuanya telah masuk mobil kecuali San, dia mengunci pintu rumahnya dan meletakkan anak kuncinya di sebuah koper kecil yang membutuhkan sandi untuk membukanya.
"Gas!" kata San setelah dia masuk mobil.
Roy segera melajukan mobilnya, memulai perjalanan panjang. Saat siang hari, dia mengisi bensin di SPBU terdekat, lalu berisitirahat dan makan di restoran yang mereka sepakati.
Berbagai macam bentuk hidangan ada di depan mereka. Mulai dari makanan panggang, salad, sampai ke susi.
"Yok makan." Ridho memulai lahapan pertamanya dengan paha ayam.
Semuanya makan, tanpa terkecuali. Setelah makan, mereka beristirahat sejenak sebelum kembali memulai perjalanan.
"Perjalanannya masih berapa lama sih?" tanya Ridho disela makannya.
"Kalo lancar satu jam lagi, kalo macet bisa sampe tiga jam an," jelas Roy yang sedang melihat rute via gmaps di gawainya.
Ridho mengangguk mengerti. "Kalo gitu, yok berangkat, sebelum macet."
"Udah terlambat, jalan utamanya macet parah. Gue lagi nyari rute lain nih."
Mendengar kata Roy barusan, San segera membuka laptopnya dari tas dan mulai berkutik di depan layar.
"San, lo mau ngapain?" tanya Roy.
"Cari rute lain. Mungkin butuh waktu yang cukup lama, karna desa itu memungkinkan belum pernah di capai oleh gmaps. Reyn, ada nama khusus daerahnya gak?"
"Nama khusus daerah ya?" beo Reyna sedikit mengingat. "Kalo gak salah, desa itu disebut desa Senyuman."
Segera San mengetik kata tadi ke kolom pencarian dan men-klik enter pada keyboard dan hasilnya pun langsung keluar.
San menganalisis, dia melihat-lihat dan membandingkan seluruh rute yang ada. Waktu berjalan cukup lama, hingga akhirnya San membalik laptopnya ke hadapan Reyna dan kawan-kawan.
"Gimana?" tanya Ridho yang tidak melihat ke arah laptop.
Semuanya pun memandangnya dengan mata yang sinis. Dengan polosnya dia menaikkan bahunya, seolah tak mengerti.
"Liat dulu makanya!" ucap Roy dengan nada kesal.
"Lah, apaan sih. Gue kan cuma nanya."
"Kek anak kecil lo, Rid. Dewasa dikitlah."
"Lah, kok ngatur?!"
Reyna menggebrak meja makan mereka. "Kalian tuh ya! Gak malu sama pelanggan lain? Heran gue, ribut mulu."
"Udah, Reyn, udah." Nurul mencoba menenangkan temannya itu. "Kalian berdua juga ya. Udah dong Tom & Jerry nya. Cape tau ngelerainya."
"Dia dulu yang mulai!" Ridho menunjuk Roy dengan wajah yang cemberut.
"Udah!" Nada Nurul sedikit naik. Tak biasanya begini.
Ridho yang menyadari jika Nurul juga memusuhinya memiliki untuk diam dan menghentikan protesnya. Biarlah mereka diskusi, Ridho sudah tak peduli mau dibawa kemana perjalanan ini.
"Lanjut, San."
Mendengar perintah Reyna, San pun bersiap untuk menjelaskan. "Oke, buat sampe ke desa tujuan, atau desa Senyuman. Kita perlu melalui rute hutan di sebelah sini. Jaraknya memang cukup tau, tetapi tidak banyak kendaraan yang lewat sana."
San menghela napas sebelum melanjutkan. "... Mulai dari sini, sinyal bakal melemah dan mau tak mau kita harus menghapal rutenya tanpa bantuan gmaps."
"Mantap," puji Reyna.
"Tunggu dulu, Reyn, masalahnya rutenya sedikit rumit bahkan cenderung kusut. Jalannya banyak perempatan dan jika salah jalan, kita bisa tersesat entah kemana. Ditambah lagi, tidak ada foto apapun dari Gmaps. Kita bahkan tak dapat gambaran seperti apa jalannya."
"Kalo masalah itu, kalian tenang aja. Ingatan gue masih kuat. Mari mengandalkan ingatan gue."
Mereka saling melihat, dan mengangguk setuju kecuali Ridho. Dia bersikap acuh tak acuh dan hanya memakan makanannya secara perlahan.
"Kenapa tuh anak?" bisik San di telinga Roy.
Roy pun membalas. "Biasa, merajuk paling."
San pun hanya mengangguk perlahan dan memaklumi hal tersebut. Setelah bersepakat, semuanya bersiap berangkat. Roy pun pergi ke meja kasir dan memberikan kartu ATM ke kasir tersebut. Sang kasir menggesek kartunya pada mesin dan mengembalikannya sambil merapatkan tangannya di dada.
"Terima kasih, selamat datang kembali."
"Ya..." Roy pun pergi dari sana.
Semuanya telah berada di dalam mobil, saat ini tengah mengambil jalur berbeda dan memasuki rute hutan. Jalannya sepi, banyak tanaman liar dipinggir aspalnya. Sinar matahari juga tidak begitu terang karena terhalang dedaunan lebat dari pohon-pohon besar yang ada di sepanjang jalan.
"Pantes gak ada yang mau lewat jalur ginian, hutannya aja nyeremin gini. Mana sepi banget lagi." Afsari memberi pendapatnya tentang rute ini.
"Yah, mau gimana lagi," jawab Roy yang memegang kendali mobil. "Cuma ini jalan satu-satunya. Gak mungkin juga kita lewat jalur umum, kan?"
"Reyn gimana? Ini kira-kira masih jauh gak sama desa nenek lo?" tanya Afsari mengalihkan pandangannya ke Reyna. Tetapi sayangnya gadis itu malah tertidur pulas di sandaran kursi mobil....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top