Bab 18

Reyna tiba-tiba pingsan, Roy segera menangkap tubuhnya yang mulai terjatuh. Dia tau, gadis itu sudah berada di alam yang berbeda.

"Semoga tidak terjadi hal-hal yang buruk."

***

"Ikut aku," kata si mahkluk gaib penunggu kubuk itu.

Reyna berjalan santai, membututinya di alam gelap gulita itu. Mereka terus saja berjalan sampai akhirnya terlihat sebuah cahaya terang yang sedikit menyilaukan.

"Apaan nih?"

"Kilas masa lalu," jawabnya santai. "Sebagian ingatanmu di kunci oleh seseorang."

"Ingatanku dikunci orang tuaku."

Dia tiba-tiba menoleh.

"Dan kau diam saja?"

Reyna berjalan maju, melewati makhluk tadi. "Memangnya kenapa? Apa gue harus melihat ingatan yang sudah susah payah di kunci orang tuaku?"

Makhluk tadi melihat ke arah cahaya itu. Tatapannya tak berekspresi. "Kalau begitu, mau kuberi sedikit bocoran, apa yang disembunyikan orang tuamu?"

"Memangnya kau siapa?!" Reyna berteriak keras. Badannya perlahan melemas dan mati rasa. "Apa yang—"

"Kemampuan indigomu hanya seperti pisau tumbul bagiku. Bukankah kau menyadari hal itu?"

Sial! Badan gue ngak bisa digerakkin sama sekali.

Makhluk berbalik arah dan mendekat ke arah Reyna. "Kau mungkin bertanya-tanya kenapa aku melakukan hal ini, padahal tidak ada hubungannya denganmu. Namun—"

"Kenapa?" tanya Reyna lirih, pandangannya tertunduk. "Oi, gue pengen dengar jawabannya, tau."

"Diamlah!"

Makhluk itu memegang ubun-ubun Reyna dengan jari dan kukunya yang panjang. Reyna tiba-tiba sesak napaa dan tak bisa berpikir, sedetikpun.

Pikirannya kacau, macet, bahkan ia sampai lupa untuk bernapas. Potongan demi potongan mulai terkilas dari ingatan Reyna. Makhluk itu memaksa membuka kunci ingatan itu. Meski segelnya sangat kuat, bukan berarti dia tak sanggup.

"AHH!!!"

Reyna menjerit kesakitan, dia meraung kuat, hingga akhirnya tiba-tiba semuanya senyap. Bahkan dia tak bisa mengeluarkan gema suaranya.

Tak lama, terdengar semua tangisan di balik pintu yang sejak kapan ada di hadapan Reyna.

Pintu? Pikir Reyna. Coraknya seperti tidak asing...

"Syukurlah, kamu berhasil melakukannya sayang." Terdengar suara dari dalam pintu itu.

Karena penasaran, Reyna perlahan mendorongnya dan terlihat ruangan sempit yang disinari obor api di segala sisi sudutnya.

Ini jaman kerajaan? Tidak, bahasanya terdengar tidak begitu. Berarti, perdesaan?

Terlihat seorang nenek yang bungkuk mengendong bayi merah baru lahir itu. Bayi mungil itu lahir dengan kulit yang hitam legam. Reyna sedikit terkejut dan berpikir itu adalah anak yang cacat. Hingga dia melihat bayi yang satunya lagi. Mereka kembar....

Bayi yang satunya sudah ada di rangkulan Ibunya yang terlihat lemas dan tak berdaya akibat melahirkan. Sang suami mengelus rambut panjang istrinya yang penuh dengan keringat.

"Sayang, bayi kita kembar, tapi...." Sang suami tampak takut membicarakannya.

"Dia cacat ya? Sudah kuduga," jawab ibu itu santai. "Apakah mbah sudah membawanya?"

Suaminya menjawab iya dengan pelan. "Maafkan Ayah ya, Nak. Berkorbanlah untuk saudaramu."

Kemudian, ruangannya itu perlahan menghilang, seperti air yang terkena percikan batu. Reyna yang sedari tadi hanya mengamati mereka, terkejut dengan peristiwa itu.

"Bagaimana?" Entah dari mana makhluk gaib tadi muncul. Dia sudah ada di dekat Reyna.

"Gue gak paham maksudmu."

"Hem, sepertinya memang dirimu tidak berniat mencari tau ya. Baiklah, kau boleh pergi jika begitu. Aku tak ingin menghabiskan energiku hanya untuk muncul di hadapan gadis pengecut yang bahkan takut untuk melihat kilas masa lalunya."

Belum sempat Reyna menjawab, makhluk itu sudah menjentikkan jarinya dan seketika kesadaran Reyna lenyap. Begitu dia membuka mata, terlihat Roy yang masih merangkulnya.

"Kita masih ada di...." Reyna perlahan bangun, tetapi kepalanya sangat sakit.

Mungkinkah ini efek dari energi gaib makhluk itu?

Reyna melihat sekitar, tak ada makhluk gaib itu. Hawa keberadaannya juga hilang begitu saja. Namun, apa tujuannya memaksa Reyna melihat ingatan masa lalu?

"Reyn, lo gak papa?" tanya Roy saat melihat Reyna memegang kepalanya, kesakitan.

Reyna menenangkannya, dia mengangguk beberapa kali untuk menjawab pertanyaan khawatir dari Roy.

"Syukurlah. Bagaimana? Apa yang terjadi di alam lain?" tanya Roy sedikit penasaran.

"Tidak ada yang special. Gue cuma diajak wewe gombel ke markasnya."

Pttrfff. Roy tak bisa menahan tawanya meski dia ingin. Dia menutup mulutnya dengan senyuman tak tertahankan.

"Kenapa? Ada yang lucu, Roy?" tanya Reyna yang tersinggung.

Roy menggeleng. "Bu-bukan apa-apa...." Masih saja dia tak bisa menahan rasa ingin tertawanya.

Reyna menghela napas panjang. Dia memijit pelan pergelangan tangannya yang terasa begitu pegal.

"Keknya gue mau istirahat sejenak dulu deh, Roy," kata Reyna tiba-tiba.

Roy yang mendengar itu langsung memandangnya dan seolah berkata 'Kenapa?' dari raut wajahnya.

"Jangan tanya kenapa. Gairah gue sama makhluk halus sudah agak menurun. Gue perlu mengembangkan bisnis ini lebih seru dan menantang lagi."

Itu semua hanyalah alasan Reyna yang hendak memperdalam diri agar tidak tidak mudah di kendalikan seperti tadi. Dia merasa malu dan muak. Bisa-bisanya dia bangga dengan ilmunya yang hanya bisa mengusir hantu keroco.

"Ya sudah, gue gak akan mempermasalahkan hal itu. Tinggal kita pinta masukan dari yang lainnya. Jika semuanya setuju, kita akan rehat untuk sejenak. Oke?"

Reyna mengangguk cepat.

"Oh, jadi ini kelakuan kalian di sini?" teriak Ridho seolah memergoki orang yang berbuat mesum.

Keduanya melirik ke arah Ridho dan kawan-kawannya yang telah menunggu mereka di ambang pintu. Ridho menyilang tangannya di dada dengan alis yang sedikit terangkat.

"Gue nikahin, mampus lo berdua!"

"Gas!" respon Roy, yang membuat semuanya syok seketika. "Haha, nggak canda doang. Gosah kaget gitu kali."

Roy berdiri, dia menjulurkan tangannya ke Reyna, tetapi gadis itu memilih untuk berdiri sendiri. Dia membersihkan telapak tangannya yang kotor dan bau.

"Gimana, udah ketemu uangnya?"

"Udah, tapi lo rasa kebanyakan gak sih, Reyn? Orang itu ngasih 10 jutaan, loh. Padahal tempatnya kumuh kek gini," jawab Afsari yang memegang amplop putih polos cukup tebal itu.

"Baguslah, paling tidaknya itu reward yang sesuai dengan pengorbanan kita yang rela datang ke tengah sampah ini."

"Yey, tuh kan bener, Reyna gak bakal protes." Ridho merasa memenangkan sesuatu. "Sesuai kesepakatan ya, Af. 10% bagian lo kasih ke gue."

"Hem, ya udah iya."

"Gosah sedih gitu dong," hibur Ridho menepuk pelan punggungnya. "Ntar gue traktir deh."

"Serius?" tanya Afsari cepat.

"Iya, gue traktir beli kuaci lima Pack! Awokwok." Ridho segera berlari sambil tertawa ngakak. Sementara Afsari mengambil sapu kayu itu dan mengejarnya.

"Teman-teman semua, ada yang pengen gue omongin," kata Reyna yang membuat semua mata tertuju padanya.

"Lanjut!" kode dari Roy.

"Gue pengen kita istirahat sebentar dari bisnis ini...."

***

Hallo, Horrores, kira-kira bisa nebak gak respon dari anggota jasa pengusiran setan? Marah atau sedih? Cari tau jawabannya besok lusa ya. Itupun kalo gak telat update. Doakan saja hehe.

Jangan lupa Vote dan komennya biar aku tambah semangat nulis cerita ini. Makasih❤️❤️

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top