Bab 17
Reyna turun dari mobilnya di sore hari yang sedikit mendung. Diikuti yang lain, mereka tampak melihat-lihat lingkungan sekitar. Meski banyak bangunan cukup tinggi, tak bisa dipungkiri kalau di sini kumuh sekali. Banyak sampah berserakan di sela solong antar bangunan.
"Iu, jorok banget nih perkotaan," komentar Ridho menutup hidungnya, tak ingin menghirup aroma busuk sampah.
"Biasa aja kali, toh, lo juga sering dihukum buang sampah di sekolah, 'kan?" balas Reyna menyindir.
Padahal barusan baru bangun, tapi udah keluar ejekan ae dari mulut tuh orang. Ridho ingin mengumpat, tetapi dia tahan.
"Reyn, kalau gak salah, jalan ke rumahnya dari lorong sebelah sini deh," tunjuk Nurul ke sebuah lorong gelap dan dalam. Banyak lalat yang berterbangan, dan tampak tak berpenghuni.
"Yakin, Rul? Tuh lorong kek gak pernah dihuni loh." Afsari tampak ragu setelah memandang ke dalam sudut.
"Bener kok, Af. Jadi gimana? Semoga kita gak mengganggu orang yang sedang berduka ya."
Reyna maju ke depan. "Tenang, Rul. Acara pemakamannya bukan di sini. Lagi pun lokasi ditemukan tubuh korban dengan rumahnya berjarak cukup jauh."
Saat Reyna hendak masuk ke dalam lorong, tiba-tiba ada orang yang meneriakinya dan menyuruh Reyna dan kawan-kawannya untuk berhenti.
"Mau ngapain kalian masuk lorong ini? Nggak tahu, kalau penghuninya sudah meninggal?" katanya saat sudah di depan mereka. Ia mengenakan baju serta celana Jeans santai dengan celemek di dadanya.
"Tau kok, Pak. Makanya kami mau masuk ke dalam," jawab Nurul sopan.
"Ngapain coba masuk ke dalam? Kalian keluarganya ya? Iya, 'kan?" tuduh pria dewasa berumur 30 an itu.
"Kalau iya, kenapa?" tanya balik Reyna dengan tatapan santai.
"Bayar hutangnya! Cepat." Pria itu menjulurkan telapak tangannya.
Ridho segera penepis telapak tangan orang itu. "Enak aja nagih ke kita. Bapak kira kami apaan?"
Orang itu menghela napas kesal, dia melihat kiri-kanan, memperhatikan sekitar. "Asal kalian semua tau ya! Tuh orang punya hutang, 10 juta sama gue. Mampus tuh orang kena azab, gak mau bayar hutang. Memang, badut tuh ngelawak semua. Nyesel gue minjemin dia duit buat berobat, tau gak!"
Pria aneh itu terus saja mengoceh dan mencelah almarhum, padahal sampai mulutnya berbusa pun tak akan ada hasil. Orang bodoh dengan seribu ocehannya.
"Tadi bapak bilang, almarhum itu badut?" ulang Reyna memastikan.
"Iya, masa kalian keluarganya sendiri tidak tahu? Keluarga macam apa ini!"
Reyna menjawab, "Ya sudah, bagaimana jika kita bekerja sama? Kebetulan kami ini sedang mencari uang yang disimpannya. Kalau ketemu, kita bisa berbagi hasil."
Pria itu tampak berpikir. Dia menimbang-nimbang antara setuju atau menolaknya. Akhirnya dia berkata, "Oke, kita bagi hasil."
"Baiklah, sebelumnya nama Anda?"
"Sapuan. Cuma itu."
"Oke, Pak Sapuan. Kami harus segera masuk sebelum hari semakin sore. Bapak mau ikut?" Reyna memiringkan sedikit kepalanya sambil tersenyum tipis.
"Tidak, kalian saja. Aku tunggu di sini."
"Oke."
Reyna memberi kode teman-temannya untuk segera memasuki lorong gelap itu. Dia masuk paling terakhir, Pak Sapuan tadi pun tampak menyenderkan punggungnya ke bangunan, sambil membakar ujung rokoknya.
Setelah cukup dalam berjalan, Ridho mengeluh. "Reyn, kok lo mau sih bagi hasil sama orang gak jelas gitu?"
"Siapa bilang?"
"Lah tadi?" Ridho tak mengerti.
"Itu jika kita bilang menemukan uang simpanannya, tapi pada nyatanya si badut itu belum tentu punya uang simpanan. Yang kita cari dan selidiki sekarang adalah penyebab anjingnya menggonggong, setelah itu kita ambil upah kita."
"Ah begitu," respon Ridho setelah mendengar penjelasan Reyna. "Tapi nih lorong makin lama kok makin sempit ya? Makin pengap udara di sini."
"Iya nih, bener kata Ridho. Makin sulit buat bernapas."
Mereka telah sampai di depan sebuah kubuk yang cukup besar dengan banyak sampah di sekitarnya. Reyna menyangka itu adalah rumah badut tersebut. Ia bisa merasakan hawa keberadaan makhluk gaib dari dalam sana.
"Gue masuk duluan, kalian periksa sekitar. Cari clue-clue apa saja yang bisa menjadikan petunjuk."
Setelah Reyna berkata demikian, dia perlahan membuka pintu masuk kubuk batu bata tanpa semen itu. Di dalamnya sudah sangat menyengat bau darah busuk.
Bau ini? Apa orang yang tinggal disini tidak pernah bebersih? Amis sekali.
Reyna menutup hidungnya yang sakit. Terlihat juga anjing kecil yang terikat di sebuah tiang dalam kubuk itu. Tubuh anjing itu cukup memperihatinkan. Tempat makanannya pun sudah kosong.
Tak sengaja Reyna menginjak sampah plastik, seketika itu juga si anjing bangun dan mengaum gaanas. Matanya tajam dan sangat berengis.
Dimata anjing itu....
Reyna menoleh ke belakang, terlihat makhluk besar tinggi memandanginya tajam dengan tatapan diam. Matanya penuh putih dan tidak ada pupil. Kulitnya keriput kering dan sangat menyeramkan.
"Rupa-rupanya kau ya?!"
"Kenapa kau kemari, manusia?" tanya balik makhluk itu.
"Aku hanya menjalankan tugasku ke sini. Kalau kau sendiri, tua?"
"Dasar setengah manusia yang tidak memiliki sopan santun. Aku tak peduli dengan tujuanmu ke sini, yang pasti, aku ingin kau pergi dari sini sekarang juga."
Reyna menganalisisnya. "Kau dulunya wanita? Ah, jangan-jangan kau menyukai badut itu? Itulah sebabnya kau tidak bisa pergi ke akhirat. Benar begitu?"
Namun, makhluk itu tak menjawab.
Reyna perlahan mendekati anjing itu. Ternyata dia bukan takut kepada Reyna, melainkan pada makhluk gaib itu. Reyna melepaskan kalung anjingnya, dan segera hewan itu menerjang makhluk gaib tadi. Tetapi hanya terlewat begitu saja dan tersungkur ke luar.
"Anjing?" kata Roy yang melihat kejadian itu. Dia melihat anjing itu sudah tak sanggup berdiri lagi. "Jangan-jangan, Reyna!"
Dia segera berlari ke dalam kubuk dan berteriak nama Reyna sekuat mungkin. Dia menjadi sedikit lega saat melihat Reyna yang biasa-biasa saja.
"Lo nggak kenapa-kenapa kan, Reyna?" tanya Roy penuh kekhawatiran.
"Seperti yang lo liat, Roy. Tapi gue punya sedikit urusan dengan beberapa makhluk gaib sekitar sini. Kami akan berkomunikasi lewat alam mimpi. Tolong jagain raga gue saat Roh gue udah keluar dari sini."
"Tapi, Reyn!" Roy hendak menentang, tetapi Reyna menggeleng cepat.
"Jangan kasih tau yang lain. Ini cuma antara kita berdua. Gue akan pergi selama 10 menit. Jika lebih dari itu, bawah gue pergi dari sini. Apa lo paham, Roy? Gue benar-benar minta tolong."
"Separah itukah keadaannya?"
"Iya."
Roy menggertakkan giginya kesal. Dia benar-benar tak berguna di saat seperti ini. Dia ingin membantu teman Indigonya itu. Dahulu, dia pernah meminta Reyna membukakan mata batinnya tetapi gagal. Penyebab gagalnya saat itu karena ada makhluk gaib jenis penjaga yang tidak memberikan akses ke alam bawah sadar Roy....
***
Hallo, Horrores, maaf banget nih. Seharusnya update kemaren, cuma ada beberapa kendala + lupa, jadi harap maklum ya.
Jangan lupa vote dan komen untuk memberikan apresiasinya untukku. ❤️
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top