Bab 16

"Maksimalkan waktu kalian yang tersisa dari sekarang. UN tahun ini akan lebih dipersulit...."

Reyna perlahan menguap, alasan dia tak bergairah belajar di sekolah, tak lain dan tak bukan hanya mendengar ocehan unfaedah yang disampaikan gurunya.

Memangnya siswa itu tidak bisa berpikir ke depan? Seminim itukah kepercayaan guru kepada muridnya sampai harus dinasehati setiap hari? Reyna tak habis pikir.

Siswa lain mendengarkan dengan seksama, serta mengangguk serentak saat sang guru selesai melontarkan kata-kata nasihatnya.

"Baik, Ibu rasa sudah cukup sampai di sini. Silahkan lanjutkan pelajarannya di rumah, manfaatkan waktu sebaik mungkin. Oke, kalau begitu Ibu undur diri."

Sang guru wanita berhijab itu mengambil tas brandednya dan pergi dari kelas.

Reyna akhirnya bisa bernapas lega. Segera dia mengambil tasnya dan berniat keluar kelas, tetapi di hadang oleh San.

"Kenapa? Ada info apa?"

"Batalkan klien kita hari ini," kata San cepat, sedikit berbisik-bisik.

"Lah, kok dibatalin? Kenapa emangnya?"

"Orang itu sudah meninggal. Tadi pagi ada pemberitaannya. Dia meninggal misterius dengan organ dalam yang hilang."

"Ah itu." Reyna baru ingat dengan berita yang ia lihat bersama Ridho sebelum berangkat sekolah. "Bukannya bagus, San?"

"Eh, minggir dong, jangan ditengah jalan. Orang lain mau lewat ini!" teriak salah satu siswa itu.

Reyna menjentikkan jarinya, seketika hantu anak kecil yang sedari tadi diam langsung mendekati cewek yang berteriak tadi. Mengikutinya.

Mampus lo!

"Tidak sama sekali, Reyna." San melanjutkan obrolannya ketika cewek tadi sudah hilang. Mereka juga sedikit bergeser agar tidak di ganggu. "Jika organnya hilang, besar kemungkinan kalau pelaku dibunuh."

"Tapi kalo dia nggak dibunuh gimana?" tanya balik Reyna.

"Lalu kemana perginya organ korban?"

Reyna menaikkan satu alisnya dengan senyum miring. San tau apa yang Reyna maksud barusan. Namun, wajahnya tampak tak percaya.

"Emangnya makhluk gaib bisa ngelakuinnya?"

Reyna menaikkan kedua bahunya dengan wajah yang polos. "Kita liat aja ntar. Ya udahlah, yok lanjut. Yang lain udah pada pulang nih."

Reyna berlalu pergi, San hanya menghela napas berat. Niatnya dia tak ingin melanjutkan klien ini. Namun, jika Reyna tetap memutuskan untuk melanjutkan, San cuma bisa berpasrah.

"Reyn!" teriak Nurul gemas saat melihat Reyna yang muncul dari balik bangunan. Nurul bahkan langsung memeluknya.

"Nurul, ada apa nih?"

"Nggak papa, cuma aku seneng banget liat kamu udah sehat seperti sedia kala," ucap Nurul dalam pelukannya.

"Ah, begitu. Aku pun sedikit bersyukur."

"San?"

Mendengar Nurul memanggil San dengan nada ragu, dia perlahan melepas pelukannya dan menatap San. Terlihat anak itu sedikit menunduk dan jalannya lambat.

"Woi!" kejut Reyna yang membuat San sedikit terkaget. "Lamban bener jalan lo, kek siput."

"Masalah tadi, keputusan lo tetep sama, Reyn?"

"He'em. Nggak masalah kalau lo nggak ikut. Gue nggak bakal maksa kok. Santui ae, San." Reyna mengatakannya dengan wajah yang tersenyum. Dia yakin pasti bisa mengatasi semua masalah yang akan terjadi ke depannya.

"Masalah apa nih?" Tiba-tiba Roy menyambung. Pandangannya tertuju pada San.

"Jadi gini, Klien kita hari ini sudah meninggal. Korban ditemukan dalam keadaan organ tubuh yang hilang. Polisi mengira jika orang itu dibunuh dan organnya dijual. Tetapi Reyna memandangnya dengan persepsi yang berbeda."

"Oalah begitu. Ya udah sih, mau itu beneran dibunuh orang ataupun hantu. Yang penting kita jalanin aja tugas kita. Toh, disurat udh dikasih tau letak reward kita. Nggak enak banget kalo dibatalin. Mana orangnya udah almarhum, 'kan?"

"Innalilahi. Bener tuh San, paling tidaknya kita harus bantu permintaan korban untuk terakhir kalinya." Nurul mendukung pendapat Roy.

"Liat, San? Jadi gimana? Mau ikut atau mundur? Keputusan ada di lo. Gue nggak bakal maksa." Reyna menyerahkan keputusannya.

San nampak berpikir. Dia menimbang-nimbang untuk ikut atau tidak. Dia juga memprediksikan hal terburuk yang akan mereka temui jika memang berhadapan dengan seorang pembunuh. San menghela napas lagi. Dan keputusannya....

"Oke, gue ikut."

Senyum miring Reyna kembali terukis. "Ya udah, yok berangkat."

Afsari dan Ridho yang menunggu sejak tadi di dalam mobil juga ikut senang karena San bergabung. Dengan kemampuan San dalam meretas, tentu akan mudah menemukan petunjuknya.

"Reyn, kalau dipikirkan, si anjing klien kita ini dapat dianggap bisa melihat makhluk halus?" tanya Roy sambil menyupir.

"Entah," kata Reyna datar. "Kita bakal tau yang sebenarnya ketika sudah sampai di lokasi. Gue juga keknya perlu menerawang sedikit tempat itu. Entah ada sesuatu saat gue memandang tubuh korban. "

"Wih, hebat juga mata lo, bisa nembus blur TV gitu." Komentar Ridho dengan cengengesan.

"Keknya buka—"

"Iya-iya. Baperan amat dah, padahal cuma bercanda." Wajah Ridho kembali cemberut.

Nurul hanya tertawa kecil melihat tingkah Reyna dan Ridho yang tak pernah akur. Entah memang Ridho yang suka cari masalah atau memang semua orang suka mempermainkan Ridho. Tak ada yang tau.

"Btw, guys. Perjalanannya sedikit jauh. Kemungkinan kita baru sampe jam 3 sore nanti. Tak lama di depan juga bakal macet. Gue harus ambil jalan memutar."

"Oh, oke deh. Gue tidur dulu ya." Reyna pun menyenderkan punggungnya di kursi mobil dan perlahan menutup mata. Sangat nyaman sampai tak sadar lagi-lagi Reyna sudah masuk ke alam mimpi.

"Hai, Kak," sapa anak kecil.

Reyna berpaling ke arahnya. "Lo? Udah berapa kali kita ketemuan? Atau jangan-jangan lo hantu mimpi?"

"Hihi, kakak tenang saja. Aku roh yang baik, kok. Jika kakak sedang sedikit kebingungan, kakak bisa menggenggam boneka yang ada di gantungan tas kakak."

Reyna tak pernah menyadari kehadiran boneka beruang itu. "Jadi, boneka itu dari lo?"

"Benar. Itulah sebabnya kita masih bisa terhubung melalui alam mimpi. Ini sebagai wujud balas jasaku karna telah mempertemukan aku dengan ayahku."

"Ha! Gue udah ambil keuntungan lebih sih. Jadi, lo nggak perlu repot-repot—"

"Boneka itu memiliki kekuatan gaib, bisa melihat sekilas sedikit masa lalu dari tempat yang kakak sentuh bersamaan dengan genggaman boneka itu."

Reyna tak begitu percaya. Dia menganggap itu adalah jebakan makhluk halus. Ada kemungkinan jika dia melakukan apa yang hantu anak kecil ini lakukan, tubuhnya akan diambil alih.

"Kakak tidak perlu takut padaku. Sudah aku bilang bukan, ini wujud balas jasaku. Jika sekiranya kakak berkenan, aku harap kakak akan menggunakannya sesering mungkin."

"Mustahil. Gue amat tidak menyukai ketergantungan pada benda-benda gaib."

"Makanya kakak nggak ada teman hantu, hihi, aku ingin berteman dengan kakak, tetapi aku sudah menjadi milik ayahku."

"Cih, siapa juga yang bakal minta lo jadi temen gue?"

"Hihi, aku tau itu kak. Ok, selamat kembali ke alam kakak. Ingat kata-kataku tadi, Kak. Gunakan boneka itu sesering mungkin."

***

Hallo, Horrores, aku balik lagi upload horor nih. Oh iya, di work sebelah itu updatenya seminggu sekali ya. ✌️
Cuma sekedar ngingetin, siapa tau lupa🤭

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top