Jurig 2
Pertama-tama, terima kasih untuk yang sudah membuat cerpen tema bulan ini. Selamat!!! Cerpennya bagus-bagus!!! Mohon maaf atas segala kekurangan dari komentarku. Semoga ada yang bisa dipetik dari komentar di bawah ini.
Mimpi Itu Simpan Dulu (84)
Tolong dicek lagi, “itu” di judul kapital atau tidak karena “itu” adalah pronomina. Cerpen ini dibuka dengan menarik, membuat penasaran. Segi kebahasaan, diketik dengan sangat rapi dengan kosakata yang luas, keren! Aku jadi bolak-balik ke KBBI buat memastikan artinya. Terkait dengan kesesuaian tema, ada yang nggak aku lihat, yaitu upaya sang tokoh utama untuk mewujudkan dunia yang diharapkan. Tokoh utama hanya terus membuktikan hal-hal yang ada dipikirannya, menuntut kesempurnaan, tetapi tidak ada upaya untuk membantu terwujudkan kesempurnaan tersebut. Atau karena makna cerpen ini nggak ditangkap ya sama aku?
Isi yang ingin aku komentari ada beberapa. Pertama, awalnya dikatakan sang tokoh utama membunuh kupu-kupu ternyata yang dimaksudkan adalah memotong sayapnya kemudian dia mati. Setelah aku riset sedikit, ternyata kupu-kupu masih bisa hidup walaupun tanpa sayap, karena dia masih bisa bergerak. Mungkin saran aku di sini dijelaskan kalau kupu-kupunya nggak langsung mati, berusaha mencari makanan atau apa, tapi nggak bisa bergerak sebebas waktu dia masih punya sayap, akhirnya dia menyerah dan mati. Kedua, tentang kehadiran Pak Tua yang datang tiba-tiba. Sedikit aneh tokoh utama yang suka berparadigma malah membiarkan orang asing bertamu dan malah berbincang macam-macam, bukan malah mengkritisi siapa Pak Tua tersebut. Atau setidaknya, dinarasikan sang tokoh utama menilai Pak Tua tersebut dari ujung kepala sampai ujung kaki dan menerka-nerka siapa gerangan orang asing tersebut. Apakah dia terima-terima saja kehadiran Pak Tua karena dia sudah terlalu lama tidak punya teman berbincang? Ketiga, sampai akhir aku masih nggak paham siapa Pak Tua tersebut, apakah perwakilan dari alam yang terus dikritisi oleh tokoh utama? Ataukah tidak ada hubungannya sama sekali? Apa pesan yang dibawa oleh Pak Tua tersebut, hanya ingin menceramahi bahwa dunia memang cacat? Ada banyak sekali pertanyaan yang membingungkan di kepalaku mungkin ketularan sang tokoh utama.
Bercerminlah, pada Alam Raya (94)
Kata “pada” di judul tolong dicek lagi, kapital atau tidak karena pada itu preposisi. Cerpen ini sangat bagus. Masalah, harapan, upaya, dan pesannya sangat jelas. Dibuka dengan menarik juga, sangat menarik malahan. Dari segi kebahasaan, diketik dengan sangat rapi dan aku sendiri bisa terhanyut mendalami sang tokoh utama.
Ada hal yang menggelitik ingin aku komentari, yang sebenarnya nggak berpengaruh besar juga sih ke jalan cerita. Mas Pras seharusnya kalau lagi di kereta dan jam sibuk terus dapat kursi, tidak perlu ngajak ngobrol mbak-mbak, harusnya dia tetap pura-pura tidur biar nggak dipelototin orang-orang yang nggak dapat kursi. Dari segi isi, sudah sangat bagus, aku sangat menikmati. Mungkin saran dari aku selain dari segi ngajak jalan-jalan ke alam, Mas Pras juga ngajarin tanaman-tanaman yang bisa ditanam di sekitar atau tanaman-tanaman yang bisa diletakkan di dalam ruangan minimal pot kecil di meja kantor atau mungkin ada tanaman pot kecil hadiah dari Mas Pras, sehingga alih-alih menatap ke luar jendela yang kelabu, sang tokoh utama bisa memandang tanaman tersebut (jadi ada hubungannya sama penyelesaian sementara keluhannya terhadap pemandangan di luar jendela yang sudah dia ungkapkan di atas).
Dunia Kecil yang Kuharapkan (87)
Menggunakan bahasa ringan, tetapi ada beberapa kalimat yang menurutku lebih enak dibaca kalau diubah sedikit. Contohnya, “Sungai buruk rupa yang sekarang nggak buruk rupa amat.” saran aku, “Sungai buruk rupa yang sekarang nggak seburuk itu.” atau “Sungai amat buruk rupa yang sekarang nggak segitunya.” atau “Sungai buruk rupa yang sekarang nggak buruk-buruk amat.” Walaupun pakai bahasa sehari-hari, tetapi tetap diperhatikan juga kalimatnya aneh apa tidak.
Idenya bagus, masalahnya nyata, harapannya bagus, eksekusinya walau nggak semuanya berhasil tetap ada upaya yang nyata yang dilakukan sang tokoh utama. Niat baiknya memperbaiki lingkungan sekitar sangatlah mulia. Perubahan dari dirinya sendiri juga jelas. Ada saran sedikit, di awal disebutkan rapat agenda RW, terus disebut beberapa kali RT RW, tetapi yang di bawah yang disebut adalah “alih-alih menggunakan dana RT.” mungkin lebih baik konsisten saja lingkupnya RT atau RW atau keduanya. Lalu apakah setelah penanaman pohon mangga dilakukan penyiraman oleh warga secara berkelanjutan? Apakah pohon-pohon tersebut masih tumbuh subur setelah selesai perayaan kemerdekaan? Mungkin sebaiknya dinarasikan sedikit terkait hal tersebut. Kemudian, menurut aku papan yang dibuat tokoh utama yang tulisannya nyeleneh memang bisa menarik pembaca, tetapi kalau hanya sekadar tulisan, tentu saja pelaku pembuang sampah sembarangan nggak bakal peduliin itu. Namun, tentu saja tokoh utama nggak melakukan hal yang sia-sia, sungainya jadi sedikit membaik.
Harap dan Mati (87)
Idenya bagus, padahal dari judul sudah jelas akhirnya akan bagaimana, tetapi tetap saja bikin merinding pas baca akhirnya. Dari segi bahasa, terlihat sang tokoh utama adalah sosok yang tangguh dan pantang menyerah. Yang bagian “… akan pemimpin yang menyuruh kita tenang.” Lupa tanda seru seperti paragraf-paragraf sebelumnya ya?
Ngomong-ngomong, fokusku malah penasaran pada Amir, dinarasikan bahwa Amir punya keinginan untuk protes lebih dulu dibanding tokoh utama, lalu di mana dia sekarang? Apa lebih dulu kalah atau bagaimana? Terkait isi, antara paragraf terakhir dan paragraf kedua terakhir, ada hal yang terasa mengganjal, apa karena kematian salah seorang mahasiswa pemimpin pergerakan lalu para manusia akhirnya dimanusiakan? Ataukah karena satu gugur seribu orang bangkit sehingga perubahan itu bisa terjadi?
Idealis vs Realis (87)
Silahkan dicek kembali “vs” di judul kapital atau tidak, karena vs itu preposisi. Emosi di dua adegan Dinda nangis ditemani senter ponsel menurutku kurang terasa, senter yang dimaksud di sini sinar layar ponsel ya? Atau senter yang bisa dinyalakan dari hp? Namun, ketika dinarasikan bahwa orang-orang nggak peduli dan sebagainya baru nyeseknya terasa banget. Aku salut sama Dinda yang berjuang melalui hal yang dia sukai, menulis. Mungkin saran aku ditambah dampak dari usaha dari Dinda, seperti banyak orang yang repost publikasi Dinda, atau mungkin sebaliknya banyak yang menghujat di kolom komentar tapi tidak membuat Dinda gentar untuk menyuarakan kebenaran.
Putri Kebaya (86)
Ada beberapa salah ketik ya, sepertinya cerpen ini dibuat terburu-buru. Namun, terima kasih, karena cerpen ini aku jadi mendapat tambahan ilmu kalau tak- itu ada yang digabung. Kalau untuk tema, sudah dijelaskan ya kesederhanaan yang dimaksud apa, tadinya aku bingung apa hubungannya antara kebaya dan kesederhanaan, tapi akhirnya setelah baca sampai akhir jadi paham maksud cerpennya. Usaha yang dilakukan Abel dalam tahap perubahan pola pikir, mulai menerima dirinya sendiri, dan berjuang mulai dari satu kebaya. Saran dari aku mungkin tentang arahnya setelah satu kebaya tersebut selesai dan cantik dia kenakan, secara tersurat dia berniat memperkenalkannya, apakah itu masih sebatas niat atau dia sudah punya rencana bagaimana eksekusinya.
Harapan dalam Reruntuhan (85)
Tolong dicek lagi ya “dalam” di judul kapital atau nggak, oh iya judul Dunia dalam Harapan seharusnya “dalam”-nya juga kecil. Kebahasaannya, menggunakan bahasa ringan yang mudah dipahami. Emosinya jujur kurang terasa, padahal Ahmad seharusnya sedih dan marah, sedihnya Harun lebih terasa buat aku padahal cuma disebut sekilas. Penggambaran kekacauannya juga mungkin saran aku lebih diperseram lagi. Idenya menurutku menarik, ada beberapa pesan yang bisa dipetik juga, tetapi akhir ceritanya rasanya kurang nendang. Apakah Ahmad merasa tercerahkan? Apakah Ahmad sudah mulai ikhlas dan membersihkan hatinya dari kebencian? Hanya diceritakan kalau Ahmad termenung, jadi open ending apakah Ahmad semakin bersemangat masuk atau bagaimana? Saran dari aku, mungkin risetnya ditingkatkan lagi, termasuk syarat masuk itu.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top