XT-307-Sigma : Biological Warfare

Pada hari itu, murid-murid di SMA Swasta Mentari Pagi tengah melakukan praktikum Biologi yang didampingi oleh seorang guru sebagai pembimbing praktikum. Sang Guru itu bernama Lukas Rodrigo Hermawan. Lulusan S1 Universitas Matahari yang selang satu tahun langsung melanjutkan pendidikannya ke S2. Penelitian tesisnya menggunakan mencit sebagai subjek uji antivirus yang tengah dikembangkannya di bawah bimbingan seorang profesor lulusan Jerman.

"Hewan mencit atau Mus musculus merupakan anggota famili Muridae atau tikus-tikusan. Mencit berukuran kecil dengan massa 12-30 gram dan sering ditemukan di rumah-rumah ...."

"Jawaban bagus dari Alea!" Lukas bertepuk tangan ke arah salah satu muridnya itu. "Sekarang kita mulai bedah mencitnya, ya ...."

Lukas membuka kandang mencit yang ada di sebelahnya. Sontak dia teringat pada mencit yang ada di lab Badan Riset Nasional (BRN) tempatnya penelitian atas rekomendasi profesor pembimbingnya. Mencit tersebut sempat berkelakuan aneh sebelum Lukas hendak mengujikan antivirusnya ke mencit tersebut. Si mencit sempat mereog lebih parah dibanding kucing yang hendak dimandikan babunya. Bahkan Lukas nyaris saja digigitnya. Dalam kepanikan Lukas berharap, pemberian antivirus tersebut akan menenangkan si mencit.

Namun alih-alih menjadi tenang, tak lama setelah itu si mencit malah semakin mereog dan kabur secepat kilat hingga sulit dicari. Lukas pun jadi terus kepikiran soal mencit itu, instingnya selalu mengatakan tidak baik-baik saja.

"Untuk membedah mencitnya, tolong perhatikan Bapak, ya~" ucap Lukas. "Pertama-tama--tolong yang di belakang perhatikan dulu!"

Lukas menghela napas. Rasanya sulit sekali membimbing bocil-bocil SMA.

"Woi, Deni! Malah adu mencit sama Abas ...," ucap Maharani, Sang Ketua Kelompok 3 sembari menghampiri Deni yang main ke meja kelompok 5 hanya untuk bermain adu mencit.

"Diem kamu, Maharani! Daripada adu banteng ...," balas Deni sambil memeletkan lidahnya ke arah Maharani.

"Astaga, bocil-bocil ini ...."

Lukas berjalan menghampiri anak-anaknya yang tidak serius praktikum itu. "Deni! Kembali ke meja kelompok kamu! Abas ...." Lukas beralih menatap Abas yang tiba-tiba kelihatan aneh. "Abas?" Nada Lukas beralih menyiratkan kekhawatiran. "Abas, kamu kenapa? Kok mencit di mejamu ada dua? Satunya mencit siapa?" tanyanya.

Dua mencit yang ada di atas meja itu seketika terlihat aneh. Jantung Lukas berdegup kencang, berpikir bahwa kemungkinan salah satu dari mencit tersebut memanglah mencit aneh yang kabur dari lab BRN kala itu.

"Pak, kok mencitnya jadi aneh banget, ya?" ucap Maharani takut. Gadis itu berdiri di belakang Lukas seraya meremas lengan jas lab Lukas dengan sebelah tangannya. Tubuhnya gemetaran. "Reog banget abis saling gigit," lanjutnya pelan.

Saling gigit? batin Lukas.

Salah satu mencit tersebut mendadak mendesis, lalu menjerit. Hal tersebut membuat Lukas segera menyuruh anak-anak untuk menjauh. Termasuk anak-anak yang ramai-ramai menghampiri meja karena penasaran.

"JANGAN DEKET-DEKET!" seru Lukas pada salah satu anak yang malah mendekat ke arah mencit. Lukas sontak menusukkan ujung pisau ke salah satu mencit hingga mencitnya mati.

Satu mencit lagi mendesis, lantas menjerit dan mendesis kembali. Lukas pun membatu. Anak-anak gadis menjerit, sementara itu beberapa anak laki-laki yang berada paling dekat dengan meja sudah berlari menjauh. Bahkan ada yang sampai lari keluar lab.

"Emil! Lari, Mil! Gambar aja kerjaannya!" seru Abas pada Emilia yang malah sibuk menggambar seekor mencit sendirian di mejanya.

Gadis berambut agak kecoklatan itu mengalihkan tatapannya dari sketchbook-nya, lalu mengernyitkan dahi saat melihat anak-anak lari beramai-ramai keluar lab. Deni yang melihat Emilia kebingungan langsung menghampiri gadis itu dan meraih tangannya, kemudian membawa gadis itu keluar lab. Salah satu murid yang paling besar mengambil pisau bedah dengan cepat, lalu langsung menusukkan ujungnya pada mencit yang sudah berada di atas lantai sampai posisinya tengkurap. Alhasil, mencit tersebut mati.

"Hadi?" Lukas terkesiap. "Hadi, makasih!" serunya.

"Pak ...," ucap Maharani yang masih tak mau lepas dari Lukas. "Mencit tadi ... sebenernya kenapa?"

Tiba-tiba, anak-anak yang tadi keluar lab pun kembali masuk. Wajah mereka semuanya memucat.

"Pak ... di luar ...," ucap Abas.

Insting Lukas mengatakan tidak baik-baik saja. Dia langsung berlari keluar kelas tanpa menghiraukan teriakan anak-anak yang memintanya untuk tidak keluar, lalu berjalan ke arah jalan menuju koperasi. Tak lama setelah itu, dia terjengkang sangking kagetnya.

Mayat-mayat guru serta murid tergeletak di berbagai tempat. Tubuh mereka benar-benar membiru, dengan beberapa ekor mencit berjalan di atas tubuh-tubuh itu.

-----------------------*----------------------

Sejak awal tahun 2033, virus XT-307-Sigma sudah menginvasi dunia.

Kabarnya, virus tersebut awalnya diselundupkan oleh mata-mata negara AZ ke negara YT. Para mata-mata negara AZ itu menginjeksikan virus ke leher seekor mencit, menularkan virus dari satu mencit ke mencit lain dan menaruh mencit-mencit yang sudah terinfeksi itu ke jalanan di negara YT pada tengah malam yang hanya disinari cahaya bulan dan lampu-lampu. Mencit tersebut menggigit sesamanya dan para gelandangan, menularkan virus lewat saliva. Dampaknya terhadap manusia bisa berbeda-beda tergantung sistem imunitas pada setiap individu.

Individu yang imunnya kuat akan mulai merasakan gejala paling lambat dua hari. Sementara itu, kebanyakan individu langsung merasakan gejala beberapa menit setelah terinfeksi. Gejalanya adalah kerusakan pada otak dan sekujur tubuh membiru. Kerusakan otak tersebut membuat individu yang terinfeksi menjadi hilang kendali diri dan langsung menyerang manusia lainnya dengan gigitan sebelum mati setelah sejam kemudian. Saliva yang ada pada bekas gigitan tersebut akan membuat manusia yang tergigit menjadi ikut terinfeksi.

Sejak pemerintah masih memberi akses bagi para warga asing untuk masuk wilayah Indonesia, virus tersebut alhasil jadi ikut menyebar di Indonesia. Padahal, WHO sudah menganjurkan pemimpin di setiap negara untuk menutup akses bagi para warga asing demi pencegahan penyebaran virus.

Namun, mengingat kejadian mencit yang mengamuk saat praktikum kala itu, Lukas jadi yakin bahwa ada yang pernah diam-diam menyuntikkan virus itu pada si mencit beberapa menit sebelum Lukas masuk ke lab BRN. Maka dari itu, si mencit jadi tiba-tiba berkelakuan aneh hingga akhirnya kabur dari lab tersebut dan menularkan virus ke mencit-mencit lain. Menciptakan awal tragedi.

"Aih, pemerintah sialan. Kita jadi ada wajib militer sialan gara-gara mereka juga!" keluh salah satu anak laki-laki.

"Jangan mengeluh terus," ucap Hadi.

Hadi cepat dewasanya, tapi dia emang cita-citanya jadi TNI, batin Lukas.

Hal yang membuat Lukas sedih adalah kebijakan wajib militer bagi murid SMA kelas dua belas dan para mahasiswa pasca kasus infeksi virus XT-307-Sigma semakin tak terkendali. Dia tak tega melihat anak-anak yang dijadikan tentara untuk membunuh manusia-manusia yang terinfeksi serta mencit-mencit pembawa virus. Namun, kementrian pertahanan di seluruh dunia memang sudah memberlakukan peraturan seperti itu untuk negara mereka masing-masing.

"Aih, latihan nembak lagi? Udah tau aku enggak jago ...," gumam Deni sambil mengarahkan senapannya ke target.

Tembakan Deni meleset semua. Selanjutnya giliran Emilia.

"Halah, bisanya gambar doang!" cibir Alea yang membuat Deni dan Abas sama-sama melotot ke arah gadis itu.

"Cewek kamu, Bas. Alea Si Anak Jenderal," cibir Deni pada Abas.

"Cih, ngarang," ucap Abas. "Cewek aku si Emil."

"Halu, Bas! Halu!"

Dor dor dor!

Deni dan Abas sontak kaget. Terlihat Emilia tengah menembakkan peluru senapannya ke arah mencit-mencit dan anak-anak sekolah yang sudah terinfeksi virus dan belum mati. Emilia gemetaran, akan tetapi tadi tembakannya tak ada yang meleset. Alea berdiri dan mengangkat senapannya, lalu membantu Emilia menembak mencit-mencit. Sementara itu, Hadi ikut menembak anak-anak sekolah yang terinfeksi.

"Yang lain, bantu saya!" seru tentara yang mengawasi mereka latihan.

"Aku?" Deni menunjuk dirinya sendiri.

Abas berdiri, lalu ikut menembaki mencit-mencit dan anak-anak sekolah terinfeksi yang tersisa. Tangannya gemetaran akibat hati yang terusik saat harus membunuh teman sekolah sendiri. Namun, tak ada hal lain yang bisa dia lakukan pada saat ini.

Mereka membunuh teman sendiri ..., batin Lukas yang berlinang air mata.

Sontak saja, ada yang mengigit lehernya dari belakang.

"Kamu ingat saya, Lukas?"

Lukas terbelalak. Itu adalah suara profesornya. Seketika, Lukas terkesiap. Tersadar akan sesuatu. Mencitnya yang menjadi awal dari tragedi. Awal dari traumanya saat melihat mayat-mayat bergelimpangan di sekolah.

"Lukas, satu ekor mencitmu waktu itu ... saya yang diam-diam beri virus ke dia."

Sial, emang bener dia pelakunya ..., batin Lukas.

"Gara-gara Bapak ...." Lukas mulai merasa tubuhnya seperti demam tinggi. "Anak-anak ini harus membunuh teman-temannya sendiri!"

"Jangan salahkan saya. Sebelum mencit itu saya kasih virus yang saya pesan ilegal di e-commerce deep web, sudah ada kasusnya. Tapi, pemerintah kita tutup mata."

"Kamu tau, Lukas? Korbannya adalah saudara kembar saya! Dinas kesehatan tau dia terinfeksi dan lapor ke pusat, tapi apa? Mereka tiba-tiba dibungkam dan saudara kembar saya disuntik mati, biar Indonesia dilihat sebagai satu-satunya negara yang tidak terkena dampak peperangan biologis dunia ini. Bahkan saya masih ingat ... orang-orang pemerintahan yang tertawa dan berkelakar tentang sistem imunitas orang Indonesia di televisi, tepat saat saudara saya mau dimakamkan!"

"Akhirnya, saya buat virus itu menyebar semakin luas lewat mencitmu agar mereka mengakui bahwa virus tersebut memang sudah ada di negara ini! Sudah memakan korban!"

Tiba-tiba, profesornya ambruk. Begitu pula dengan Lukas, dia merasa ada yang sedang menggerogoti otaknya.

Tanpa sadar, Lukas dan profesornya merangkak serta berjalan sempoyongan ke arah anak-anak sekolah yang tengah berjuang menyelamatkan diri dan yang lainnya dari infeksi virus.

Maaf, batin Lukas.

Setidaknya, itulah sedikit kesadarannya yang tersisa.

-----------------------*----------------------

Selesai.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top