9
Helena terbangun mendadak. Ia melihat di luar masih remang. Sepertinya masih subuh, batinnya. Tapi gadis itu sudah tak bisa tidur lagi. Ia pun beranjak bangun. Berjalan menuju meja di dekat jendela dan meraih teko berisi air. Menuang ke dalam gelas lalu meminumnya perlahan.
Helena menarik napas. Masih terlalu pagi jika ia keluar kamar, bisiknya. Tangannya meraih tirai jendela dan menggeser ke samping. Melihat ke arah luar. Meski jendelanya tertutup, Helena merasa dingin karena angin berhembus masuk melalui sela jendela. Ia merapatkan mantelnya.
Helena sedang merenung mengenai keluarganya saat telinganya menangkap suara aneh. Sejenak ia seperti mendengar suara teriakan seorang wanita. Helena sempat merasa panik. Berpikir terjadi suatu kecelakaan. Apa ada orang yang jatuh dan terluka, pikirnya. Namun kemudian ia kembali mendengar suara teriakan. Kali ini suara seorang pria.
Tanpa pikir panjang, Helena melangkah keluar. Di lorong remang, ia mencari sumber suara itu. Gadis itu menyadari suara itu semakin jelas saat ia dekat dengan ruang tidur James. Kakinya berhenti dan ia berdiri mematung. Kini ia sudah berada di depan pintu ruang tidur James.
Ia mendekat. Dan benar saja. Suaranya berasal dari dalam. Terdengar jelas di telinganya. Helena bukan gadis bodoh. Meski belum menikah, ia tahu arti desahan dan teriakan itu. Dahinya mengenyit jijik dan tak percaya. "Oh Tuhan....jadi Lord Louis memang benar...."bisiknya.
Helena bergidik jijik dan langsung membalikkan badan. Teriakan itu bukan berasal dari orang yang sakit atau terluka. Melainkan dua orang yang sedang melakukan kenikmatan dunia. Dan bukan urusannya majikannya melakukan bersama siapa. Ia baru saja hendak kembali ke ruang tidur saat melihat bayangan gelap di depannya. Helena membekap mulut menahan pekik kagetnya menatap bayangan itu mendekat dengan cepat.
"Ssstttt.....ini aku, Miss Helena."
"Lord Louis?!!!" sahut Helena kaget sekaligus lega. Ia sempat mengira sosok itu adalah hantu.
"Ya...."
Helena bisa melihat Louis menyeringai. "Apa yang anda lakukan di sini?!"
Louis terkekeh. "Kakakku melakukan hal gilanya lagi. Dan kau mendengarnya bukan?!"
"Kau terbangun karena Lord James?"
"Ah tidak, aku memang sedang tak bisa tidur. Dan aku mendengar suara ribut di luar. Aku tahu kakakku melakukan dengan siapa kali ini. Bulan depan akan ada pelayan baru lagi...." gumam Louis.
"My lord....kau menguntit kakakmu?!"ujar Helena tak percaya. "Kau tidak sampai mengintip mereka bukan?!"
"Tentu saja tidak, meski aku tahu apa yang mereka lakukan dan aku jijik melihatnya. Sebentar lagi ayah akan keluar menyerang mereka, sebaiknya kita pergi dari sini!" desis Louis ketika mendengar suara teriakan makin keras.
Helena terkejut menyadari Louis memegang tangannya dan menarik pergi dari sana. Ia terkejut merasakan tarikan tangan Louis yang memiliki tubuh kurus dan kecil. Anak muda itu menariknya dengan kuat. Dan ia mengikuti tanpa protes. Louis mengajaknya berdiam diri di perpustakaan.
Ruangan luas dan dingin itu membuat Helena kembali merapatkan mantel. Ia sudah sering kemari. Tapi di saat gelap seperti ini dan bersama Louis membuatnya ngeri. Bukan karena Helena takut pada Louis. Tapi sorot mata anak itu membuatnya merinding.
"Kita tak bisa menyalakan penerangan di sini. Orang akan melihat dan masuk kemari. Para penggosip itu pasti akan curiga kenapa kita berdua berada di sini."
"Siapa yang kau maksud dengan para penggosip?!"
"Para pelayan. Apa kau tak tahu? Kau juga harus berhati-hati dengan mereka. Tak ada yang bisa dipercaya di rumah ini. Bahkan dinding pun bisa mendengar..." gumam Louis dengan suara aneh menatap ke arah dinding.
"My lord....jangan berpikir macam-macam."tukas Helena ketakutan.
Louis menoleh dan nyengir. "Aku pasti sudah membuatmu ketakutan, Miss Helena..."
Helena kembali terlonjak kaget mendengar suara teriakan kemarahan dari luar. Ia melirik ke arah pintu.
"Ayahku. Ia sudah mendatangi James bersama pelacur menjijikannya.... "tukas Louis tersenyum miring. Ia terkekeh. "Hari ini akan menjadi hari yang ramai dan seru...."
Helena memandangi Louis. Anak itu justru terlihat puas seakan kejadian itu merupakan hiburan baginya. Dahi Helena berkerut. Rasanya tak percaya ada saudara yang bersikap seperti itu. Mereka kakak beradik, tapi memang terlihat tak dekat. Sangat berbeda dengan Helena bersama adiknya.
------
Helena masuk ke dalam ruang makan para pelayan. Suara dengungan orang berbicara menyambutnya saat masuk. Beberapa pelayan sempat berhenti berbicara, melihat ke arah Helena lalu kembali menoleh kepada teman bicara mereka. Dan mereka mulai berbicara. Helena tersenyum kecil. Mereka pasti sedang membicarakan mengenai kejadian tadi pagi, ujar Helena dalam hati.
Helena tersenyum saat Mabel melambai padanya. Ia mengambil roti dengan segelas susu untuk sarapan. Apa yang terjadi tadi pagi cukup untuk menghilangkan nafsu makannya. Lalu ia berjalan menuju kursi kosong di sebelah Mabel dan duduk.
"Kurasa kau pasti mendengar keributan tadi pagi..." bisik Mabel.
Helena menoleh padanya dan mengangguk. "Kau pun mendengarnya?"
"Ya. Baru kali ini aku melihat His Grace sangat murka. Teriakannya terdengar hingga jauh...."
"Wajar jika His Grace marah. Sikap putranya sudah keterlaluan. Bagaimana bisa Lord James bermain dengan pelayan?!"tukas pelayan lain yang duduk di sebelah Helena dengan nada tak percaya dan jijik.
"Jadi, kalian sudah tahu perihal Lord James?" tanya Helena.
Mabel mengangguk. "Kami tahu dan mendapat perintah untuk diam dari His Grace. Atau kami akan dipecat tanpa gaji...."gumamnya.
"Apa ada yang tahu pelayan mana yang bernasib sial itu?" tanya pelayan di samping Helena. Ia menatap pada Helena. "Miss Helena bukankah berdekatan dengan ruang tidur Lord James?! Apa kau melihat siapa pelayan itu?!!"
Helena terkejut. "Hmm.....aku...aku tak tahu...."
"Argh....aku sungguh penasaran siapa pelayan bodoh itu. Bagaimana bisa ia termakan rayuan semudah itu?! Apa dia pikir Lord James mau tanggung jawab? Apa ia mengira His Grace mau menerimanya sebagai menantu?!!"
"Hei, hentikan! Jangan ganggu sarapan ini dengan gosip tak berguna. Biarkan His Grace yang membereskan masalah itu! Tutup mulutmu dan lanjutkan sarapanmu!" seru Lotty kesal.
Pelayan di sisi Helena terkejut. Ia diam tak berani menjawab. Pelayan itu pun kembali melanjutkan sarapannya, meski sebenarnya mulutnya masih gatal untuk berbicara.
Helena tersenyum kecil. Semua takut pada Lotty, tukasnya. Tapi setidaknya kini ia bisa makan dengan tenang. Tanpa perlu mendengar percakapan para pelayan mengenai kejadian tak senonoh itu. Helena berharap Lady Lilian tak terbangun tadi pagi. Tapi rasanya mustahil, batinnya, suara His Grace begitu kencang. Gadis kecil itu pasti terbangun. Pikiran itu membuat ia tak nyaman. Helena pun segera menghabiskan sarapannya dan pamit pergi.
Ia berjalan menuju ruang duduk. Seharusnya Lady Lilian sudah berada di sana. Dan dugaannya benar. Lilian berada di sana. Wajahnya tertutup sebuah buku. Lilian segera menurunkan buku saat mendengar suara pintu terbuka dan langkah kaki.
"Miss Helena!!!" seru Lilian dengan girang menaruh buku di sofa dan menghampiri Helena.
Helena tertawa. "Selamat pagi, my lady."
"Selamat pagi, Miss. Maaf aku lupa memberimu salam!"
"Tak apa. Lain kali jangan lupa ya. Terutama pada orang tuamu."
Lilian mengangguk. "Miss Helena, apa tadi pagi kau mendengar suara ribut di luar?"
Helena terdiam sebelum akhirnya ia mengangguk. "Kau terbangun?!"
"Ya. Kelihatannya Ayah sangat marah. Aku takut dan tak berani keluar."
Itu bagus, bisik Helena dalam hati. "Bagaimana jika aku mengajarimu membaca, my lady?" tanyanya agar mengalihkan perhatian Lilian. "Agar kau bisa membaca buku sendiri."
Helena bersyukur Lilian menerima ajakannya. Ia pun segera menuju meja. Mengambil papan tulis kecil dengan kapur di tangan. Helena mulai mengajarkan gadis kecil itu mengenal huruf. Jarinya menulis satu huruf, melafalkannya dan meminta Lilian menirunya. Lalu ia membantu Lilian belajar menulis huruf.
Helena dan Lilian sedang belajar dengan tenang ketika pintu terbuka. Kepala ke duanya mendongak ke arah pintu. Lilian membelalakkan matanya lalu langsung berseru seraya turun dari kursi dan menghambur ke arah orang yang baru saja masuk.
"Paman!!!!!"
Sementara Helena menatap sosok itu dengan kaget. Jantungnya serasa berhenti berdetak. Ia melihat Lady Lilian di peluk dan di angkat oleh pria itu. "Tidak mungkin...." gumamnya.
Perkataan Helena meski pelan masih bisa terdengar oleh orang itu. Helena menelan ludah melihat mata biru itu kini memandanginya dengan tatapan bertanya.
"Paman, dia adalah governess baruku." kata Lilian yang sudah turun dari gendongan sang pria.
"Governess baru lagi?!" tanya pria itu kaget. Matanya tak lepas dari sosok Helena. Seakan ia sedang mengamati wanita itu yang menatapnya dengan mata melebar dan pucat.
"Ya, paman. Ayo aku kenalkan padanya!" ujar Lilian menarik tangan pria itu.
Helena masih duduk di bangkunya. Memperhatikan Lilian mendekat bersama pria itu. Ia sampai harus mendongak karena tubuh pria itu memang tinggi. Seharusnya ia berdiri dan membungkuk padanya, tapi badan Helena seakan kaku. Ia tak bisa bergerak atau berpikir.
"Miss Helena, ini pamanku. Paman, ini Miss Helena." ujar Lilian.
Pria yang dipanggil paman menunduk kepada Helena yang masih terpaku padanya. Ia mengangkat alis. Kenapa wanita ini hanya duduk diam?!
"Walter?" tanya Helena bergetar.
"Walter? Namaku bukan Walter, Miss. Namaku Nicholas."
Helena menatap mata biru itu. Suara beratnya seakan menyadarkan dirinya. Mendadak Helena bangun dari posisi duduk. Membuat kursinya terjatuh dengan suara keras. "Oh maafkan aku...aku Helena, Governess Lady Lilian, senang bertemu dengan anda, my lord...."
Nicholas kembali mengangkat satu alisnya. Ia merasa heran dengan tingkah wanita di depannya. Tapi Nicholas tersenyum dan membalas salam Helena.
"Apa paman akan tinggal lama di sini?" tanya Lilian yang masih bergelayut manja di tangan pamannya.
"Hmmm...entahlah. Tergantung bagaimana keinginanmu, Lilian." sahut Nicholas.
"Aku mau paman menginap lama di rumahku!"
Nicholas tertawa. Suara tawanya begitu renyah di telinga Helena. Ia terus memperhatikan pria itu. Dadanya terasa sesak. Perih yang dulu hilang seakan muncul kembali. Pria bermata biru itu sungguh mirip dengan tunangannya, Walter. Mata Helena tak lepas dari sosok Nicholas yang asyik berbincang dengan Lilian.
Nicholas merasakan sorot mata aneh dari Helena. Ia merasa heran. Biasanya para gadis akan memandangi dirinya dengan genit serta tatapan memuja. Tapi kenapa governess baru Lilian memberinya tatapan aneh?! Helena melihat dengan dahi berkerut. Begitu dalam seakan wanita itu menahan rasa sakit. Memang kenapa dengan wajahnya?! Apa aku seperti hantu, batinnya. Dan kenapa ia memanggilnya dengan nama Walter?!
Tbc....
Karena mood lg lancar & ga ada gangguan, jadi kurasa ga ada salahnya update malam ini juga hehehe.... Semoga ke depannya tetep lancar biar bisa cepat tamat
See u
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top