8
“Mabel.”gumam Helena saat mereka menyantap makan siang bersama.
“Hmmm…”sahut Mabel menoleh padanya.
Helena menoleh ke sekeliling meja makan. Melihat semua orang tampak sibuk makan sambil berbincang. Ia kembali menatap Mabel. “Aku masih tak percaya. Apakah Lilian selalu memakai korset?”tanyanya pelan agar tak ada yang mendengar.
Mabel memandangi Helena dengan mata melebar. “Aku pun baru mengetahuinya, Miss Helena.”
“Ia masih kecil. Bagaimana mungkin….”ujar Helena dengan nada tak percaya.
“Aku tahu. Tapi kurasa ini perintah dari Her Grace.”sahut Mabel. Ia melihat mimik tak percaya dan tidak setuju pada wajah Helena. Ia mengerti perasaan Helena. “Kurasa kita tak bisa campur tangan dalam hal ini.”
Helena menarik napas. “Aku mau melihat Lady Lilian kembali.”
Mabel menoleh padanya. “Kau tahu, Miss Helena?! Kau lebih layak menjadi pengasuh daripada Miss Edwina.”ujarnya meringis.
Helena tertawa kecil. “Kau terlalu memuji. Tugasku hanyalah sebagai governess Lady Lilian.”
“Kalau saja aku menjadi Her Grace, aku akan menjadikanmu pengasuhnya.”
Helena tersenyum. “Terima kasih atas kepercayaanmu. Kau sangat baik, Mabel. Sampai jumpa lagi nanti.”tukas Helena seraya beranjak bangun.
Helena berjalan keluar dan segera menuju ruang tidur Lilian. Ia mengangguk tersenyum saat bertemu dengan pelayan lainnya. Malam saat ia menemani Lilian sudah menyebar di rumah kediaman ini. Hampir semua pelayan memuji tindakan Helena. Sikap dingin sang duke dan istrinya terhadap anak-anaknya memang sudah menjadi hal biasa. Para pelayan merasa tak tega melihat anak sang duke yang kurang kasih sayang dari orang tuanya.
Helena membuka pintu ruang tidur Lilian. Ia melihat Lilian sudah bangun. Gadis itu sedang duduk bersandarkan bantal dengan meja kecil di hadapannya. “Selamat pagi, my lady.”
“Miss Helena!”seru Lilian tersenyum lebar.
Helena mendekat. Ia melihat makanan Lilian yang masih belum tersentuh. “Kenapa makananmu belum habis?”
“Aku….”gumam Lilian dengan wajah merah padam. Ia tampak ragu dan malu untuk menjawab.
“Ada apa, my lady?”tanya Helena tersenyum seraya duduk di sisinya. “Apa kau mau aku suapi?”
Lilian menatap Helena dengan mata melebar. “Bagaimana Miss Helena tahu?”
Helena tertawa kecil. “Karena aku memiliki empat orang adik. Apa kau lupa?”tanyanya membuat Lilian ikut tersenyum. Helena mengambil sendok dan mendekatkannya pada mulut Lilian yang langsung terbuka. Helena terus menyuapi Lilian sambil berbincang ringan hingga tanpa terasa makanan Lilian habis.
“Ah apa kau masih mau makan, my lady?”tanya Helena tersenyum.
Lilian menggelengkan kepala. “Tidak. Aku sudah kenyang, Miss Helena. Terima kasih kau sudah menyuapi aku….”
“Sudah menjadi tugasku, my lady. Aku ingin kau cepat sembuh dan sehat kembali.”ujar Helena merapikan baki. “Aku akan pergi agar kau bisa kembali rehat.”
Lilian mengangguk. Kembali berbaring. Helena membantu menyelimuti tubuh mungilnya. “Miss Helena….”
“Ya, My Lady.”
“Bisakah kau menemani di sini hingga aku tertidur?”
“Baiklah.”sahut Helena mengangguk. Ia kembali duduk. Memegang tangan Lilian yang terulur padanya. Ia terus menggenggam tangan Lilian sampai gadis itu tertidur pulas.
Perlahan Helena menaruh tangan Lilian di tempat tidur lalu menyelimutinya. Dan ia keluar dari ruang tidur Lilian.
“Kerja yang bagus, Miss Helena.”
Helena terlonjak kaget. Ia menoleh ke belakang. “Oh my lord.”ujarnya melihat James yang berdiri sambil tersenyum miring. Jantungnya berdebar cepat. Ia tak lupa dengan kejadian sebelumnya di mana Lord James berbisik hal yang tak pantas padanya. Helena hanya bisa berdiri bersandarkan pintu.
“Aku mendengar apa yang kaulakukan dengan adikku, Lilian.”tukas James.
“Aku hanya melakukan tugasku.”
“Tugasmu yang seharusnya di lakukan oleh seorang pengasuh, bukan governess.”
“Lady Lilian membutuhkan orang untuk menjaganya. Ia sedang sakit. Aku hanya membantunya, my lord. Apa itu masalah?”
James mendongak dan tertawa. Membuat Helena menatapnya dengan kening berkerut. Beberapa menit kemudian ia berhenti tertawa. Menatap Helena kembali dengan sorot mata intens. “Aku menyukaimu, Miss Helena. Kebaikan hatimu secantik wajahmu. Dan aku menyukainya.”
Helena merasa risih dengan cara James menatapnya. Ia ingin cepat menyingkir dari hadapan pemuda ini. “Terima kasih, my lord.”sahutnya. Lalu ia membungkuk seraya pamit undur diri. “Permisi, my lord.”
“Hei hei tunggu. Kau mau ke mana?”tanya James merentangkan tangan menghalangi langkah Helena.
Helena tersentak kaget. Ia berhenti melangkah dan refleks mundur. Memandang James dengan tajam dan waspada.
“Bukankah kau memiliki waktu senggang saat ini? Lilian sedang sakit dan kau tak perlu mengajarinya apapun bukan.”ujar James. Ia mendekatkan wajah pada Helena. “Bagaimana jika kita duduk dan berbincang?”bisiknya dengan nada merayu.
Helena mundur. “Maaf, my lord. Aku harus melakukan sesuatu.”ujarnya seraya mengambil langkah cepat. Bergegas melewati James yang hampir saja menangkap lengannya. Tapi Helena berhasil menghindar.
Helena terus melangkah menuju kamarnya. Masuk sambil menutup pintu dengan keras dan menguncinya. Lalu ia bersandar pada pintu. Memegang dadanya yang masih berdebar kencang.
“Ada apa dengan Lord itu?!!”gumamnya. Helena mengerang kesal lalu memutuskan untuk melupakan kejadian tadi dengan menulis surat pada keluarganya.
------
Sore itu Helena menghabiskan waktu di taman. Ia duduk di bawah sebatang pohon rimbun seraya menyulam sebuah sapu tangan untuk Lady Lilian. Tangannya memainkan jarum dan benang dengan lincah. Pola bunga yang ia sulam mulai berbentuk. Helena tersenyum kecil melihat hasilnya.
Sebuah suara mengagetkan Helena hingga jarinya tertusuk jarum dan berdarah. Ia mengenyit pelan. Helena mengisap jarinya sambil mencari sumber suara yang membuatnya terkejut tadi. Ia melihat Louis berdiri tak jauh dari tempatnya duduk. Anak muda itu melihat jari Helena.
Louis perlahan mendekat sementara tangannya meraih sesuatu dari dalam kantung. "Untuk lukamu, miss...."
Helena melihat sebuah sapu tangan putih di tangan Louis. "Terima kasih, my lord. Lukaku akan segera sembuh. Hanya luka kecil...."
"Anda yakin? Sebaiknya luka itu segera diobati agar tidak infeksi dan membahayakan nyawamu hingga meninggal."
Helena tersenyum. "Ini hanya luka kecil, my lord. Tidak akan sampai membuat meninggal."sahutnya. Ia melihat Louis terdiam. Terus berdiri diam menatapnya. Helena merasa heran. Ia merasa anak itu seperti kesepian. "Apa anda mau duduk bergabung bersamaku?!"
"Boleh?"
"Tentu saja." sahut Helena tersenyum.
Perlahan Louis duduk diam di samping Helena. Memandangi rumput dengan tatapan kosong. Lalu kepalanya menoleh pada Helena yang kembali menyulam. "Kau membuat apa, Miss Helena?"
"Sebuah sapu tangan." sahut Helena. "Aku ingin membuat sapu tangan untuk adikmu."
"Oh...sapu tangan..." gumam Louis.
"Apa anda mau kubuatkan juga?" tanya Helena.
Louis menoleh padanya dengan alis terangkat tak percaya. "Kau mau membuatkannya untukku?!" tanyanya.
Helena mengangguk. "Hanya saja aku tak mungkin menyulam bentuk bunga untukmu karena anda seorang pria." ujarnya tertawa kecil. "Mungkin aku akan membuat inisial namamu."
"Oh...anda baik sekali. Aku....aku belum pernah menerima apapun selama ini...."
Helena menatapnya. Louis mengatakan hal itu dengan nada muram. Jadi selama ini ia tak pernah mendapat hadiah, tanyanya dalam hati dengan tak percaya. "Tapi...anda pasti mendapat hadiah pada hari ulang tahunmu bukan?!"
Louis terkekeh. "Ulang tahun?! Aku sendiri sudah lupa kapan ulang tahunku, Miss. Tak pernah ada yang peduli padaku....pada kami....."tukasnya datar.
Helena menatapnya dengan pedih. Rasanya mustahil baginya seorang anak tak pernah merasakan ulang tahun. Di rumahnya, keluarga Helena selalu merayakan ulang tahun. Ia menarik napas. "Kau sungguh lupa kapan ulang tahunmu?!"
"Well...mungkin orang tuaku tahu tanggal lahirku. Tapi apa mereka peduli jika aku menanyakan hal itu?! Lilian sakit saja, mereka tak peduli." ucap Louis tersenyum sinis.
"Bagaimana jika hari saat aku memberikan sapu tangan sebagai hari ulang tahunmu?!" usul Helena.
Louis kembali memandangi Helena dengan alis terangkat. Ia tampak tak percaya.
"Dan saat itu kita bisa mengadakan pesta kecil untukmu. Kita bisa mengajak Lady Lilian. Ia pasti akan senang."
Louis terdiam setelah akhirnya mengangguk perlahan. "Kenapa kau mau melakukannya, Miss Helena?"
"Karena aku peduli padamu. Lagipula hari ulang tahun adalah hari yang seharusnya dirayakan. Hari di mana usiamu akan bertambah. Hari di mana kau harus bersyukur karena masih bisa menikmati hidup....."gumam Helena seraya menerawang jauh. Mendadak ia teringat dirinya pun sudah lama tak merayakan ulang tahunnya sejak Walter meninggal.
Louis menatap Helena. Meski sedikit, tapi ia merasa tersentuh dengan kebaikan Helena. "Terima kasih, Miss Helena. Tak pernah ada yang peduli padaku. Kakakku saja tidak bersikap sepertimu...."
"Apa kalian tidak pernah bermain bersama saat kecil?"
"Waktu kecil kami sering bersama. Semua berubah sejak ibu meninggal dan Sarah masuk ke rumah ini." ujar Louis. Mendadak wajahnya berubah dingin dan tampak geram. "Kau jangan terlalu dekat dengan kakakku, James. Ia pria brengsek..."
"A..apa maksudmu?"
Louis menyeringai. Membuat Helena merasa merinding. "Akan kukatakan suatu rahasia. Aku tahu kau berbeda, Miss Helena. Aku yakin kau bisa di percaya."gumamnya nyaris berbisik. "Kakakku....ia sering bermain gila dengan para pelayan di sini...termasuk para governess sebelum dirimu....."
"Aa....apa...."sahut Helena terkejut.
"Karena itulah tak pernah ada governess yang tinggal lama di sini. Ayah menyingkirkan mereka yang sudah dinodai oleh James. Ayah tak ingin nama baiknya tercoreng karena ulah James jika kejadian itu menyebar keluar. Karena itu ayah memberi mereka uang untuk menjauh."
"K...ka...kau tidak sedang berbohong kan?!" tanya Helena terbata-bata. Ia terkejut dengan cerita Louis. Dan sepertinya kejadian itu tidak diketahui oleh orang lain kecuali majikannya. Mereka begitu rapi menyembunyikan hal ini.
"Apa aku terlihat seperti orang yang suka berbohong?!"
Refleks Helena menggelengkan kepala. "Tidak...."gumamnya. Jika Louis memang benar, ia mengerti dengan sikap aneh James yang selalu mendekati dan menggodanya. Helena merinding mengingat hal itu.
"Aku tahu James sedang mencoba merayumu juga." tukas Louis tersenyum miring. "Kau harus menjaga jarak dengannya, Miss Helena."sambungnya dengan nada berbisik dan membuat Helena kembali merinding.
Tbc....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top