6

"Kapan ya Lord Nicholas akan datang kemari?"tanya seorang pelayan saat mereka sedang sarapan. Sementara Helena mendengarkan percakapan mereka.

"Ah Lord Nicholas...sudah lama ia tak kemari."

"Hmmm mungkin ia sudah tak mau lagi mampir kemari. Kau tahu sendiri...banyak keanehan di rumah ini. Terlebih dengan sikap Her Grace yang dingin padanya."ujar pelayan yang pernah memberitahu Helena bahwa rumah ini berhantu. Dan belakangan Helena mengenalinya bernama Bertha.

"Kau selalu asal bicara. Bagaimanapun Lord Nicholas bebas mengunjungi rumah saudaranya, juga keponakannya."

"Aku rindu dengannya. Ia selalu bisa menghidupkan suasana di sini."

Helena penasaran dengan sosok Lord Nicholas. "Siapa Lord Nicholas?"tanyanya pada Mabel.

"Lord Nicholas adik dari His Grace. Ia belum menikah dan selalu datang kemari."

"Ah kau belum bertemu dengannya ya?! Pria itu selalu menjadi impian banyak pelayan di sini. Kurasa kau pun akan jatuh cinta juga padanya."

Mabel tertawa melihat Helena mengerutkan dahi lalu ia menambahkan, "Lord Nicholas pria yang tampan. Banyak pelayan wanita di sini diam-diam menyukainya. Berharap bisa menjadi pendampingnya."

"Ah kau pun terjatuh dalam pesonanya!"

Mabel hanya tertawa dengan wajah merona. "Well...siapa yang bisa menolak pesona lord itu."ujarnya terkekeh.

'Aku....mungkin hanya aku yang tak akan terpesona dengan Lord Nicholas, tak peduli betapa tampannya ia hingga bisa membuat para pelayan memgaguminya.'batin Helena dalam hati.

"Jangan sampai miss Edwina tahu kau pun jatuh hati padanya. Kau bisa kena tatapan mautnya. Kau tahu Miss Edwina sangat menyukai lord Nicholas. Berharap bisa menjadi istrinya."ujar Berta dengan wajah sebal.

"Ah Miss Edwina tak bisa melarang perasaan suka seseorang. Itu hak semua orang bukan?!"

"Hmmm...mengenai Miss Edwina....di mana ia makan? Aku tak pernah melihatnya sejak tinggal di sini."ujar Helena.

Lotty mendengus. "Dia wanita angkuh yang merasa tak pantas bergabung di sini. Ia selalu makan di kamarnya."

"Oh...."sahut Helena.

"Miss Edwina memang sangat jarang bergaul dengan kita. Mungkin karena Her Grace begitu mempercayainya."

"Kau harus menjaga jarak dengannya, Miss Helena. Aku curiga dengannya."ujar Bertha

Helena menahan senyum. Entah kenapa ia merasa Bertha selalu memiliki kecurigaan terhadap apapun. "Kurasa ia wanita yang baik, meski memang bersikap dingin padaku."

"Kau harus hati-hati. Dia itu bermulut tajam dan jahat. Kurasa Her Grace memintanya untuk menjadi mata-mata."

"Oh Bertha hentikan ocehanmu itu!"seru Lotty.

"Terserah kalian percaya atau tidak. Tapi aku tak menyukai wanita itu."

Helena berjalan untuk menemui Lilian di ruang belajar. Tanpa memikirkan kembali percakapan di ruang makan tadi mengenai Lord Nicholas. Helena tak peduli. Setampan apapun pria itu, ia tidak akan jatuh hati. Hatinya hanya untuk Walter. Dan ia hanyalah gadis dari kalangan biasa. Tak akan cocok bersanding dengan keluarga bangsawan.

Helena terpaku melihat James melangkah di hadapannya. Ingatannya kembali pada kejadian kemarin. Membuat darahnya kembali mendidih.Ia baru saja memutuskan untuk berputar arah dan mengambil jalan lain. Tapi James sudah terlanjur melihatnya. Helena tak mungkin membalikkan badan dan menghindar. James akan menganggap Helena takut padanya. Helena tak takut. Ia hanya tak mau kejadian memalukan itu terulang. Ia hanya ingin menjauh dari majikan mudanya itu.

Helena mengertakkan gigi melihat James memandangnya dengan senyum miring dan sinis. Helena menarik napas. Melanjutkan terus melangkah hingga jarak mereka mengecil. Ia bisa merasakan tatapan James padanya. Tapi Helena tak akan takut.

"Selamat pagi, my lord."sapa Helena seraya mengangguk dan bergegas pergi.

"Selamat pagi, Miss Helena."sahut James. "Kau terlihat cantik hari ini."

"Terima kasih, my lord."ujar Helena dengan suara keras dan terus berjalan menjauh. Tak berniat berhenti dan menoleh pada James. Dadanya terasa berdebar keras. Ia terus berjalan dan merasa lega karena majikannya tidak berbicara lagi atau mengejarnya.

Sungguh pria yang aneh, ujarnya dalam hati. Bagaimana bisa pria semuda itu bisa bersikap seperti playboy? Ia masih muda. Apakah karena ia mengikuti gaya His Grace dulu? Apakah ayahnya pun playboy dulu? Seperti peribahasa yang mengatakan buah jatuh tak jauh dari pohon.

'Ini bukan urusanku. Untuk apa aku harus memikirkannya?!'tegur Helena dalam hati.

Helena mengetuk pintu ruang belajar dan membukanya. Mengulum senyum untuk bertatap muka dengan Lilian yang pasti sudah duduk menunggunya. Tapi senyumnya segera hilang dan mulutnya terbuka kaget melihat sosok yang duduk bersama Lilian. Di samping Lilian, Louis duduk dengan buku di tangannya.

"Selamat pagi, my lady, my lord."sapa Helena membungkuk pada mereka.

"Miss Helena!"ujar Lilian dengan riang seperti biasanya.

Sementara Louis mendongak. Menatap Helena dengan sorot mata tanpa emosi. "Selamat pagi, Miss."

Helena mendekat. Memutuskan untuk duduk di samping Lilian. "Kalian sedang membaca buku apa?"

"Buku tentang burung."sahut Louis seraya menunjukkan sampul buku di tangannya.

Helena menelan ludah dan merasa gugup. Kenapa mereka membaca tentang burung?! Membuat ia teringat saat melihat Louis dengan tega membunuh seekor burung di taman. Ia melirik Louis yang tampak fokus dengan bacaannya.

"Lihat ini."tunjuk Louis pada sebuah gambar burung yang bertuliskan nama burung jay. "Burung jay dikatakan suka mencuri makanan dari sarang lain. Sungguh hewan yang licik dan jahat. Aku pernah melihat burung seperti ini."

"Apa kakak melihatnya sedang mengambil makanan dari tempat lain?"tanya Lilian.

"Ya. Dan aku memberinya pelajaran."gumam Louis menyeringai.

Helena merasa merinding mendengar nada bicara Louis. Dan sorot matanya...tampak menerawang seakan ia kembali mengingat perbuatan di taman. Louis seperti tak menyesal dengan perbuatannya.

"Kau tahu, Lilian, tersebar berita bahwa burung magpie menyukai benda mengkilap. Burung itu suka mencuri benda berharga. Manusia pun sama. Aku mengenal seseorang yang telah merebut sesuatu yang berharga dalam hidupku."

Lilian menatap kakaknya dengan tak mengerti. Begitu pula dengan Helena. Helena tak tahu apa maksud Louis. Kenapa ia berkata seperti itu pada adiknya? Cara bicara dan wajah Louis begitu datar dan dingin. Membuat Helena takut.

"Siapa, kak?"

Louis menoleh perlahan pada adiknya. Helena bisa melihat wajahnya dari atas kepala Lilian. Tatapannya begitu dingin dan tak ada emosi apapun.

"Kau masih kecil, Lilian."sahut Louis mengusap kepala Lilian. "Saat besar nanti, kau akan tahu."

Helena menarik napas lega mendengar Louis tak menjawab dengan jelas. Bagaimanapun menurutnya Lilian masih kecil. Ia tak ingin Lilian terpengaruh dengan sikap aneh Louis. Juga James, geramnya dalam hati.

Louis menutup bukunya. "Aku akan meninggalkan kalian. Sudah waktunya kau belajar untuk menjadi seorang lady bukan?!"ujarnya seraya berdiri. "Sampai jumpa saat makan malam nanti."

"Sampai jumpa lagi, kak."

"Permisi, Miss Helena."ujar Louis.

"Terima kasih kau sudah menemani lady Lilian, my lord."sahut Helena tersenyum. Louis hanya mengangguk lalu berjalan keluar. Helena menghembuskan napas lega. Ia sempat mengira Louis akan ikut pelajaran dengannya. Helena tak bisa membayangkan jika Louis bergabung dengan mereka. Kehadiran anak itu membuatnya gugup dan cemas.



Sore hari Helena mengajak Lilian untuk membaca buku di taman. Menikmati udara musim panas yang hari itu kebetulan sedang sejuk. Angin sepoi bertiup menerbangkan dedaunan dan rumput. Terdengar suara gemerisik rumput saat Helena berjalan bersama Lilian. Lilian mengajak duduk di bawah sebatang pohon dan Helena duduk di sampingnya.

"Kau mau membaca buku yang mana, my lady?" tanya Helena.

Lilian menunduk melihat tumpukan buku yang di bawa. Menggeser satu per satu buku dengan wajah serius hingga ia menemukan buku yang menarik perhatiannya. Lilian pun mengambil dan menunjukkan pada Helena.

Helena tersenyum. "Ah sepertinya menarik."sahutnya seraya meraih buku itu. "Kau siap mendengarnya?"

Lilian mengangguk. Helena pun mulai membuka buku itu. Membacakan halaman demi halaman sementara Lilian duduk mendengarkan. Helena tersenyum merasakan Lilian mendengar seraya bersandar pada lengannya. Angin sepoi yang berhembus serta aroma rumput membuai gadis kecil itu. Suara Helena yang membacakan buku dengan lembut membuat Lilian mengantuk. Lilian merasa seakan ia sedang dibacakan dongeng sebelum tidur. Dan dalam waktu cepat mata Lilian terpejam.

Helena menunduk. Melihat mata Lilian tertutup. Ia kembali tersenyum. Helena tak berani membangunkan Lilian. Ia pun menutup buku. Memperlihatkan bulu mata lentik sang gadis kecil yang terlelap. Tercium aroma lembut dari rambut dan tubuhnya. Lalu Helena menyandarkan kepala pada pohon. Menatap keindahan taman di depan matanya dengan tersenyum kecil.

Sungguh sore hari yang damai dan tenang, batinnya.

Suasana tenang di taman, angin yang berhembus diiringi kicauan burung membuat Helena ikut merasa mengantuk. Ia memutuskan untuk memejamkan mata sesaat. Niatnya hanya ingin mengistirahatkan mata sambil menikmati suara kicauan burung, tapi Helena malah ikut jatuh tertidur, dengan Lilian yang tidur bersandar di lengannya.

Entah sudah berapa lama Helena tertidur. Mendadak ia terbangun. Membuka mata dengan kaget saat teringat ia tertidur di taman. Lengannya terasa berat, pertanda Lilian masih tidur. Helena melihat hari mulai gelap. Ia merasa badannya pegal karena terus duduk tanpa mengubah posisi. Helena baru saja hendak membangunkan Lilian ketika ia melihat cahaya dari sudut matanya.

Refleks Helena mendongak. Rasa penasaran membuatnya ingin tahu cahaya apa yang ia lihat. Helena melihat cahaya itu berasal dari kamar di sayap kiri. Kamar lainnya tampak gelap yang diketahui Helena sebagai kamar tamu. Sedangkan cahaya itu berasal dari kamar paling ujung.

Ruangan yang dilarang di masuki siapapun, batin Helena teringat. Helena mengenyitkan dahi. Ada orang yang sedang berada di dalam sana. Ia memicingkan mata. Jendela kamar tertutup tirai tapi ia yakin sempat menangkap bayangan yang bergerak di dalam sana. Sebenarnya apa yang ada di sana, bisiknya penasaran.

Lalu Helena teringat kembali dengan Lilian. Ia harus membangunkan Lilian. Sebentar lagi gelap dan waktunya makan malam. Jangan sampai Lilian terkena masalah karena kelalaiannya. Helena menunduk. Ia mengusap wajah Lilian untuk membangunkan. Tapi napasnya segera tertahan saat merasakan kulit wajah Lilian yang panas.

"My lady?!"panggilnya panik. "My lady, kau demam?!"

Lilian hanya bergumam pelan. Ia semakin meringkuk pada Helena. "Miss Helena, aku...aku merasa pusing...."gumamnya.

"Oh tidak! Kau demam!"seru Helena panik. Ia merangkul bahu Lilian. Melihat wajah Lilian yang merah karena demam tingginya. Helena segera membopong tubuh mungil itu. Helena sempat merasakan sesuatu yang keras dan ketat pada tubuh Lilian. Tapi ia tak ada waktu untuk memikirkan atau bertanya apa itu. Helena segera berdiri dan bergegas melangkah masuk ke dalam rumah.






Tbc
Pendek bgt ya hehehe lg ga ada ide nih
Semoga pada ga kecewa 🙏
Jangan lupa voment nya ya
Thx u

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top