5

"Selamat pagi, my lord."sapa Helena saat suatu pagi hendak menuju ruang belajar.

"Selamat pagi, Miss Helena."sahut James dengan tersenyum manis

Helena membalas tersenyum. Anak majikannya yang satu ini memang sangat tampan. Meski masih muda tapi pemuda itu sudah bertubuh tegap dan gagah seperti ayahnya. Wajahnya putih mulus dan tampan. Rambutnya gelap dan tersisir rapi. Helena tahu pemuda itu sedang menebarkan pesonanya. Jika ia masih muda, mungkin saja ia akan tersipu malu dan jatuh ke dalam pelukannya. Siapapun pasti tak akan bisa menolak pesona ketampanan James. Helena mengakui James sangat tampan. Tapi ia tak tertarik. Sudah tak ada lagi niat untuk mencari pengganti Walter. Hatinya hanya untuk Walter. Apalagi James adalah anak majikannya.

"Kau masih terlihat muda, miss Helena."ujar James ketika Helena melangkah melewatinya.

"Terima kasih, my lord."sahut Helena.

"Aku menyukai parfum yang kau pakai."gumam James mendekat dan berjalan memutari Helena. Mendekatkan wajah pada Helena seakan sedang mencium aromanya.

Helena berdiri dengan badan kaku. Ia merinding merasakan hembusan napas James di lehernya. "My lord..."Desisnya

"Hmmm kau memakai aroma mawar. Aku suka mawar. Governess sebelumnya memakai aroma lavender."

Helena merasa dadanya berdebar cepat. Apa yang sedang dilakukan James? Kenapa ia bisa tahu parfum yang dipakai governess sebelumnya? Apa ia punya kebiasaan aneh mencium parfum orang? Helena menelan ludah ketika James menempatkan diri di depannya. Mencondongkan badan membiarkan bibir James mendekati telinga Helena dan berbisik

"Apa kau butuh kehangatan malam ini...aku bisa memberikannya jika kau mau, cantik."gumam James dengan nada mendesah.

Helena terkesiap kaget. Pemuda ini! Bocah ini sedang mencoba merayunya. Ia refleks mundur dan menatap James dengan marah. "Jaga sikapmu, my lord! Kuharap kau tak akan mengulanginya kembali. Permisi."ujarnya seraya berbalik badan dan bergegas pergi.

Kenapa dengan semua orang di rumah ini,serunya dalam hati dengan kesal. Helena merasa darahnya masih mendidih karena perlakuan James. Dadanya naik turun karena emosi. Ia tak habis bagaimana bisa pemuda semuda itu sudah bisa bersikap merayu wanita. Helena memang tak mengetahui secara pasti usia James. Melihat dari tubuhnya ia tahu James masih remaja. Masa di mana pemuda itu merasakan gejolak mudanya, tapi sikapnya sungguh tak pantas. Seharusnya ia menjaga nama baik keluarganya.

Helena menggelengkan kepala lalu memutar kenop pintu. Masuk ke dalam ruang belajar di mana Lilian sudah berada di dalam. Mendengar suara pintu terbuka membuat Lilian menoleh, menyebabkan rambut ikal indahnya bergoyang. Helena tersenyum melihat Lilian.

"Miss Helena!"seru Lilian berlari menyambutnya.

"My lady! Jangan lari-lari! Kau harus menjaga sikap. Ingat kau adalah seorang lady!"

Lilian berhenti. Menatap dengan wajah muram pada Edwina

Helena menoleh dan melihat Edwina melotot pada Lilian. Ia merasa Edwina terlalu kaku dan keras pada Lilian. Lilian masih anak kecil. Ia butuh kebebasan. Mengekangnya hanya akan membuat anak itu stress. Hanya akan membuat masa kecil Lilian tak bahagia. Ingin sekali Helena mengatakan semua itu tapi ia tak mau Lilian semakin dipersulit oleh Edwina.

"Kau siap untuk belajar, my lady?"

"Ya, Miss."sahut Lilian.

Edwina beranjak bangun dan membawa buku yang sedang dibacanya. "Aku akan meninggalkan kalian."gumamnya tanpa menatap Helena dan Lilian.

Helena menarik napas. Ia tak pernah bisa mengajak Edwina berbincang. Wanita itu seperti tak menyukainya. Seakan membencinya sejak hari pertama ia datang ke rumah ini.

"Miss Helena."panggil Lilian.

Helena tersadar bahwa ia terus memperhatikan Edwina pergi. "Ah my lady...bagaimana tidurmu?"

"Aku terbangun di malam hari dan sulit untuk tidur lagi."

"Oh itukah sebabnya kulihat kau seperti kurang tidur?! Kenapa kau tak bisa tidur lagi? Apa kau mimpi buruk?"tanya Helena menggandeng tangan Lilian dan duduk di sofa.

"Ya."sahut Lilian.

"Ah adikku pun sering mimpi buruk."ujar Helena tersenyum

"Lalu apakah adikmu bisa tidur lagi, Miss Helena?"

"Ya. Mereka akan mendatangi kamar ibuku atau aku lalu tidur bersama."

Lilian menatapnya dengan mimik polos dan mata melebar.  "Aku ingin menjadi adikmu."

"Apa kau di larang mengganggu ayah ibumu saat tidur?"tanya Helena perlahan. Lilian mengangguk. Wajah manis itu tampak sendu

Helena menatap Lilian dengan tak tega. Ia ingat dengan adiknya. Amelia dan Lewis sangat takut pada petir. Jika mereka mimpi buruk atau mendengar petir saat tidur biasanya mereka akan mengunjungi kamar orang tuanya dan tidur seraya memeluk ayah ibunya. Atau tidur bersamanya. Tapi hal itu tak terjadi dengan Lilian. Orang tuanya justru tak mau diganggu oleh anaknya.

"Kau bisa ke kamarku jika kau tak bisa tidur."gumam Helena.

Lilian mendongak menatap Helena. Wajahnya tampak girang. "Benarkah?!"

"Ya tentu saja. Tapi aku ingin ini menjadi rahasia kita berdua."ujar Helena perlahan. Ia tak tahu siapapun tahu hal ini. "Anggap ini adalah rahasia kecil kita berdua."

"Ya, Miss Helena."

"Janji?"tanya Helena.

"Ya aku janji tak akan bilang pada siapapun."ujar Lilian.

Helena terkejut ketika Lilian mengangkat kepala, mengecup pipinya dan memeluknya. "Aku menyayangimu, Miss Helena. Aku bersyukur bisa mendapat governess sepertimu."

Helena tersenyum. Perasaannya terasa hangat. Ia mengusap rambut Lilian yang harum. "Aku pun menyayangimu, my lady."

"Miss Helena, ceritakan mengenai keluargamu."pinta Lilian

"Ah keluargaku..."gumam Helena dengan tersenyum. Membuat rasa rindu bangkit dalam hatinya. "Aku memiliki dua adik lelaki dan dua adik perempuan. Susan, Lewis, Elliot dan Amelia. Kurasa kau bisa akrab dengan Amelia, usianya 8 tahun dan ia menyukai boneka."

"Apa Amelia menyukai piano?"

"Tidak. Kami tidak memiliki piano di rumah, my lady."

"Kenapa?"tanya Lilian menatap Helena dengan mata melebar. "Kukira semua orang memilikinya."

"Tidak semua orang."sahut Helena. Piano merupakan barang yang mahal dan ia yakin ayahnya tak akan sanggup membelinya. Lagipula keluarga Helena hanyalah orang biasa. Tidak mewajibkan anggota keluarganya terutama para wanita untuk bisa menguasai piano.

"Aku bisa memberikan piano pada keluargamu jika kau mau. Aku akan mengajarimu dan Amelia bermain piano."ujar Lilian

Helena tersenyum. "Terima kasih atas kebaikanmu, my lady. Tapi kurasa itu tak perlu."

"Kenapa? Apa Amelia tidak menyukai musik?"

"Amelia lebih menyukai boneka, my lady."

"Ah begitukah?! Kapan-kapan kau harus mengajaknya kemari. Amelia pasti menyukai koleksi bonekaku."ujar Lilian

"Bonekamu pasti banyak ya?!"ujar Helena meringis melihat Lilian yang tampak bangga.

"Banyak sekali, Miss Helena. Paman Nic selalu membelikanku boneka setiap datang kemari."ujar Lilian tersenyum. Lalu ia kembali muram. "Tapi ayah dan ibu jarang memberiku hadiah atau mainan. Hanya paman Nic..."

"Pamanmu pasti sangat sayang padamu."

"Dan aku sayang padanya."sahut Lilian. "Juga padamu."

Helena mengangkat alisnya. "Benarkah?! Kita baru saja saling mengenal, my lady.

"Tapi kau berbeda dengan governess sebelumnya. Mereka selalu dingin dan jarang bicara. Kau lebih baik, miss Helena."

Helena tertawa kecil. "Apa itu berarti aku lolos menjadi governessmu, my lady?!"

Lilian mengangguk. Membuat Helena merasa hatinya hangat dan tersenyum. Ia mengusap kepala Lilian. "Terima kasih, my lady."

———

Helena melipat kertas yang sudah ia tulis ke dalam amplop. Mengusap tulisan di atas amplop. Helena baru saja selesai menulis surat untuk keluarganya. Ia sangat merindukan rumah dan keluarganya. Kehidupannya di sini sungguh berbeda. Rumah ini besar dan lebih hening. Tidak ramai seperti di rumahnya, di mana ke dua adiknya akan berlarian ke sana kemari dengan suara keras. Sementara ia atau ibunya akan berteriak menyuruh Elliot dan Amelia untuk berhati-hati. Bagaimana sibuknya ia tiap hari di dapur atau mengurus adiknya.

Di sini, pekerjaannya terasa lebih ringan karena ia hanya bertugas mengajari Lilian. Dan Lilian adalah anak yang baik. Anak itu tak pernah berlari atau berteriak. Helena tahu Lilian pasti sudah diajarkan untuk bersikap layaknya seorang Putri bangsawan. Tapi menurut Helena anak itu masih kecil. Seharusnya ia banyak menghabiskan waktu dengan bermain, bukan belajar menjadi lady yang anggun. Anak itu masih memiliki banyak waktu untuk menjadi seorang lady.

Helena mengusap kalung di lehernya. Meraih cincin yang masih ia pakai sebagai liontin. Sudah beberapa hari ia tidak mengunjungi makam Walter, juga tidak memikirkannya. Kesibukannya membuat ia lupa akan Walter. Hanya di malam hari ia akan teringat pria itu. Helena bangkit dari bangku lalu berbaring di tempat tidur seraya menatap langit malam yang gelap melalui jendela.

Helena membayangkan saat-saat ia masih bersama Walter dulu. Tersenyum kecil ketika ia teringat kenangan indah mereka berdua. Helena terus mengenang hingga matanya terasa berat dan ia nyaris tertidur ketika mendengar suara gemerisik gaun bergesekan dengan permadani di luar. Ia menutup mata seraya menduga majikannya baru akan pergi ke kamarnya.

Helena merasa heran mendengar suara itu seperti berhenti di depan kamarnya. Helena membuka mata dan sedikit mendongak. Menatap ke arah pintu. Ia melihat bayangan gelap di bawah pintu. Seperti ada yang sedang berdiri di depan kamarnya. Helena mengerutkan dahi. Siapa yang berdiri di luar semalam ini?!

Helena terlonjak kaget ketika mendadak pintu terbuka. Kamarnya sudah gelap sementara di lorong luar diterangi cahaya lampu remang-remang. Ia melihat bayangan gelap berdiri di pintu. Helena membekap mulut. Teringat dengan cerita sang pelayan bahwa rumah ini berhantu. Apa itu hantunya? Helena merasa badannya kaku melihat bayangan itu mendekat ke arahnya. Ia ingin teriak tapi lehernya seakan tercekat.

"Miss Helena...."

Helena kaget. "My lady?!"serunya. Ia duduk dan segera menyalakan lampu kecil. Melihat Lilian melangkah ke arahnya dengan gaun tidurnya. "Apa yang kaulakukan?! Kau nyaris membuatku kaget setengah mati."

Lilian berdiri di sisi ranjang Helena. Menatap Helena dengan mulut mengisap jempolnya dengan gugup dan takut. "Maafkan aku, Miss Helena...."

"Ada apa, my lady?"tanya Helena

"Aku....bolehkah malam ini aku tidur bersamamu?"

Helena tersenyum kecil. "Oh kukira ada apa....tentu saja boleh...apa kau mimpi buruk?"

Lilian mengangguk.

"Naiklah, my lady."ujar Helena. Lilian naik dan berbaring di sampingnya. Lalu berbaring miring meringkuk di sisi badan Helena. Helena hanya bisa tersenyum melihat Lilian. Ia bisa mencium aroma lembut dari Lilian.

"Tidurlah...."gumam Helena seraya menarik napas. Ia baru saja berpikir hal yang menyeramkan tadi. Mengira Lilian adalah hantu. Helena tersenyum kecil memikirkan kebodohannya. Mana mungkin ada hantu di rumah ini, batinnya seraya mencoba untuk tidur.




Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top