3
"Ada beberapa hal yang harus kau ketahui dan ingat sehubungan dengan pekerjaanmu."ujar Mabel. Ia menoleh melihat Helena mengangguk dan menunggunya melanjutkan. "Kau akan mendidik Lady Lilian. Dan kau harus mencoba menjauhkan dirinya dari Her Grace."
Helena mengangkat alisnya. "Maaf?"tanyanya tak mengerti.
Mabel menatapnya. Mengerti mengapa Helena heran. "Her Grace tak ingin dekat dengan anaknya, termasuk James dan Louis."
"Oh....tapi...."ujar Helena masih tak mengerti. "Bukankah Her Grace ibu mereka?! Dan bagaimana jika anaknya ingin bertemu?"
"Tugasmu untuk menjauhi atau mengalihkan perhatian Lady Lilian."
"Oh...baiklah..."sahut Helena masih tak dapat mengerti. "Dan bagaimana saat waktunya makan? Aku yakin mereka akan makan dalam ruangan yang sama bukan?!"
"Ya. Di luar dari itu baik His Grace maupun Her Grace tak ingin menemui anaknya."ujar Mabel. "Lady Lilian berada di ruang perpustakaan."ucapnya seraya membuka pintu besar berwarna coklat.
Aroma bunga bercampur apeknya buku tercium saat Helena berjalan masuk. Ia melihat ruangan luas dipenuhi rak buku. Di bawah jendela besar terdapat sofa dengan meja. Lalu ia melihat sosok kecil yang duduk di atas sofa.
Helena berhadapan dengan anak asuhnya. Ia jatuh cinta saat pertama melihatnya. Anak itu begitu cantik dan manis bagaikan malaikat. Kulitnya putih bersih bagaikan porselen. Rambutnya coklat ikal. Matanya berbinar cemerlang dengan hidung dan bibir mungil. Anak itu mengenakan gaun berwarna pink yang membuatnya semakin terlihat manis. Seperti boneka cantik. Helena terdiam menatapnya. Baru kali ini ia melihat putri secantik di hadapannya.
"Siapa kau?"tanya anak itu dengan suara pelan dan merdu seperti lonceng.
Helena tersadar. Ia tersenyum seraya mendekat. Anak itu beringsut mundur sedikit. "Hai aku Helena. Governess barumu."
Anak itu mendongak menatapnya. Memperhatikan Helena. "Aku Lilian."sahutnya.
"Kau sedang membaca buku apa?"
Lilian menunduk ke arah bukunya lalu memperlihatkan pada Helena. "Ah kau membaca The Ugly Duckling. Cerita yang menarik bukan?!"ujar Helena tersenyum.
"Kata ibu aku anak yang jelek seperti bebek dalam buku ini. Bagaimana menurutmu?"tanya Lilian menatap Helena yang terkejut.
"Apa..."gumam Helena. Bagaimana bisa sang Duschess tega berkata demikian pada putrinya sendiri?!
"Permisi, Miss, aku akan meninggalkan kalian berdua di sini."ujar Mabel.
"Oh baiklah, terima kasih banyak, Mabel."ujar Helena tersenyum
Mabel tertegun. Seakan ia tak pernah menerima ucapan tersebut selama ini. Tapi ia tersenyum lalu undur diri. Helena kembali menatap Lilian yang masih memandanginya dengan mata birunya.
"Jadi bagaimana, Miss? Apa menurutmu aku memang buruk rupa?"
"Tidak. Kau tidak buruk rupa atau jelek, sayang. Kau gadis kecil tercantik yang pernah aku lihat."ujar Helena tersenyum lembut. Dalam hatinya ia masih merasa tak percaya dan kaget akan perilaku sang Duschess pada anaknya sendiri. Bagaimana bisa seorang ibu mengatakan hal keji serta mengabaikan anaknya sendiri? Ia bersyukur ibunya menyayangi semua anaknya, meski ibunya sibuk.
"Benarkah? Tapi kenapa ibuku berkata demikian? Ia bilang aku anak buruk rupa dan ia tak mau melihatku."ujar Lilian.
Helena semakin tak tega melihat mata Lilian mulai berkaca-kaca. "My lady, bagaimana jika kita membaca buku lainnya?! Apa kau menyukai cerita Snow White?!"
Lilian membelalakkan matanya dan tersenyum. "Aku belum membacanya. Maukah kau membantuku membacakannya?"
"Tentu saja!"sahut Helena. Ia berdiri dan mengulurkan tangan pada Lilian yang segera melompat bangun serta menggandeng tangan Helena. "Tunjukkan di mana buku itu?"
"Di sana, Miss! Ayo akan aku tunjukkan!"
Helena terkekeh melihat Lilian yang kembali ceria. Ya seperti itulah seharusnya seorang anak. Tertawa dan bahagia. Ia tak suka dengan sikap sang Duschess padanya. Tapi Helena tahu ia hanyalah seorang governess. Meski pekerjaannya lebih tinggi dari para pelayan, ia tetap tak memiliki hak untuk menyatakan keberatan mengenai sikap Duschess Sarah terhadap anaknya.
Lilian dengan semangat memberikan panduan pada Helena mengenai isi perpustakaan. Memberitahu isi berbagai rak buku di sana. Lalu ia menghampiri rak buku dekat jendela. Lilian berhenti dan menatap rak buku di depannya.
"Dan ini adalah bagianku. Rak lainnya bukanlah bacaan untukku, begitu kata Governess sebelumnya."
Helena mendongak. Melihat deretan banyak buku anak-anak di sana. Ia yakin semua buku anak dari berbagai negara ada di rak itu. "Koleksimu banyak sekali, my lady!"
"Ayah yang membelikan semua ini. Tapi ia tak pernah ada waktu untuk membacakan, begitu pula ibuku...."
"Jangan bersedih, my lady. Aku siap membacakan cerita kapanpun kau mau. Bagaimana?"
"Benarkah?!"sahut Lilian menatap Helena dengan mata berbinar.
"Tentu saja! Ayo kita mulai membaca Snow White!"ujar Helena mengambil sebuah buku. Mengulurkan tangannya pada Lilian.
"Aku menyukaimu, Miss Helena!"seru Lilian menyambut tangan Helena dan nyaris bergelayut manja padanya.
Helena tersenyum. Ia senang dengan awal pekerjaannya yang mulus. Lilian begitu mudah didekati. "Aku juga menyukaimu, my lady."
Berdua kembali melangkah ke arah sofa. Duduk bersebelahan sementara Helena mulai membuka buku. Ia mulai menceritakan kisah mengenai Snow White. Lilian mendengarkan dengan menopang dagunya di lengan Helena. Memandanginya dengan mata biru indah.
———
"Permisi, my lady, sebentar lagi waktunya makan malam."ujar seorang wanita tua kurus dan berwajah judes.
Helena menoleh dan melihat keluar jendela. Hari sudah mulai gelap. Ia begitu asyik membacakan cerita pada Lilian hingga tak menyadari waktu. "Ah benar. Saatnya kau bersiap, my lady."
"Apa kau mau membantuku mengganti pakaian?"tanya Lilian menatap Helena.
"My lady, Miss Helena hanyalah seorang governess. Ia hanya bertugas mendidikmu. Mari, my lady."ujar wanita kurus itu tanpa menatap Helena sama sekali.
"Tidak mau! Aku mau Miss Helena saja!"rengek Lilian.
"My lady, begini saja. Kau akan pergi bersama pengasuhmu. Dan aku yang akan mengantarmu ke ruang makan, bagaimana?!"usul Helena berharap gadis kecil itu mau menerimanya.
Lilian menatapnya. Sebenarnya ia tak mau tapi dengan enggan kepalanya mengangguk.
"Anak pintar."gumam Helena mengusap rambut halus Lilian.
"Mari, my lady. Jangan sampai kau terlambat!"ujar wanita itu mengulurkan tangan dengan tak sabar.
Helena berdiri dan mengikuti mereka berjalan di belakang. Ia merasa wanita tua itu tidak menyukainya. Jangankan menatapnya, memperkenalkan dirinya saja tidak. Helena melangkah seraya berpikir apakah sebaiknya ia yang memulai perkenalan? Helena menelan ludah dan memberanikan diri.
"Miss, boleh aku mengetahui namamu? Aku yakin kita belum saling berkenalan. Kurasa kita akan sering bertemu bukan?!"ujar Helena.
Wanita itu hanya diam berjalan dengan suara langkah kaki bergema di lorong. Seakan tidak mendengar pertanyaan Helena.
"Dia pengasuhku, namanya Miss Edwina. Tapi ia jarang bicara. Benarkah begitu, Miss?"tanya Lilian pada Edwina.
Edwina menoleh dengan mata tajam pada Lilian. "My lady, bukankah sudah kukatakan untuk tidak banyak bicara saat berjalan di lorong?!"
"Maafkan aku."
Helena memilih diam melihat sikap Edwina. Merasa hidupnya akan susah mengingat Edwina adalah pengasuh Lilian. Ia juga tak habis pikir kenapa wanita itu begitu kaku dan dingin. Apakah karena ia bekerja di keluarga bangsawan terhormat? Bagaimana ia bisa menjalin komunikasi dengan Lilian jika sikapnya dingin dan kaku? Helena merasa kasihan dengan Lilian. Gadis itu masih kecil. Seharusnya ia mengisi waktunya dengan bermain, bukan belajar menjadi sosok yang dingin.
"Kau boleh menunggu di sini."ujar Edwina
"Baik."sahut Helena tak berani membantah. Ia pun berdiri sementara Lilian masuk ke dalam.
Helena membawa Lilian masuk ke dalam ruang makan. Seperti ruangan lainnya di rumah sang duke, ruang makan keluarga Herrington pun berukuran besar dan mewah. Terdapat meja panjang dengan banyak deretan kursi. Lantai putih berkilau dengan karpet merah di bawah meja makan. Lampu kristal menggantung di atasnya.
Helena melihat seorang pria duduk di ujung meja makan. Menduga itulah Ayah Lilian, Duke of Ryde. Seorang pria dengan wajah mulus dan rambut tersisir rapi. Pakaiannya pun tampak mewah dan rapi. Sebelah kanan duduk sang Duschess. Sarah tampak cantik dan elegan dengan gaun indahnya. Wajahnya terlihat datar dan nyaris mengenyit melihat Lilian masuk lalu ia membuang mukanya. Lalu Helena melihat seorang pria muda duduk di seberang Sarah. Pemuda dengan wajah tampan dan berambut gelap. Menatap Helena sekilas. Menyadari ia adalah governess baru. Dan di sebelah pemuda tampan itu, Helena melihat dengan jantung serasa berhenti berdetak dan kaget, duduk seorang anak lelaki yang ia lihat. Anak yang tega menyiksa seekor burung di taman.
Helena menggandeng tangan Lilian mendekati majikannya. Ia tak berani menatap anak lelaki itu. Tapi ia bisa merasakan sorot matanya tertuju padanya. Ia berhenti di samping sang duke. Sekilas melihat tatapan anak itu. Tertegun melihat ekspresi yang ada di wajahnya. Ekspresi kosong seakan ia tak memiliki emosi. Wajahnya begitu datar. Lebih datar dari ibunya. Kulitnya pun putih pucat.
"Selamat malam, Ayah, ibu...."sapa Lilian seraya membungkuk hormat pada orang tuanya.
"Duduklah."perintah Sarah tegas tanpa menatap Lilian.
"Ya bu."sahut Lilian seraya duduk di sebelahnya. "Miss Helena, kau mau ke mana?"
Helena berhenti melangkah. Lalu ia menyadari semua mata tertuju padanya. Membuat Ia salah tingkah. "Aku tak makan di sini, my lady."sahutnya pelan.
"Ayah, ijinkan Miss Helena makan bersama kita. Malam ini saja."pinta Lilian.
Duke of Ryde mengangkat alis mendengar ucapan putrinya. Lalu ia menatap Helena. Mengamati dengan mata tajamnya. Helena hanya berdiri diam dengan gugup. Jika bisa memilih, ia ingin pergi dari ruangan ini. Tapi ia tak berani mengatakannya. Helena berharap Duke of Ryde akan menolak permintaan Lilian.
"Baiklah. Malam ini saja."putus sang duke. "Duduklah."
Helena terkejut menatapnya. Demikian juga dengan istrinya yang langsung menoleh memandangi suaminya dengan tak percaya. Helena merasa tak enak. Tapi ia duduk atas perintah majikannya. Di sebelah Lilian yang tersenyum padanya.
Helena gugup makan bersama keluarga bangsawan. Bersyukur dalam hati karena ia pernah mendapatkan pelajaran etika. Ia juga merasa canggung. Keluarga Herrington makan dalam hening. Tak ada percakapan. Hanya terdengar suara denting alat makan bersentuhan dengan piring dan mangkok. Begitu beda dengan acara makan di rumahnya, penuh keramaian dan percakapan. Helena hanya bisa berharap makan malam ini segera selesai. Dan ia bersumpah tak ingin makan di ruangan ini lagi.
Tbc
Di part sebelumnya kalian sudah bertemu dgn tokoh anak lelaki kejam....
di part ini muncul tokoh anak asuh Helena, Lilian. Hm...kira2 tokoh Lilian beneran polos lugu ato ga ya? Hihihi
Apa di balik keluguannya ada sifat psiko juga? Itu masih aku pikirkan :)
See u at my next part
Jangan lupa voment nya ya
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top