2

Rumah Lord Herrington merupakan bangunan yang luas dan megah, itulah kesan pertama Helena saat melihatnya. Bangunan tersebut begitu besar membentuk huruf u hingga ia yakin di dalamnya terdapat banyak kamar. Taman luas dengan berbagai bunga dan tanaman menghiasi bagian depan rumah. Terdapat kolam dengan air mancur yang memberi suara gemericik air.

Helena berdiri bersama Sir Thomas saat tiba. Sir Thomas mengetuk pintu. Tak lama menunggu, pintu pun terbuka. Memperlihatkan seorang pria berusia sekitar lima puluh tahunan menatap mereka dengan wajah datar.

"Selamat pagi, Sir."sapanya.

"Selamat pagi, Basil. Aku ingin bertemu His Grace. Kurasa ia sudah mengetahui kedatanganku."

Pria itu mengangguk. "Ya. His Grace sudah memberitahu perihal kedatangan anda. Silakan masuk."

Helena masuk dan terperangah melihat bagian dalam rumah yang sangat mewah. Terdapat lampu kristal yang menggantung di atas langit. Di hadapannya ada tangga besar mengarah ke atas. Lukisan mewah menghiasi dinding rumah. Di beberapa tempat terdapat meja kecil dengan vas bunga. Ia bisa mencium aroma bunga tersebut saat melangkah menuju ruang tamu.

Memasuki ruang tamu ia kembali terperangah. Ruang tamu tersebut didominasi dengan warna merah. Terdapat sofa dengan meja besar di tengah ruangan. Kembali tercium aroma bunga yang menghiasi ruangan mewah tersebut.

"Silakan menunggu di sini sementara saya memberitahu kedatangan anda pada His Grace."

"Baiklah."sahut Sir Thomas.

Helena ikut duduk di sofa yang empuk dan lembut. Ia menatap sekeliling ruangan dengan kagum. Rumah ini sungguh indah dan besar, batinnya, lebih besar berkali-kali lipat dari rumahnya. Ia hanya bisa tersenyum miris membayangkan rumahnya yang sederhana.

Tak lama kemudian pintu terbuka dan seorang wanita cantik masuk. Wanita tercantik yang pernah Helena lihat hingga membuatnya tertegun. Wanita itu begitu sempurna. Kulitnya putih mulus tanpa noda. Hidungnya mungil mancung dengan bibir sempurna. Bulu mata lentik menghiasi mata sang wanita. Rambutnya di tata indah. Wanita itu memakai gaun hijau lembut. Melangkah dengan anggun. Wajahnya cantik namun tampak dingin dan kaku. Sorot matanya tajam.

Dialah sang Duschess Sarah. Istri dari Duke of Ryde. Istri ke dua menurut yang diketahui Helena. Ia pernah mendengar istri pertama sang duke meninggal karena sakit. Dan pria itu menikah kembali dengan Sarah.

"Her Grace, senang bertemu denganmu!"sapa Sir Thomas seraya berdiri diikuti oleh Helena.

"Sir Thomas."sahutnya mengangguk. Wanita itu tersenyum tapi senyum itu tampak tak tulus. Seakan ia hanya melakukannya karena terpaksa atau sekedar basa basi. Wanita itu mengulurkan tangannya.

Sir Thomas merasakan sikap wanita itu yang dingin. Ia meraih tangan sang Duschess dan mengecupnya. "Kukira His Grace yang akan menemui kami."

"Tidak."sahut Sarah dengan nada datar. "His Grace telah menitipkan semuanya padaku." Matanya menatap pada Helena yang berdiri diam. "Apakah ini governess yang kau bicarakan?!"

"Ya, Your Grace. Kenalkan ia Helena Lynch. Helena, ia Sarah Herrington, Duschess of Ryde."

"Senang berjumpa dengan anda, Your Grace."sapa Helena tersenyum seraya membungkuk padanya.

Sarah hanya melihat sekilas. Tak membalas sapa Helena dan menatap Sir Thomas lagi. Seakan ia tidak mengharapkan kehadiran Helena. Helena bisa merasakan sikapnya yang dingin dan kaku.

"Aku yang akan menangani Helena selanjutnya. Kau boleh pulang, Sir. Terima kasih atas bantuanmu."ujar Sarah dengan nada tegas dan dingin.

Sir Thomas mengangguk. "Terima kasih, Your Grace."sahutnya. Ia menoleh pada Helena dan tersenyum. "Sampai jumpa lagi, Helena. Aku yakin kau akan betah di sini."

"Ya. Terima kasih, Sir."sahut Helena lirih.

Sir Thomas pamit undur diri. Ia melangkah keluar dan sempat menatap Helena sejenak sebelum menutup pintu. Dan kini hanya ada Helena dengan Sarah dalam ruang duduk. Helena berdiri diam. Ia bisa melihat sang Duschess tampak tak menyukai kehadiran Sir Thomas. Sir Thomas yang biasanya ceria dan santai pun tadi tampak gugup.

Duschess of Ryde menoleh menatap Helena dengan mata elangnya. Membuat Helena merinding. Entah kenapa tindak tanduk wanita ini membuatnya takut.

"Seorang pelayan akan mengantar ke kamarmu dan menerangkan segala hal padamu."

"Baik, Your Grace."

Lalu sang Duschess membalikkan badan dan berlalu pergi. Helena terpana menatapnya. Ia mengira majikannya akan memberi banyak wejangan mengenai pekerjaan dan anak asuhnya. Tapi tidak. Helena merasa wanita itu seperti tak mempedulikan dirinya. Tidak menganggapnya.

Ya, wajar saja jika ia demikian, aku hanyalah orang biasa baginya. Aku bukan keturunan bangsawan, gumam Helena.

Ia pun kembali menghempaskan badannya ke sofa. Duduk di sana seraya berpikir dan bertanya-tanya seperti apa anak asuhnya nanti. Apakah ia susah diatur? Ataukah nakal? Dan bagaimana dengan para pelayan? Helena berharap ia bisa mendapat teman di sini.

Helena mendongak ketika pintu terbuka dan masuk seorang pelayan. Helena beranjak bangun dan tersenyum padanya. "Hai kau pasti yang akan mengantarku bukan?!"

Pelayan itu tertegun menatapnya. Tampak kaget dan tak terbiasa dengan keramahan Helena. Tapi kemudian wajahnya kembali datar. "Ya. Silakan ikut aku. Kopermu sudah berada di dalam kamarmu."

"Baiklah."sahut Helena melangkah mendekat. Mengikuti pelayan itu keluar melewati lorong. Ia menatap dengan kagum pada kemewahan bagian dalam rumah itu. Tapi entah kenapa ia merasa aneh. Rumah besar ini penuh dengan barang mewah, tapi terasa sunyi dan dingin. Hanya terdengar suara langkah kaki mereka berdua yang menimbulkan gema.

"Rumah ini sangat indah ya."gumam Helena mengajak sang pelayan bicara ketika melewati jendela besar yang menghadap ke taman. Pelayan itu hanya diam. "Tamannya pun indah sekali...."

Gadis itu tetap diam. Tak menjawab ucapan Helena. Seakan tidak mendengar Helena berbicara. Helena pun mendesah dan memutuskan untuk diam. Ia terus berjalan. Merasa perjalanan mereka menuju kamarnya begitu panjang dan lama. Melewati banyak lorong lalu naik tangga dan melewati lorong kembali hingga sang pelayan berhenti di sebuah pintu coklat yang berada paling ujung.

"Ini kamarmu."ujarnya seraya membuka pintu.

Helena masuk dan terpana. Kamarnya begitu besar dan luas. Meskipun tidak semewah milik keluarga majikannya, tapi baginya sudah sangat mewah. Kamarnya didominasi dengan warna krem dan putih.  Tempat tidur besar terletak di tengah kamar. Jendela besar menghiasi seluruh tembok dengan tirai krem. Terdapat lemari besar dan meja serta kursi di dekat jendela.

"Kamar yang indah...."gumam Helena.

Pelayan di belakangnya hanya tersenyum miring. Terkesan mengejeknya. Kamar para pelayan memang lebih kecil dan sederhana. Ia memang iri dengan posisi governess. Mendapat gaji yang lumayan serta fasilitas yang lebih baik darinya. Sedangkan ia, harus bekerja keras dari pagi hingga malam. Begitu sibuk hingga kadang sulit untuk rehat atau makan, terutama jika sang duke atau Duschess mengadakan acara pesta.

"Aku permisi pergi."

Helena menoleh bingung. "Her Grace mengatakan akan ada seseorang yang menjelaskan segala hal mengenai pekerjaanku....."

"Akan ada orang yang melakukannya. Itu bukan tugasku."ujar sang pelayan. "Permisi."

Helena hanya mengangguk. Sungguh dingin pelayan itu. Sama seperti sang Duschess. Apakah semua penghuni rumah ini dingin dan kaku?! Helena menggelengkan kepala lalu mendekati koper. Membuka dan mulai membereskan barangnya. Memasukkan gaun ke dalam lemari. Menata buku di atas meja kecil.

Helena baru saja selesai merapikan diri dan memutuskan untuk membuka jendela dan menghirup udara segar. Ia melongokkan kepala keluar jendela. Menutup mata seraya menarik napas panjang. Merasakan angin membelai wajah dan menerbangkan rambutnya. Lalu ia membuka mata dan melihat ke bawah. Menatap kebun luas kediaman keluarga sang duke. Rumput hijau dan bunga menghiasi lahan luas itu. Pepohonan tumbuh memberi keteduhan.

Mata Helena menangkap gerakan dari taman tersebut. Ia melihat seorang anak lelaki  berjalan. Dari cara berpakaiannya ia yakin anak itu seorang bangsawan. Mungkin salah satu anak dari sang duke, batinnya. Ia memperhatikannya. Anak itu seperti berusia sepuluh hingga dua belas tahun. Kulitnya putih. Rambutnya tersisir rapi. Wajahnya tampan tapi Helena merasa aneh dengan sorot matanya. Matanya tampak hampa. Seakan ia tidak memiliki emosi apapun.

Lalu ia melihat anak itu mendongak menatap ke atas pohon. Memasukkan tangan ke dalam kantung, mengeluarkan dan mengangkatnya ke arah pohon. Anak itu memajukan bibirnya dan bersiul. Seperti memanggil sesuatu. Helena terus mengamatinya. Tak lama kemudian seekor burung terbang turun dari atas dahan pohon ke tangan anak tersebut. Memakan biji di tangannya. Helena tersenyum. Merasa anak itu sungguh berbakat. Bisa memanggil dan bermain dengan burung liar. Membuatnya teringat akan adiknya, Elliot.

Tapi sedetik kemudian terjadi hal di luar dugaannya. Helena bisa melihat mata anak itu menyipit menatap burung yang sedang mematuk tangannya. Tatapannya berubah menjadi jijik dan benci. Seakan burung itu adalah sesuatu yang dibencinya. Tangan yang memegang biji mengenggam erat tubuh burung itu. Menyebabkan sang burung mengepakkan sayap karena kaget dan takut. Helena terkesiap dan membekap mulutnya melihat anak itu memegang sayap burung dan menariknya hingga putus. Anak itu kembali menatap kosong dan melepaskan burung yang sudah tak bernyawa dengan hanya satu sayap jatuh ke tanah. Membuat tanah basah karena darahnya.

Helena terkejut. Jantungnya berdebar kencang. Tak pernah ia melihat hal sekeji ini. Tak pernah ia menyaksikan seorang anak tega berbuat kejam. Tega membunuh hewan tak berdosa. Helena nyaris memekik kaget ketika mendengar suara ketukan pintu. Anak lelaki itu mendongak ke arah jendelanya, bertatapan dengan Helena.

"Tunggu."sahutnya pelan ke arah pintu. Lalu kembali menoleh ke arah luar. Melihat anak itu sudah tak ada di sana. Seakan menghilang. Helena tak melihat sosok anak itu di manapun. Ia menegakkan tubuh dan menutup jendela dengan mengenyitkan dahi. Ke mana anak itu pergi?! Cepat sekali anak itu menghilang, batinnya.

Ia pun melangkah ke arah pintu dan membukanya. Berhadapan dengan seorang wanita muda dengan mata berbinar dan kulit putih.

"Apa kau Helena?"

"Ya."

"Aku Mabel yang akan mengantarmu menemui Lady Lilian."ujarnya tersenyum.

Helena tersenyum lega. Setidaknya pelayan ini ramah padanya. "Terima kasih."ujarnya keluar menutup pintu dan berjalan mengikuti Mabel.

"Seperti yang kau lihat ruang tidurmu berada di ujung sayap kanan. Begitu pula dengan milik His Grace dan Her Grace serta anaknya. Ini."tunjuk Mabel pada sebuah pintu di sebelah kamar Helena. "Ini ruang tidur Lady Lilian, yang akan menjadi anak asuhmu. Lalu ini ruang tidur milik James dan Louis."ujarnya seraya menunjuk ke dua ruangan lainnya.

Helena mengangguk. Ia masih tak bisa melupakan kejadian yang ia lihat di taman tadi. Siapa anak itu? Apakah ia yang bernama James? Atau Louis?

"Dan ini ruang tidur His Grace serta Her Grace."ujar Mabel. "Kami, para pelayan tidur di sayap kiri. Biasanya kami makan di ruangan sebelah dapur. Kau mungkin bisa bergabung dengan kami."

Helena terus mengikuti Mabel melangkah mengelilingi rumah besar itu. Mendengarkan penjelasannya. Di mana letak ruang belajar, dapur serta ruang makan. Helena merasa kakinya pegal setelah mereka tiba di sayap kiri. Sayap kiri itu tidak hanya ditempati para pelayan. Tapi juga terdapat banyak kamar serta ruangan lainnya untuk para tamu saat acara tertentu. Helena hanya bisa takjub melihat rumah yang besar ini.

"Terima kasih. Kau sangat membantuku. Meski aku tak yakin bisa mengingatnya dengan cepat."ujar Helena tersenyum saat mereka berdiri di ujung sayap kiri rumah.

Mabel tersenyum. "Jangan sungkan untuk bertanya."sahutnya. Lalu mendadak ia terdiam dengan badan kaku. "Ada satu hal. Di sayap kiri ini ada satu ruangan terkunci. Kami, para pelayan, dilarang untuk memasuki ruangan itu. Hal ini berlaku padamu."ujarnya seraya menunjuk sebuah pintu di sebelah kanan Helena.

Helena menoleh. Sebuah kamar yang terletak paling ujung. Ia merasa penasaran kenapa kamar itu begitu dilarang dimasuki siapapun. Tapi itu bukan urusannya, mungkin saja ruangan itu berisi benda berharga sang duke. "Baiklah."sahutnya.

"Mari. Aku akan mengantarmu menemui Lady Lilian."ujar Mabel yang di balas dengan anggukan Helena. Helena berjalan mengikutinya kembali. Merasa antusias dan penasaran dengan anak asuhnya.




Tbc....

Jngn lupa voment nya ;)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top