12
"Selamat siang!"sapa Nicholas tersenyum lebar saat masuk ke ruang belajar, melihat Helena sedang mengajari Lilian.
"Paman Nicholas!"seru Lilian yang langsung beranjak dari bangkunya dan menghampiri serta memeluk pamannya.
Nicholas mengendong Lilian dan menciumnya. Membuat Lilian tertawa geli. "Apa yang sedang kau pelajari hari ini?"
"Miss Helena mengajari aku menulis!"
"Ah bagus sekali." sahut Nicholas seraya berjalan menuju sofa dan duduk. Lilian duduk di pangkuannya. "Bagaimana jika kita pergi membeli buku di kota?!"
"Aku mau, paman!" sahut Lilian girang.
"Tapi, my lord, jam pelajaran Lady Lilian belum selesai."protes Helena tak suka.
"Ah kurasa tak masalah jika kita membolos sedikit dan bersenang-senang. Selagi kakakku dan istrinya sedang pergi, Miss Helena."tukas Nicholas menyeringai jail.
"Boleh ya, Miss Helena?!"pinta Lilian. "Aku ingin membeli buku baru...."
"Dan kau bisa membacanya sebelum tidur malam." sambung Nicholas.
"Tapi, my lady....."
"Miss Helena, aku yang akan bertanggung jawab jika kakakku tahu hal ini. Percayalah." ujar Nicholas. "Jadi, Lilian, apa kau sudah siap?"tanyanya tanpa menunggu jawaban dari Helena.
"Ya, aku sudah siap, paman! Miss Helena, ayolah ikut dengan kami!"
Helena hanya bisa menarik napas. Mereka memutuskan untuk pergi tanpa bertanya padanya. Ia memutar bola mata dengan kesal. Ia pun terpaksa menuruti kemauan Lady Lilian.
"Ayo, Miss Helena!" seru Lilian menarik tangan sang governess.
Mereka bertiga pun berjalan keluar ruangan. Lilian menggandeng tangan Helena dan Nicholas dengan wajah girang. Mau tak mau Helena ikut tersenyum melihat semangat Lilian. Tak sengaja matanya bertemu dengan manik milik Nicholas. Pria itu tersenyum padanya seraya mengedipkan mata. Helena membuang muka.
"Aku senang bisa bergandengan tangan dengan paman dan Miss Helena. Kalian sudah seperti ayah ibuku!" ujar Lilian.
Helena tersenyum kecil. Hatinya terasa pedih. Seharusnya Lilian memang bergandengan dengan sang duke dan duschess. Bukan dengan dirinya. Tapi mau bagaimana lagi, orang tuanya tak peduli pada anak mereka. Helena berpikir apakah memang demikian kehidupan keluarga bangsawan? Ayah dan ibu sibuk sementara anaknya di urus oleh pengasuh dan pelayan? Sungguh menyedihkan. Helena merasa bersyukur ia tidak dilahirkan sebagai keturunan bangsawan.
"My lady, anda mau ke mana?!"
Helena menoleh ke arah pemilik suara yang tampak kaget dan tak suka melihat mereka.
"Miss Edwina, paman mengajakku pergi ke toko buku!" sahut Lilian dengan wajah cerianya.
Edwina mengenyitkan dahi melihat mereka bertiga bergandengan tangan. Wajahnya tampak tak suka. Matanya mendelik pada Helena. "Apa anda sudah meminta ijin pada Her Grace?"
"Aku yang akan bertanggung jawab, Miss Edwina. Kau tak perlu cemas." ujar Nicholas dengan nada tegas. "Dan kurasa hal ini tak perlu terdengar oleh kakakku dan istrinya. Kami hanya akan pergi sebentar."
Edwina terdiam. Ia tak setuju. Ia tak suka melihat Helena akan bepergian dengan Lilian dan Nicholas. Tidak, sebenarnya Edwina tak suka karena Helena yang diajak. Edwina tahu Nicholas selalu menemui Helena. Dan hal itu membuatnya marah. Membuat ia semakin benci pada Helena. Edwina tak pernah memiliki kesempatan dengan Nicholas. Lord muda itu selalu bersikap formal padanya. Tapi dengan Helena tidak. Edwina bisa melihat ke dua orang itu sempat bertatapan. Ia juga melihat mereka duduk berdua di taman, berbincang layaknya teman dekat. Membuat hatinya panas.
Helena terdiam melihat sorot mata penuh benci dari Miss Edwina. Ia tahu Edwina menaruh hati pada Nicholas. Tapi apa dayanya?! Lilian mengajaknya.
"Ayo kita pergi!"ujar Nicholas.
"Sampai jumpa, Miss Edwina!"seru Lilian tanpa menyadari kekesalan yang melanda hati pengasuhnya.
"Hati-hati." gumam Edwina nyaris mendesis marah seraya mengepalkan tangannya. Berusaha menahan diri agar tidak menjambak atau mencakar wajah mulus Helena yang di bencinya. Wanita itu, batinnya, selalu saja merebut semua perhatian. Lilian, para pelayan, dan sekarang Nicholas. Edwina sungguh membenci Helena.
Ia menatap Nicholas membantu Lilian naik ke dalam kereta kuda lalu mengulurkan tangan pada Helena. Pria itu tersenyum pada Helena. Nicholas tersenyum begitu manis. Kepadanya saja tak pernah seperti itu, desis Edwina. Ia sudah lama bekerja di sini tapi lord tampan itu tak pernah menunjukkan perhatian seperti kepada Helena. Edwina merasa hatinya sakit dan marah.
------
Lilian merasa gembira dengan perjalanan mereka. Sepanjang perjalanan, di dalam kereta, gadis kecil itu terus bercanda bersama Nicholas. Sementara Helena hanya mendengar seraya tersenyum. Sesekali ia akan berbicara saat Lilian bertanya padanya. Helena tersenyum melihat Lilian yang riang. Ia juga merasa tersentuh dengan perhatian Nicholas. Nicholas terlihat sangat sayang dan perhatian padanya.
Mendadak ia teringat pada Louis. Seharusnya mereka mengajak anak itu juga. Sepertinya Louis pun jarang pergi keluar. Helena merasa sedih dengan anak itu. Mereka belum bertemu lagi sejak kejadian bunga mawar beberapa hari lalu. Helena merasa iba dengan Louis dan Lilian. Ia tak ingin Lilian ikut berubah seperti ke dua kakaknya. Ia ingin Lilian tetap polos dan manis seperti sekarang. Mendadak Helena merinding membayangkan masa depan ke tiga anak itu.
"Miss Helena, kau baik saja?!"tanya Nicholas melihat Helena gemetar seperti kedinginan.
Helena menoleh kaget. Ia menatap ke arah Nicholas. "Oh tidak, aku baik saja."
"Kau yakin?" tanya Nicholas.
"Ya." sahut Helena tersenyum. Lalu ia menoleh pada Lilian. "Jadi, kau sudah memutuskan untuk membeli buku apa, my lady?" tanyanya mengalihkan perhatian.
"Tentu saja, Miss Helena. Aku ingin membeli buku yang banyak. Apakah boleh, paman Nicholas?!"
"Tentu saja boleh, Lilian!"sahut Nicholas meringis.
Percakapan pun terus berlanjut hingga mereka tiba di pusat kota. Deretan berbagai toko terlihat melalui jendela kereta kuda. Jalanan begitu ramai dengan kereta kuda dan para pejalan kaki. Terdengar suara para pedagang yang menjajakan barang jualannya di pinggir jalan. Kereta kuda mereka melambat hingga berhenti di sebuah toko yang mereka tuju.
"My lord, anda sudah sampai di tujuan!"ujar sang kusir seraya membuka pintu kereta kuda.
"Baik! Terima kasih!" sahut Nicholas tersenyum. Ia turun lebih dulu dari kereta. "Mari, my little lady!"serunya pada Lilian. Ia menggendong Lilian lalu menurunkan di trotoar. Nicholas membalikkan badan mengulurkan tangan kepada Helena yang sudah beranjak hendak turun. "Miss Helena." ujarnya dengan tangan terulur dan tersenyum.
Helena menatapnya. Nicholas yang tersenyum padanya membuatnya terdiam terpaku. Wajahnya begitu mirip dengan Walter. Saat itu Helena merasa yang berdiri di depannya bukanlah Nicholas, tapi tunangan yang ia cintai. Tanpa sadar Helena kembali menggumamkan nama Walter.
"Apa?" tanya Nicholas heran. Nama itu lagi, bisiknya. Siapa Walter, tanyanya penasaran. Ia melihat Helena terpaku menatapnya. Nicholas berdehem. "Miss Helena, kita sudah sampai."
Helena tersentak kaget. Ia menerima tangan Nicholas dengan wajah merona. "Terima kasih, my lord..." gumamnya canggung saat berdiri berdekatan di trotoar. Untunglah Lilian langsung menggandeng tangannya dan menariknya masuk ke dalam toko buku. Ia bisa menghindari tatapan Nicholas yang selalu menggetarkan dadanya.
Terdengar suara lonceng saat Lilian membuka pintu toko dan masuk. Seorang pria yang duduk dekat meja kasir segera mendongak. Melihat tamunya datang dan segera melemparkan senyuman seraya menyapa, "Selamat datang, my lady, my lord...."
"Selamat siang, Sir...."
"Duncan...kau bisa memanggilku dengan nama Duncan, tanpa embel apapun." pinta pria tua itu seraya berjalan mendekati mereka.
"Baiklah. Apa kau memiliki koleksi buku anak-anak? Keponakanku ingin membeli buku anak-anak." ujar Nicholas.
"Ah ada banyak buku anak-anak di toko milikku. Katakan padaku, my lady, buku apa yang kauinginkan?" tanya Duncan pada Lilian yang langsung mengoceh mengenai buku.
Helena dan Nicholas tertawa mendengar Lilian yang semangat. Ia tampak tak canggung berbicara dengan Duncan. Lalu Duncan mengajak mereka berjalan menuju rak yang memajang buku anak-anak. Helena menatap dengan heran dan kaget.
"Sebanyak ini...semuanya buku anak-anak?!" tanya Helena takjub.
"Ya." sahut Duncan bangga.
"Wow....jika adikku datang kemari, mereka pasti akan menyukainya!!" seru Helena sambil membaca judul tiap buku yang terpajang.
"Adikmu menyukai membaca?" tanya Nicholas.
"Ya, my lord." sahut Helena sambil meraih sebuah buku dan membacanya.
"Tuan Duncan, bolehkah aku melihat buku itu?!" pinta Lilian menunjuk ke suatu rak yang lebih tinggi darinya.
"Tentu saja, my lady." tukas Duncan mendekati Lilian dan membantu mengambilkan sebuah buku.
Nicholas melihat Lilian yang masih sibuk dengan Duncan. Beberapa kali Duncan memberikan buku untuk di lihat Lilian. Ia mendekati Helena yang melihat di rak lain. "Pilihlah buku untuk adikmu, Miss Helena."
"Apa?!" tanya Helena menoleh padanya dengan alis terangkat.
"Pilih buku apa saja untuk adikmu. Aku yang akan membayarnya." ujar Nicholas.
Helena terkejut. "Oh tak perlu, my lord. Aku bisa membelinya."
"Tidak. Aku yang akan membayarnya."
"Ta...tapi kenapa....." gumam Helena tak mengerti.
Nicholas berdehem. "Karena kau sudah mengurus keponakanku dengan baik. Aku sudah mendengar apa yang kaulakukan saat Lilian sakit, Miss Helena." ujarnya.
Helena terdiam. "Itu....aku hanya melakukan apa yang memang harus dilakukan....aku pernah menjaga adikku yang sakit...."
"Karena itu, anggap saja sebagai tanda terima kasih dariku, Miss Helena." ujar Nicholas dengan nada tulus.
Helena tersenyum. Ia merasa tersentuh dengan kebaikan lord muda di sampingnya. "Tapi adikku sangat banyak, my lord."godanya.
Nicholas terkekeh. "Tak masalah buatku, Miss."
Helena tertawa kecil. "Terima kasih, my lord." ujarnya dengan wajah merona. Nicholas mengangguk tersenyum. Sungguh, senyum dan kehadirannya membuat hati Helena gugup. Ia merasa tak bisa fokus memilih buku untuk adiknya. Ia bisa merasakan tatapan Nicholas terus tertuju padanya. "Anda tak membeli sebuah buku, my lord?"
"Aku tidak suka membaca."sahut Nicholas dengan nada pelan.
"Apa?! Tapi anda mengajak Lilian membeli buku?!"
Nicholas tertawa. "Apa itu salah?!"
"Sama sekali tidak, my lord." sahut Helena tertawa.
"Paman Nicholas, Miss Helena!" seru Lilian mendatangi mereka dengan beberapa buku di pelukannya.
Nicholas menoleh dan tersenyum lebar. "Hai Lilian, apa kau sudah memilih buku untuk kau beli?!"
"Ya. Ini!" sahut Lilian menunjukkan tangannya.
"Banyak sekali. Apa kau masih ingin mencari buku lagi?!"
"Tidak."
"Baiklah, waktunya kita membayar semua buku ini." ujar Nicholas. Lilian berseru gembira sambil berjalan ke arah meja kasir.
"My lord." gumam Helena merasa tak enak melihat jumlah buku yang akan dibeli. "Apa tak sebaiknya... "
"Aku akan membayarnya. Tenang saja." ujar Nicholas seraya membalikkan badan melangkah menuju meja kasir dan memberi tanda pada Helena untuk mengikutinya.
Helena hanya bisa menurut. Ia berjalan menuju meja di mana Duncan sudah mulai menghitung dan merapikan buku sebelum memasukkan ke dalam kantung belanja. Dahinya mengenyit melihat banyaknya buku dalam kantung tersebut.
"Miss Helena, tolong panggilkan Jack kemari untuk membawakan buku ke dalam kereta."
Helena menoleh padanya. Nicholas sepertinya sengaja memintanya menjauh agar ia tidak melihat Lord muda itu membayar belanjaannya. Membuat ia semakin tak enak. Tapi Helena hanyalah seorang karyawan, ia harus mematuhi perintah majikannya. "Baik, my lord." tukasnya lalu berjalan keluar.
Helena memanggil kusir yang segera datang menghampirinya. Ia mengangguk saat Helena menyampaikan perintah Nicholas. Helena baru saja hendak mengajaknya masuk ketika Nicholas sudah keluar lebih dulu dengan kantung di tangan kiri sementara tangan kanannya menggandeng Lilian.
Sang kusir segera menghampiri Nicholas seraya berkata, "Biar saya yang bawa, my lord, maaf saya terlambat."
Nicholas memberikan kantung di tangannya. "Ini bukan salahmu. Lady kecil ini sudah tak sabar untuk mengisi perutnya yang lapar. Masukkan ini ke dalam kereta sementara kami makan di kafe."
"Baik, my lord!"
Nicholas menoleh pada Helena. "Mari ikut makan dengan kami, Miss Helena."
Helena tersenyum saat tangan Lilian mengandeng dan menariknya berjalan mengikuti langkah Nicholas. Mereka kembali melangkah bertiga. Jalanan siang itu cukup ramai. Para pejalan kaki dan pedagang membuat suasana semakin ramai dan hidup.
"Sir, belilah bunga yang indah ini untuk istri anda, Sir." seru seorang pedagang bunga saat mereka melintas.
Lilian melihat dan berhenti. Tertarik menatap bunga warna warni itu. "Ayo, my lady. Di taman rumahmu pun banyak bunga. Kau bisa mengambilnya." ujar Helena.
"Tapi di taman rumahku tak ada bunga itu!" seru Lilian menunjuk sebuah bunga berwarna putih dengan kelopak yang lebar seperti terompet, memiliki putik yang tumbuh seperti korek api, daunnya hijau terang dan ditopang oleh tangkai yang ramping memanjang.
"Ah anda menyukai bunga Lily?!" tanya wanita pedagang bunga seraya meraih setangkai bunga Lily.
"Itu bunga Lily, my lady." ujar Helena.
"Paman, bolehkah aku memilikinya?" tanya Lilian.
"My lady..." gumam Helena. Rasanya konyol bagi Helena jika seorang putri bangsawan membeli bunga sementara di rumahnya memiliki banyak jenis bunga yang tak kalah indah dengan bunga lily.
"Baiklah." sahut Nicholas tertawa. "Tolong siapkan buket bunga lily untuk gadis kecil ini, Miss."
Wanita pedagang bunga tersenyum. "Baik, Sir!" sahutnya sambil mengambil beberapa bunga dan mulai menatanya menjadi buket. "Apa anda tak ingin membelikan bunga juga untuk istri anda?"
"Aku bukan istrinya!" protes Helena spontan. Nicholas menoleh dengan alis terangkat. Membuat wajah Helena merona dan salah tingkah.
"Oh maaf, Miss. Kukira kalian adalah keluarga kecil." ujar wanita itu tersenyum meminta maaf.
"Tidak apa. Mungkin anda bisa menyiapkan buket bunga mawar untuknya."tukas Nicholas tersenyum kecil.
"My lord, sungguh tak perlu...." ujar Helena.
Nicholas mengangkat tangan memberi tanda agar Helena tak melanjutkan bicara lagi. "Kurasa tak salahnya aku memberimu hadiah."
"Tapi anda sudah membeli buku...."
"Hanya hari ini, Miss Helena. Aku tak mungkin mengajakmu keluar tiap hari bukan?!" ujar Nicholas terkekeh.
Helena terdiam. "Terima kasih, my lord."gumamnya dengan dada berdebar kencang melihat Nicholas yang tersenyum lembut padanya.
"Selamat menikmati hari yang indah ini. Terima kasih sudah membeli bungaku, Sir."ujar wanita penjual bunga.
Nicholas tersenyum mengangguk. Meraih dua buket bunga dan memberikan pada Lilian serta Helena. Matanya sempat bertatapan dengan Helena yang merona wajahnya. Ia tersenyum kecil. Reaksi Helena yang malu sungguh mengelitiki hatinya. Ia menyukai rona wajah wanita itu.
Sejak pertama pertemuannya, sosok wanita itu sudah mencuri perhatiannya. Awalnya ia merasa penasaran karena Helena memanggilnya dengan nama Walter. Dan hal itu sering terjadi. Siapa Walter, tanyanya. Dan Nicholas semakin penasaran karena Helena sering menghindarinya. Tak pernah sekali pun mendekat atau mencoba menarik perhatian seperti wanita lainnya.
Saat ini, saat Nicholas berjalan bersama Lilian dan Helena, ia menyadari tertarik dengan sang governess. Wanita itu terlihat manis saat tersenyum. Sikapnya yang lembut dan rendah hati membuatnya menarik.
Tbc....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top