11
"Miss Helena...."
Helena terdiam terpaku mendengar suara berat itu. Namun ia kembali berjalan. Setelah keinginannnya untuk bergabung dan menghilang lalu sekarang pria itu muncul lagi di hadapannya. Helena memilih untuk tidak mempedulikan lord muda tersebut. Ia bisa mendengar suara langkah kaki Nicholas seraya memanggilnya.
"Miss Helena!" seru Nicholas memegang lengannya.
Helena terhenti dan menoleh tajam padanya. "Lepaskan tanganku, my lord." gumamnya nyaris mendesis tak suka.
"Maafkan aku. Aku terus memanggilmu tapi kau seperti pura-pura tidak mendengar."
"Maaf, aku sedang sibuk."
"Bukankah pelajaran bersama Lilian sudah selesai?"
"Ya, ada sesuatu yang harus kulakukan. Permisi, my lord." ujar Helena membungkuk padanya dan berlalu pergi.
"Hei...kau marah padaku?!"
Helena terdiam. Ia menarik napas seraya membalikkan badannya. "Kenapa anda berpikir demikian? Kenapa aku harus marah pada anda?"
Nicholas meringis. "Well....karena aku tak hadir dalam pesta kecil Louis...." tukasnya. "Maaf, mendadak aku harus pergi karena ada urusan bisnis. Aku lupa memberitahumu, Miss."
"Tak apa, my lord. Aku tahu anda pasti sangat sibuk." sahut Helena memaksa tersenyum.
"Kau masih marah padaku?!" tebak Nicholas.
"Apa?!"
"Ya. Kau marah. Aku tahu itu. Terlihat jelas di mata dan wajahmu. Senyummu pun terpaksa. Aku tahu aku salah. Aku sudah berjanji untuk ikut tapi lupa memberitahumu bahwa aku harus pergi....aku sungguh minta maaf."
Helena mengenyitkan dahi. Bagaimana bisa pria itu tahu dirinya marah?! Helena juga merasa heran. Kenapa ia harus marah? Nicholas bisa di bilang majikannya. Dan ia hanyalah salah satu pelayan yang di gaji kakaknya. Apa yang ia harapkan?! Dan kenapa Nicholas rela minta maaf padanya? Dia yang hanya seorang governess.
"Sungguh tak masalah bagiku. Jangan dipikirkan, my lord."gumam Helena merasa tak enak.
"Bagaimana reaksi Louis? Apa ia senang?!" tanya Nicholas antusias. "Sayang aku tak bisa ikut...."
Helena kembali diam. Senang? Sepertinya Louis jauh dari kata senang. Anak itu menduga ia hanya bercanda dengan rencananya. Sapu tangannya saja masih ada di kantung gaunnya. Dan ucapan Louis mengenai rawa cukup untuk membuatnya shock. Bagaimana bisa anak semuda itu bisa mempunyai pikiran sejahat itu?! Tidak, ia tak mungkin menceritakan hal itu pada Nicholas. Bisa-bisa Nicholas mengiranya gila.
Helena kembali tersenyum kecil. "Ya. Ia sangat senang."
Nicholas menatapnya dengan alis terangkat. Sebenarnya pria itu tahu Helena berbohong. Nada bicaranya tampak muram dan terpaksa. Senyumnya pun demikian. Ia mengira terjadi sesuatu. Tapi pria itu tak ingin memaksanya. Ia tahu bagaimana watak Louis. Nicholas pun tersenyum. "Baguslah...." sahutnya.
Helena tersenyum. "Permisi, my lord, aku harus pergi."tukasnya seraya membungkuk dan melangkah. Ia menarik napas lega karena Nicholas tidak memanggil atau mengejarnya lagi. Mungkin pria itu hanya penasaran mengenai pesta kemarin, batinnya.
Helena sebenarnya mencari sosok Louis. Ia ingin memberikan sapu tangan padanya. Tapi Louis tak terlihat di manapun. Taman sudah ia telusuri hingga ke ruang duduk dan perpustakaan.
"Kau seperti sedang mencari seseorang. Apa kau mencariku?!"
Helena menoleh dan mendapati James sedang berdiri bersandar di dinding ruang depan seraya melipat tangan di dada. Mulutnya tersenyum miring. Helena memaki dalam hati. Kenapa ia harus bertemu dengannya. Ia melihat James tampak tak bersalah dengan kejadian tempo hari. Padahal anak muda itu sudah mendapat teguran dan hukuman dari ayahnya.
"Selamat siang, my lord. Permisi, aku hendak rehat."
"Kau tak membutuhkan seseorang untuk menemanimu tidur siang, cantik?!"
Helena terkejut. Ucapan macam apa itu, makinya dalam hati. Jika James adalah adiknya, ia sudah menjewer dan menegurnya saat ini. Ia menarik napas dan memilih untuk mengabaikannya. Helena bergegas menaiki tangga lalu berjalan menuju ruang tidurnya.
Kenapa bisa ada pria genit seperti James, keluhnya. Aku tak mengerti bagaimana dia bisa bersikap begitu. Andai orang tuanya lebih memperhatikannya, seharusnya James tidak akan seperti sekarang. Juga Louis. Hanya Lilian yang masih waras, dan jangan sampai gadis kecil ternoda lalu menjadi aneh seperti ke dua kakaknya. Helena menggelengkan kepala seraya memukul dahinya karena berpikiran yang aneh-aneh.
Helena berhenti saat matanya menangkap sosok Her Grace berdiri di depannya. Dan setelah ia menyipitkan mata, ia melihat Louis berhadapan dengan sang Duschess. Helena berdiri terpaku. Entah kenapa ia merasa harus bersembunyi. Memang konyol tapi melihat wajah majikannya dan Louis, sepertinya waktunya tak tepat bagi Helena untuk muncul. Helena membalikkan badan dengan cepat. Berdiri di balik pilar dekat jendela. Untung tirainya tertutup sehingga gelap dan ia bisa bersembunyi di sana.
"Louis...."gumam Sarah.
Helena mendengar suara Her Grace dengan dada berdebar. Ia tahu tindakannya salah karena mendengar pembicaraan orang lain, dengan bersembunyi pula. Tapi ia tak mungkin mundur tanpa terlihat mereka. Maju pun tak bisa. Helena merinding
"Untuk apa kau membawa bunga mawar?!" tanya Sarah dengan nada sinis. "Jangan bilang jika bunga itu untukku, anak aneh."sambungnya ketika tak ada jawaban dari Louis yang hanya berdiri menatapnya dengan hampa.
"Argh....dasar anak aneh. Bagaimana bisa George dan Victoria memiliki anak sepertimu." tukas Sarah sambil melenggang pergi. Mengibaskan bagian bawah gaun seakan takut terkena Louis.
Sarah terus berjalan melewati Helena yang masih bersembunyi. Suara langkah kakinya terus terdengar hingga menuruni tangga dan menghilang dengan cepat. Helena menghela napas. Ia mengusap wajahnya dengan tangan gemetar. Perlahan Helena melihat dari balik pilar.
Louis masih berdiri di tempatnya. Anak muda itu tak menyadari sosok Helena yang mendengar pembicaraannya dengan Sarah. Louis menatap ke arah Sarah pergi tadi. Tatapannya tampak menyeramkan. Sorot matanya terlihat kosong. Seakan tak ada emosi di sana. Tak ada kesedihan ataupun rasa marah. Helena merinding melihat sorot mata Louis. Ia teringat dengan peristiwa Louis membunuh seekor burung saat ia pertama tiba.
Perlahan Louis mencengkeram erat bunga mawar di tangannya. Duri di tangkai bunga yang indah itu menusuk tangan putih kecil Louis hingga berdarah. Dan Louis tetap tidak menampakkan emosi apapun. Ia seperti tak merasa sakit atau perih. Helena menutup mulut kaget karena melihat warna merah darah di tangan Louis.
"My lord!"tukas Helena tanpa pikir panjang langsung mendekati Louis.
Louis menoleh ke arahnya. Wajahnya tampak kaget tapi sedetik kemudian Louis kembali dingin dan datar. Anak muda itu hanya berdiri diam. Tangannya masih terkepal erat. "Miss Helena..." gumamnya lirih.
"My lord, tanganmu terluka." ujar Helena memegang tangan Louis. Mencoba membuka genggaman tangannya untuk mengambil bunga mawar. Ia mengenyit melihat luka tusukan duri mawar. Helena meraih sapu tangan dari dalam kantung dan membalutnya pelan. Lalu ia menatap Louis. Lord muda itu tetap berwajah datar.
"Sebenarnya aku mencarimu untuk memberikan sapu tangan ini. Tak kuduga sapu tangan ini terpakai untuk membalut lukamu." tukas Helena tersenyum kecil. Ia melihat Louis hanya diam. "Lukamu harus di obati. Ayo, my lord, biar aku bantu mengobatinya."
"Kau sudah melihatnya bukan?! Bagaimana wanita itu tidak menganggapku?!" tukas Louis.
"Apa?!" sahut Helena berhenti melangkah dan menoleh ke belakang.
"Wanita itu tidak menganggap aku anaknya. Ia telah merebut semuanya...."
"My lord, apa maksudmu?" tanya Helena lirih dengan suara bergetar. Louis kembali bersikap aneh. Pandangan matanya begitu penuh dengan kepedihan serta menakutkan. Helena merasa ngeri seakan tatapan Louis bisa membunuhnya.
Louis terkekeh. "Aku benci dia. Aku benci ayahku. Aku benci semuanya!"serunya lalu berlari melewati Helena yang masih berdiri dengan heran.
"My lord!" panggil Helena. Ia mencoba berlari menuju tangga. Tapi sosok Louis sudah menghilang. "Kenapa anak itu cepat sekali larinya?!!"maki Helena seraya menuruni tangga. Ia mengangkat gaunnya agar bisa cepat berlari. Helena sudah berada di lantai bawah dan bergegas menuju taman. Saat ia melewati pintu, tubuh Helena menabrak sesuatu hingga terjatuh. Helena mengenyit saat pantatnya terjatuh duduk di lantai.
"Aduh, maafkan aku....aku...."tukas Helena terhenti saat melihat siapa yang ia tabrak. Matanya melebar panik. Dadanya berdebar. "Y...Your Grace...."
Sosok di depannya, yang Helena tabrak, adalah majikannya. Ayah dari Lilian dan Louis. Karena tabrakan tadi, tas yang di bawa oleh sang duke jatuh. Dengan malu, Helena bergegas berdiri dan mengambilkan tas milik George Herrington. Sementara pria itu hanya menatapnya.
"Tas anda, Your Grace. Maafkan aku, aku tidak hati-hati hingga tidak melihat anda...."ujar Helena mengulurkan tas kepadanya.
George mengambil tas itu. "Lain kali hati-hati!"ucapnya dengan keras dan tegas. Lalu pria itu berjalan masuk melewati Helena.
"Ya, Your Grace." sahut Helena lirih. Ia merasa wajahnya panas. Sungguh memalukan, batinnya. Tapi di sisi lain ia merasa heran dengan majikannya. Duke itu sama sekali tidak menanyakan keadaannya yang jatuh, juga tidak menolongnya berdiri tadi. Hanya berdiri diam memandanginya dengan sorot mata datar. Begitu berbeda dengan adiknya, Nicholas. Bagaimana bisa dua orang yang sangat jauh berbeda memiliki hubungan saudara?!
Helena teringat pada Louis. Ia menatap ke arah taman. Apa aku harus mencarinya lagi, tanyanya. Taman itu begitu luas. Louis bisa bersembunyi di mana saja. Helena mendesah. Sebenarnya ia merasa sudah tak semangat untuk mencari Louis. Tapi membayangkan luka di tangannya, membuat Helena cemas. Bagaimana pun luka itu harus diobati.
"Aaargh....kenapa aku punya hati lemah...."keluh Helena seraya berjalan menuju taman. Mata menoleh ke sana kemari, mencari sosok anak berusia 12 tahun. Ia mencoba berjalan ke arah kolam kecil, tempat Helena memberinya kejutan ulang tahun yang sia-sia. Tiba di sana, tak ada siapapun.
Helena berdiri diam seraya mempertimbangkan di mana lagi tempat anak itu bersembunyi. Ia sudah memeriksa ke atas pohon dan hasilnya nihil. Entah Louis berada di mana saat ini. Mungkin saja anak itu sekarang sudah masuk ke dalam rumah. Ia menyerah, berpikir lebih baik masuk ke dalam rumah saja.
Helena pun kembali menelusuri jalan menuju bangunan besar itu. Siang itu matahari bersinar cukup terik. Helena baru berjalan sebentar tapi dahinya sudah berkeringat. Ia sedang berpikir untuk membaca buku ketika telinganya menangkap suara gemerisik. Helena mendadak berhenti. Mencari sumber suara itu dan melihat semak tak jauh dari posisinya bergoyang. Ia mengerutkan dahi. Apa itu Louis?! Helena baru saja hendak memanggil nama Louis ketika ia mendengar suara dari balik semak.
"Aargh... Kau lebih mengairahkan daripada Corry..."
Helena menahan napas dan membelalakkan mata karena kaget. Ia mengenal suara itu. Lord James?!! Apa yang ia lakukan?!!
"Tentu saja, my lord. Gadis bodoh itu tak punya keahlian apa-apa di banding aku. Aku bisa memberimu kepuasan dan kenikmatan yang lebih." gumam seorang wanita dengan suara mendesah merayu.
"Buktikan, cantik."tukas James dengan suara parau.
Tak lama kemudian terdengar suara erangan dari mulut James. Helena tak tahu apa yang mereka lakukan, dan ia tak peduli. Sungguh memalukan, makinya, Lord James baru saja di tegur dan di hukum. Tapi ia sudah berulah lagi. Helena berjengit jijik lalu langsung bergegas menjauh dari semak itu.
'Ada apa sebenarnya dengan semua penghuni rumah ini?!' makinya dalam hati.
Tbc....
Iya sebenarnya pd knp sh dgn penghuni rumah duke itu?!! Hahahaha...
See u at next part
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top