10
Helena masih teringat dengan perkataan Mabel mengenai adik majikannya. Bahwa kedatangan Lord Nicholas selalu membuat rumah besar itu menjadi hidup dan ceria. Dan hal itu memang benar. Kehadiran pria muda itu membuat rumah sang duke menjadi ramai. Para pelayan pun tampak lebih ramah dan murah senyum. Mereka seperti mendapat angin segar baru. Seakan kehadiran dan senyum Lord Nicholas menyuntikkan semangat bagi mereka. Para tamu yang merupakan kawan Lord Nicholas sering datang berkunjung. Taman yang biasanya sunyi kini menjadi ramai dengan suara para pria. Apalagi hampir sebagian besar tamu itu adalah kaum pria bangsawan muda dan tampan. Seakan memberi hawa segar baru di rumah besar itu.
Helena sendiri menjaga jarak dari lord muda itu. Ia akan menyingkir jika Nicholas datang mengunjungi atau bermain bersama Lilian. Sejak kemunculan Nicholas, hati Helena menjadi bimbang. Ia tak mengerti dengan dirinya. Ia tak mengerti mengapa Lord muda itu begitu mirip dengan Walter. Menyebabkan luka di hatinya kembali terbuka dan pedih. Membuat ia teringat kembali akan sosok tunangannya.
Sementara itu, Nicholas merasa heran dengan sikap Helena. Wanita itu seperti tidak suka berada di dekatnya. Selalu pergi menjauh dan nyaris tidak mau menatapnya. Ada apa dengan wanita itu, tanyanya tak mengerti. Selama ini Nicholas sudah terbiasa dengan sikap dan tingkah para gadis yang memuji serta memujanya. Sikap Helena yang berbeda membuatnya heran dan bertanya-tanya. Ia juga tak mengerti mengapa governess itu memanggilnya Walter saat berkenalan. Siapa Walter?!
Nicholas menjadi penasaran dengan sosok governess baru Lilian. Wanita itu memang beda dengan governess sebelumnya. Ia bisa melihat Helena peduli dan sayang pada keponakannya. Dan tanpa sadar Nicholas sering memperhatikannya. Juga sering sengaja agar bisa bertemu dengannya. Dan usahanya membuahkan hasil.
Suatu sore Nicholas baru saja pulang dari pertemuan bersama kawan-kawannya. Ia turun dari kereta kuda. Memutuskan untuk masuk melalui pintu samping karena melihat sosok Sarah berada di pintu depan. Ia tahu betapa tak sukanya Sarah padanya. Dan memilih lebih baik menghindar. Untuk masuk lewat pintu samping, ia harus melewati taman.
Langkahnya terhenti ketika melihat sosok Helena sedang duduk di bawah sebatang pohon. Ia melihat Helena sedang menyulam sesuatu. Mulutnya tersenyum kecil. Ia selalu menyukai melihat wanita merajut atau melakukan pekerjaan wanita lainnya ketimbang bergosip membicarakan kejelekan atau skandal orang. Helena terlihat tenang dan lembut di matanya saat ini. Tanpa sadar Nicholas tertarik padanya.
Nicholas berjalan mendekat. Kedatangannya terdengar oleh Helena. Wajah wanita itu mendongak dan seketika matanya melebar. Nicholas tahu Helena pasti kaget dan tak menyangka pertemuan ini. Ia sadar betul bahwa Helena selalu menghindarinya. Tapi kali ini wanita itu tak bisa melarikan diri lagi. Pria itu sudah berada di depannya.
"Selamat sore, Miss Helena."sapanya tersenyum.
"Selamat Sore, my lord." sahut Helena. Jantungnya serasa berdetak lebih cepat saat melihat mata biru itj menatapnya dengan lembut.
"Apa yang sedang anda lakukan di sini?"
"Aku sedang menyulam sebuah sapu tangan untuk Lord Louis." ujar Helena.
Alis Nicholas terangkat. "Apa?!"sahutnya seraya duduk di sisi Helena tanpa permisi dan mengabaikan sorot mata tak suka yang dilontarkan Helena padanya. Memandangi sehelai kain berwarna putih di tangan Helena. "Kau membuat untuk Louis?! Louis kakak Lilian?!!"
Helena menoleh padanya dengan heran. "Ya. Apa ada masalah, my lord?"
Nicholas merasa tak percaya. "Kenapa kau melakukannya? Apa Louis kekurangan sapu tangan?!!"
Helena tertawa kecil. "Tentu tidak, my lord. Aku sendiri yang ingin membuatkannya. Ini hadiah untuknya."
Nicholas menatap Helena. Untuk pertama kalinya ia mendengar suara Helena tertawa dan melihat senyumnya. Helena tampak begitu cantik dan anggun saat tertawa. Getaran aneh terasa di dadanya mendengar suara tawa Helena yang merdu. Hati kecilnya bersyukur Helena tidak pergi menyingkir darinya. Ia bisa merasakan keramahan Helena, meski wanita itu lebih memilih untuk tidak menatapnya.
"Kau wanita yang baik, Miss Helena. Aku bisa lihat kau sangat dekat dengan Lilian. Kalian lebih seperti kakak adik ketimbang governess bersama anak asuhnya."
"Terima kasih, my lord."
Hening menyelimuti mereka. Nicholas tak tahu harus berkata apa lagi. Sementara Helena merasa tak tenang. Kedekatan mereka membuatnya gugup. Helena semakin canggung saat merasakan Nicholas mendekat dan melihat sulamannya. Ia bisa menghirup aroma maskulin dari sosok di sebelahnya.
"LH...Louis Herrington?"tanya Nicholas. Helena menjawab dengan anggukan. "Sulamanmu sangat rapi dan indah." pujinya.
"Terima kasih."
"Apa kau juga dekat dengan Louis?" tanya Nicholas.
"Kadang kami berbincang jika bertemu."
"Louis....ia masih saja sama seperti dulu....kau pasti kaget. Louis pernah mengalami masa sulit saat kecil. Ia berubah sejak ibunya meninggal dan Sarah masuk kemari..."
Helena menatap Nicholas dengan heran. Ia tampak tak suka menyebut nama Sarah.
"Aku tak pernah bisa mendekati Louis. Ia anak yang pendiam. Aku sering melihatnya melamun.....kasihan anak itu tak memiliki teman bermain....."
Sebenarnya mereka butuh perhatian dari orang tuanya, bisik Helena. Tak berani mengatakannya secara langsung. Bagaimana pun ia hanyalah seorang governess. Tak mau mengambil resiko majikannya tersinggung lalu memecatnya.
Helena teringat dengan rencana perayaan kecil-kecilan ulang tahun Louis. Ia bisa saja mengajak Lord Nicholas. Tapi apakah ia sanggup berdekatan dengannya?! Saat ini saja sebenarnya Helena sudah gatal ingin segera pergi. Tapi sisi lembutnya tak tega melihat Louis tak dekat dengan pamannya. Helena merasa Nicholas lebih baik daripada duke dan istrinya. Nicholas terlihat peduli pada keponakannya. Dan dari semua, hanya Lilian yang dekat. Karena Lilian masih kecil serta masih mudah di bujuk dan di dekati. Apalagi Nicholas tahu apa yang di sukai oleh gadis kecil itu. Sedangkan dengan James, Helena melihat James tampak tak peduli dengan pamannya. Setidaknya ia juga merasa lega dan bersyukur karena Nicholas tidak seperti James yang suka bermain api dengan wanita.
"Apa kau bisa menjaga rahasia?"tanya Helena lirih.
Nicholas menatapnya. Ia merasa geli. Penasaran apa yang direncanakan atau dirahasiakan governess baru ini? Wanita ini sungguh unik, bisiknya. Jika kakaknya tahu pasti akan marah. "Apa yang sedang kau rencanakan?!"
Helena tersenyum gugup. "Hadiah sapu tangan ini akan kuberikan pada Lord Louis, dan saat itu aku ingin memberinya kejutan pesta ulang tahun kecil-kecilan."ujarnya. Ia merasa gugup melihat Nicholas diam menatapnya. Apa tindakannya salah? Apa aku terlalu banyak ikut campur, tanyanya gelisah. Helena menyesal karena sudah mengatakan niatnya.
"Kenapa kau melakukannya? Kau governess Lilian, bukan Louis. Dan kau hanya seorang governess. Bukan pengasuh, atau pun ibunya...."
Helena menelan ludah. Dengan gugup ia menjilat bibirnya. "Oh...aku...aku hanya ingin menghibur Louis. Ia mengatakan tak pernah merayakan ulang tahunnya. Aku tak punya niat apapun, hanya ingin membuatnya bahagia...."
Helena terdiam mendengar Nicholas tertawa keras. Dahinya berkerut heran. Mengapa pria ini malah tertawa? Apa menurutnya ia melakukan hal konyol?! Nicholas kembali menatap Helena sambil terkekeh.
"Wajahmu yang tegang sangat lucu...."
"Apa?!" sahut Helena tak terima.
"Oh maafkan aku, Miss. Aku percaya padamu. Kau tak akan bertindak jahat. Aku hanya heran. Dari sekian banyak pelayan dan governess yang bekerja di sini, hanya kau yang berbeda, Miss Helena." ujar Nicholas.
"Apa maksudmu dengan aku yang berbeda?!" tanya Helena tersinggung.
"Jangan marah, Miss. Berbeda yang kumaksud bukanlah sesuatu yang aneh. Tapi karena perhatianmu. Kau lebih peduli dan sayang pada Lilian. Juga pada Louis. Seakan kau...menganggap mereka adikmu sendiri."
"Aku memang menyayangi mereka seperti adikku..." gumam Helena lembut.
Nicholas menatap wanita di sampingnya. Perlahan senyum mengembang di wajahnya. Ia merasa terharu dengan kebaikan Helena. Sungguh menyedihkan, batinnya, kakak dan istrinya saja tak peduli dengan keponakannya.
"Aku ingin ikut dalam pesta kecil kalian, jika kau tak keberatan."
"Tentu saja tidak, my lord. Anda adalah pamannya." sahut Helena tersenyum kecil padanya.
"Terima kasih."sahut Nicholas membalas senyumnya.
Sejenak mereka saling berpandangan sebelum akhirnya Helena yang memutuskan tatapan mereka. Ia menunduk kembali menyulam dengan wajah merona dan jantung berdebar. Nicholas tertawa tertahan melihat sikap Helena. Lalu ia mendongak ke arah langit, menikmati sore yang indah dan cerah. Ke dua anak manusia itu menghabiskan sore hari dengan kesibukan masing-masing. Helena menyulam sementara Nicholas sibuk dengan pikirannya sendiri. Sebenarnya ia memikirkan wanita di sampingnya. Ia merasa penasaran dengan sosok Helena dan ingin dekat dengannya.
Tanpa mereka sadari, ada sepasang mata menatap mereka dengan sorot mata tajam dan benci. Sosok itu mengintip dari balik tirai jendela lantai atas. Tangannya mengepal kesal melihat Helena tampak akrab dengan Nicholas. Di tambah posisi duduk mereka yang begitu dekat. Dan di belakang sosok itu, berdiri seorang anak lelaki. Memperhatikan ke tiga orang itu dengan senyum miring.
------
Setelah tiga hari, akhirnya sapu tangan Louis selesai. Helena merasa puas dengan hasil pekerjaannya. Diam-diam ia meminta tolong Lotty untuk membuatkan kue cake kecil. Beruntung Lotty mau membantunya. Pagi itu Helena berniat membicarakan kejutannya dengan Nicholas. Ia sudah berencana akan segera mengatakannya saat mereka bertemu. Tapi sayangnya, hingga siang hari, Helena tidak melihat sosok pria itu. Nicholas tidak berkunjung ke ruang duduk untuk menemui Lilian.
Tidak biasanya, bisik Helena dalam hati. Ia merasa penasaran ke mana gerangan Nicholas tapi terlalu gengsi untuk bertanya pada Lilian. Sedangkan pesta kecil mereka akan berlangsung sore nanti. Apa ia harus menundanya?! Tidak, batinnya, Lotty sudah membuat kue itu, pesta ini akan tetap terjadi.
"Lotty, apa kuenya sudah siap?" tanya Helena pelan saat masuk ke dalam dapur.
"Ya." sahut Lotty. "Kau sangat baik sekali, Miss Helena."
"Jangan begitu. Aku hanya ingin membuat Lord Louis senang."
"Aku tahu. Mereka memang tak pernah merayakan ulang tahun lagi sejak Her Grace muncul. Entahlah, sepertinya Her Grace tak peduli dengan anak tirinya...." gumam Lotty mendesah. "Apa kau hendak mengambil kuenya sekarang?"
"Ya."
Lotty berjalan menuju lemari kecil, membuka dan mengeluarkan kue yang mungil serta tampak lezat dari dalam. "Di mana kalian akan merayakannya?"
"Mungkin di taman, Lotty. Di dalam sini rasanya tak mungkin. Kau yakin tak mau ikut bergabung?"
"Tidak. Tugasku menanti untuk menyiapkan makan malam nanti."ujar Lotty. Sebenarnya ia ingin tapi Lotty merasa tak pantas. Ia hanya seorang koki. Meski ia tahu makanan kesukaan Lord Louis, belum tentu Lord muda itu menginginkan kehadirannya. "Apa Lady Lilian juga ikut?"
Helena menggelengkan kepala. "Lady Lilian sedang tak enak badan, jadi aku memintanya untuk rehat."
"Ah...aku aku buatkan minuman hangat untuknya jika ia sudah bangun."
"Terima kasih banyak, Lotty!" sahut Helena tersenyum.
"Pergilah. Selagi semua orang sedang tidur siang saat ini." ujar Lotty.
Helena mengangguk. Dengan hati-hati, ia membawa keluar kue mungil itu. Ia memilih taman karena tahu kebiasaan Louis yang sering menghabiskan siang hari di sana. Helena melangkah pelan ke arah taman. Rumah besar ini di saat siang hari terkadang sunyi sepi. Biasanya para penghuninya akan tidur siang kecuali His Grace yang masih bekerja di luar. Sampai saat ini pun Helena tidak melihat sosok Nicholas. Pria itu menghilang dari pagi.
Tapi ia tak peduli. Justri bagus baginya. Setidaknya ia tak perlu merayakan bersama pria itu. Ia tak perlu merasa canggung atau gugup setengah mati. Sampai saat ini pun ia masih tak paham mengapa wajah Nicholas mirip dengan Walter. Apa mereka sebenarnya memiliki hubungan darah?! Tak mungkin, bisiknya. Walter hanyalah orang biasa, sama seperti keluarga Helena.
Apa kau yakin, Helena, bisik hatinya. Kau tak pernah bertemu keluarga Walter. Ia hanya tinggal sendiri dan mengatakan keluarganya berada jauh di kota lain bukan?! Mungkin saja Walter memang memiliki hubungan keluarga dengan Nicholas. Tidak, bisik sisi lain hatinya, keluarga Walter memang berada di luar kota. Walter terpaksa tinggal sendiri untuk mencari nafkah. Hentikan pikiran anehmu, Helena, mungkin memang kebetulan saja Walter mirip dengan Nicholas.
Helena sudah berada di taman. Ia menelusuri area itu dan menemukan Louis duduk di pinggir kolam kecil. Melempar batu kerikil membuat ikan di kolam berenang karena kaget dan takut. Helena mendekat sambil menyanyikan lagu ulang tahun.
Louis membalikkan badan dengan kaget. Matanya melebar melihat kue di tangan governess itu. Sedetik kemudian wajahnya kembali datar. "Kau sungguh serius dengan niatmu?!"
"Tentu saja. Berdoa dan memohonlah sesuatu sebelum meniup lilin kue ini." ujar Helena meringis.
Louis terkekeh. "Konyol. Aku tak percaya hal seperti itu." sahutnya langsung meniup lilin hingga mati.
"Hei kenapa kau tak berdoa dulu?!" protes Helena.
"Apa yang menjadi permohonanku tak akan pernah terkabul, Miss Helena. Jadi buat apa bersusah payah berdoa....."
Helena menarik napas. "Kau tak boleh berhenti berharap, my lord. Tuhan pasti akan menjawab doamu..."
Louis menatap sinis padanya. "Jika aku meminta ibuku yang sudah meninggal hidup kembali dan tinggal bersamaku lagi, apa itu mungkin?!!"
Helena terdiam. "Itu tak mungkin...." gumamnya. Sama seperti dirinya yang selalu berharap Walter hidup kembali. Ia selalu membayangkan Walter hanya tertidur dan akan bangun kembali. Tapi pria itu sudah tiada. Sudah tak ada lagi di dunia ini.
“Kau tahu, Miss Helena, di area belakang rumah ini ada sebuah hutan kecil. Dan di dalamnya terdapat kolam pasir hisap. Aku yakin kolam itu sudah menelan korban banyak.”gumam Louis dengan sorot mata aneh.
Helena terdiam. “Sungguh kasihan hewan yang tak sengaja terjebak di sana. Kau pun jangan main ke hutan itu, my lord.”
Louis menyeringai. “Kau tahu? Kadang aku suka berpikir bagaimana jika ada orang yang terjebak di sana? Contohnya….ayah ibuku….”
Helena menatap Louis dengan mata terbelalak lebar. “My lord, kau tak pantas berkata demikian. Mereka adalah orang tuamu!”
Louis tertawa keras. Lalu ia menatap Helena dengan sorot mata benci dan pedih. “Orang tuaku? Mereka orang tuaku?!”ujar Louis lalu tertawa kembali.
“My lord….”
“Mereka bukan orang tuaku! Duke George bukan ayahku! Sarah pun bukan ibuku! Ia ibu tiriku! Yang tak pernah menganggap aku! Ibuku sudah meninggal, meninggalkan aku sendirian di sini bersama dua orang jahat itu!”seru Louis dengan mata basah
“My lord…”gumam Helena merasa simpati melihat Louis tampak rapuh. Ia baru saja hendak mendekat dan menghibur Loius ketika anak itu mengangkat wajah, mengusap air mata dengan kasar dan kembali memberi sorot mata menyeramkan. Helena berhenti melangkah.
“Kau tenang saja, Miss Helena. Kalaupun aku memang menjebak mereka, aku akan melakukannya dengan sangat rapi. Dan kau lebih baik diam saja. Aku tak ingin kau ikut terlibat masalah. Ini adalah urusanku dengan orang tuaku.”bisik Louis.
“My lord, hentikan niat atau pikiran jahat itu!”pinta Helena panik.
Louis tersenyum. Ia mendekatkan jari telunjuk pada mulutnya. "Sssttt....buat ini menjadi rahasia di antara kita berdua. Aku percaya padamu."ujarnya lalu berlari pergi menjauhi Helena. Mengabaikan panggilannya dan terus berlari jauh.
"My lord! Kau melupakan hadiahmu!" seru Helena tapi sosok Louis sudah hilang dari pandangannya. Ia mendesah kesal. Ada apa dengan anak itu, kenapa ia memiliki pikiran aneh.
Dan bagaimana dengan kue ini, tanya Helena seraya menunduk menatap hampa pada kue di tangannya. Ia tak mungkin menghabiskannya sendirian. Juga tak mungkin membawa masuk ke dalam lagi. Lotty bisa kecewa jika tahu, meski memang bukan salahnya.
Helena berdecak kesal. "Maafkan aku." bisiknya pada kue itu lalu tubuhnya membungkuk. Menyembunyikan kue itu di balik semak. Lalu ia berlalu pergi dari sana.
Tbc
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top