Perkenalkan Namanya Adalah Gattara
Genap sudah dua minggu ini Cilla, Gefta, dan Giga berhasil diboyong Pande kembali ke Jakarta. Dan tentu berita kepindahan mereka sudah sampai di telinga Gatta.
Bagaimana bisa pria masa lalu Cilla itu tahu? Jawabannya adalah diam-diam ia mengawasi gerak-gerik Cilla sekeluarga dari jauh.
Gatta mendadak beralih profesi sebagai mata-mata. Bukan dia yang turun langsung untuk memata-matai Cilla, tapi Gatta membayar orang untuk melakukan tugas itu. Sekaligus untuk melindungi Cilla meski dari jauh.
"Cilla balik ke Jakarta," ucap si pria berkaos merah mengawali pembicaraan.
Saat ini Gatta dan Vasya—temannya— sedang ada di Studio. Setelah sekian lama mendekam di balik jeruju akhirnya ia kembali menginjakan kaki ke tempat ini. Kedatangannya tak hanya untuk menyambangi, tapi Gatta akan aktif menekuni hobi sekaligus pekerjaannya itu.
"Lo udah ngasih tahu kabar ini sejak dua minggu lalu, fyi!" ucap Vasya bergabung di sebelah Gatta.
Ah iya. Pria itu sudah menceritakan kepindahan Cilla pada temannya.
"Iya ya?" ucapnya terdengar sebagai gumaman. "Tapi sampai sekarang gue belum ketemu sama dia dan Gefta," lanjutnya lirih.
Vasya menoleh. Mendengar nama anak Gatta disebut membuatnya tidak percaya. Vasya tidak percaya jika teman seperjuangannya itu sudah memiliki seorang putra yang seumuran Jenara—purtinya.
"Dia udah gede ya? Seumuran sama Nara bukan?"
Gatta mengangguk. "Iya udah gede. Bahkan bentar lagi gue punya mantu," jawab Gatta asal.
Kemudian hening sesaat.
"Gue ngelewatin banyak hal, Sya," ucap Gatta penuh penyesalan.
Vasya mengelus punggung Gatta.
"Keadaan yang menuntut lo seperti itu. Gausah merasa bersalah atau menyesal karena itu semua nggak ada gunanya."
Benar apa kata temannya. Tidak ada guna merasa bersalah atau menyesal. Dua hal itu tidak bisa mengembalikan Gatta ke masa di mana seharusnya ia ada.
Pria itu menghela napas berat. Tak lama kemudian ponselnya bergetar. Menandakan satu pesan masuk. Diambilnya si gawai canggih dan dibacanya satu pesan berisi sebuah informasi.
"Eh anjeng!" kata Gatta setelah membaca, menelaah, dan meresapi isi pesannya.
Teriakan spontan Gatta membuat Vasya kaget. Sialan sekali temannya ini. Beruntung ia tak punya penyakit jantung. Kalau punya tamatlah riwayatnya.
"Lo yang anjeng!"
"Cilla mau nikah!" ucap Gatta memberitahu.
"Apa?" tanya Vasya.
"CILLA MAU NIKAH!!!" teriak Gatta persis dihadapan Vasya.
"LO HARUS CEGAH!" respon Vasya menggebu.
"IYA! GUA HARUS CEGAH," ucap Gatta beranjak berdiri.
"GUA DOAIN SEMOGA LO BERHASIL REBUT CILLA DARI CALON SUAMINYA!" kata Vasya ikut berdiri.
Lalu mereka berpelukan. Vasya menyalurkan energi positif juga dukungan penuh untuk temannya.
"Gue dukung lo seratus persen! Pokoknya sebelum negara api menyerang haram hukumnya lo pulang. Paham?"
"Siap calon besan! Doakan gua berhasil merebut kembali si pemilik hati!" kata Gatta bersiap memulai aksinya.
...
Kamar bernuansa bunga itu dipenuhi beberapa manusia. Dua MUA sedang menjalankan tugas mendandani seorang Emmanuel Racilla Geraldin.
"Pande beruntung punya calon istri secantik kamu," ucap Karinta berdiri tepat di belakang Cilla.
Cilla hanya tersenyum menanggapi ucapan ibunya.
"Coba saja dari dulu kamu mau nerima lamaran Pande. Pasti sekarang kamu lebih bahagia," lanjut Karin mengelus bahu si anak tiri.
Sebelum hari ini tiba Pande memang sudah pernah melamar Cilla beberapa kali. Yang dilamar tidak pernah merespon kesungguhan si pria. Cilla selalu mengulur waktu untuk mementaskan diri bersanding dengan pria baik hati itu.
Lalu sekarang setelah merasa pantas dan urusan masa lalunya selesai Cilla menuruti kemauan sang kekasih. Malam ini bertempat dikediaman megah Gerald, Cilla akan dilamar secara resmi oleh Pande.
"Janji sama ya kalau lo akan tungguin gue keluar penjara."
"Gue udah ngelewatin satu tahun dalam penjara. Masih ada empat belas tahun lagi. Lo sama Gefta bisa nungguin gue kan?"
"Lo berhak pergi dan mendapat kebahagiaan lebih."
Kalimat-kalimat itu mulai terputar dan memenuhi memori Cilla.
Wanita menggeleng. "Gatta cuma masa lalu! Lupakan Cilla, lupakan!" ucapnya dalam hati.
"Keluarga Ayah sudah datang!" informasi dari Giga menyadarkan lamunan Cilla.
"Lupakan pria itu dan fokus sama acara pertunangan kamu," ucap Cilla sebelum akhirnya diajak turun ke bawah untuk memulai acara.
...
Gatta terjebak dalam kemacetan ibukota. Seharusnya ia hapal kalau jalanan yang dilewatinya ini terkenal dengan kepadatannya. Lalu bagaimana sekarang? Bisa-bisa Gatta terlambat merebut Cilla!
"Woy anjing lampunya udah ijo!" teriak Gatta membuka jendela.
Pria itu tersulut emosi. Kenapa mobil depannya tak bergerak ketika rambu lalu lintas sudah berganti warna?
Gatta memencet klakson mobilnya tanpa jeda. Mobil-mobil yang ada di belakangnnya pun melakukan hal yang sama. Tetapi hingga rambu lalu lintas berubah warna mobil di depannya ini masih tak bergerak juga. Sial. Sepertinya ada yang tidak beres!
Gatta memilih turun untuk melabrak si pengendara mobil depan. Belum juga terlaksana mobil depan sudah berjalan. Double shit! Apa maksudnya? Kenapa pula lampu rambu lalu lintas berubah warna dengan cepat? Bukankah tadi warnanya masih merah, tapi kenapa—
*tintintinnn*
Puluhan mobil di belakang Gatta kembali menekan klakson secara bersama-sama.
"Iya, anjeng. Sabar!" rutuk Gatta menjalankan mobilnya.
Kurang lebih dua puluh lima menit waktu yang ia habiskan untuk Gatta sampai di rumah milik orangtua Cilla. Sekarang ia berhasil memarkirkan mobil di halaman rumah wanita itu.
Tanpa menunggu lama Gatta keluar mobil dan berjalan memasuki rumah.
Bagaikan seorang bayi baru lahir yang tak memiliki beban ataupun dosa dengan percaya dirinya Gatta berjalan menghampiri Cilla.
Ngomong-ngomong acara belum dimulai karena Dovi masih terjebak kemacetan. Karena itu acara lamaran ini diundur hingga abang Cilla datang.
"Cilla," panggil Gatta ketika sampai di dekat si wanita pemilik nama.
Wanita yang tadinya asik berbincang dengan Pande dan beberapa anggota keluarga lainnya sontak berhenti. Ia menoleh ke sumber suara yang sudah sangat dikenalnya.
"Gatta?" panggil Cilla.
"Siapa?" tanya Pande menyadari kehadiran pria yang berdiri tak jauh dari tempatnya.
Pande dan Cilla berdiri. Si tamu tak diundang itu mendekat ke arah mereka. Membuat Pande semakin ingin tahu siapa pria itu.
"Siapa dia?" tanya Pande menatap Cilla.
Pande menunggu jawaban si wanita. Belum sempat dijawab Gatta lebih dulu meraih tangan calon suami Cilla. Ia menjabat paksa tangan Pande.
"Kenalin gue Gattara—Mantan terindah Racilla," ucap Gatta percaya diri. "Sekaligus calon suaminya," tambah pria itu sembari melirik wanita berkebaya yang nampak terlihat cantik ribuan kali malam ini.
Tbc.
#sasaji
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top