Lebih Berbahaya?

Senyum di wajah Pande mengembang sempurnya ketika mendengar kalimat yang terlontar dari mulut Gatta.

Mantan terindah? Calon suami Cilla?

Haha. Ingin Pande melayangkan bogeman mentah ke muka Gatta. Tapi itu akan berakhir sia-sia dan membuat malam lamaran ini bermasalah.

Daripada membuat keributan di tempat yang banyak orang Pande memilih membawa si biang onar menjauh. Gatta kiranya tahu apa yang akan dilakukan calon suami Cilla mengikuti tanpa berontak. Pande akan membawanya menuju halaman belakang atau entahlah. Intinya mereka akan melakukan pembicaraan empat mata.

Ah, tidak benar-benar empat mata karena si wanita mengikuti langkah mereka.

Di sinilah mereka bertiga berdiri-di taman belakang depan kolam renang. Pande melepas pegangan tangannya. Mereka saling berhadapan. Lebih tepatnya dua lawan satu. Cilla-Pande kompak menatap Gatta dengan sorot intimidasi, tapi tak membuat yang dilihati merasa ketakutan.

"Sebelumnya kenalkan nama saya Pranande-mereka memanggil saya Pande," awal Pande mengenalkan diri.

Gatta berdecih. "Yaelah kaku banget lo pake bahasa saya-anda," cibirnya terhenti. "Gue udah tahu semua tentang lo! Stop drama depan gue," lanjutnya tersenyum kecut.

Mantan napi itu mengatakan kebenaran. Selama ini ia tidak hanya mengawasi Cilla, tapi juga mencari tahu tentang Pande. Gatta mendapatkan latar belakang calon suami Cilla lengkap dengan semua tetek bengeknya.

Awalnya tak ada masalah. Tapi beberapa menit saat Gatta tengah berkendara ke rumah ini mata-mata yang diberi tugas memberitahunya satu fakta baru. Sebuah kebenaean mengejutkan yang membuat Gatta tak bisa membiarkan Cilla menghabiskan sisa hidup dengan pria itu.

"Ta jangan mulai," kata Cilla menengahi.

"Dia bukan cowok baik, Cil," ucap Gatta menuding Pande dengan telunjuknya.

"Bukan cowok baik kata lo?" tanya Cilla dihadiahi anggukan Gatta. "Kalau Mas Pande nggak baik udah dari dulu kali dia macem-macemin gue!" lanjutnya tersenyum kecut.

"Fyi aja ya, Ta, Mas Pande tuh orangnya baik. Banget. Saking baiknya kalau mau nyium gue dia ijin dulu. Beda banget sama lo!" kata Cilla.

Gatta tak peduli. Ia menyingkirkan Cilla dari pandangannya dan fokus berhadapan dengan Pande. Ia memperhatikan pria itu sekali lagi. Dari segi wajah dan penampilan Pande terlihat seperti orang normal. Terlihat gagah dengan postur tinggi besar. Memiliki wajah kalem rupawan. Tidak ada satu orang pun mengira jika pria itu memiliki sisi berbahaya.

"Lo udah berapa lama kenal dan deket sama dia?" tanya Gatta.

"Tiga belas tahun," jawab Cilla.

Tiga belas tahun? Lama juga ternyata.

"Lo udah tahu belum kalau cowok yang lo pilih sebagai calon suami ini seorang pe—"

"Waktu kita terlalu berharga untuk mendengarkan cerita karangan dia," potong Pande meraih tangan Cilla.

"Iya kamu bener," jawab Cilla mengangguk setuju.

Sepasang manusia itu bersiap meninggalkan Gatta. Mereka saling bergandengan tangan. Terlihat mesra. Dulu Gattadan Cilla juga sering bergandengan tangan. Lalu sekarang? Gatta melihat wanitanya bergandengan dengan oranglain. Ia patah hati!

"Cil, lo nggak boleh terima lamaran pria itu. Dia nggak baik buat lo dan kesehatan lo!" ucap Gatta mengejar langkah Cilla.

"Gue rela lo nikah sama siapa aja, tapi nggak sama dia. Gue mohon dengerin gue kali ini."

Tepat setelah ucapan Gatta berakhir Cilla berhenti. Mau tak mau Pande pun berhenti.

"Gausah dengerin ucapan orang gila," bisik Pande di telinga Cilla.

"Gue mohon," ucap Gatta terdengar serius.

Cilla menarik napas panjang lalu menghembuskannya kasar. Ia membalikan badan. "Gausah sok tahu tentang Mas Pande-"

"Gue tahu semua tentangnya!" potong Gatta cepat.

Sayangnya si wanita tak mengindahkan ucapannya. Cilla melambaikan tangan ke udara. "Bullshit," katanya tersenyum mengejek.

"Udah nggak usah diladenin. Ayo," ajak Pande kembali meraih tangan Cilla.

"Demi Tuhan, Cil. Dia lebih buruk dari gue. Dia itu mantan pe-"

"NGGAK ADA YANG LEBIH BURUK DARI MANTAN NAPI!" teriak Cilla berlari ke arah Gatta.

Wanita itu menerjang tubuh kekar si pria. Menghujani puluhan pukulan mentah.

"Pergi lo dari sini! PERGI!!!"

"Lo boleh pukul gue sepuasnya. Sampai mati sekalipun nggak papa. Setelah itu gue mohon jangan terima lamaran dia," ucap Gatta membiarkan tubuhnya terluka.

Cilla berhenti memukul lalu menatap wajah Gatta. "Kenapa lo nggak biarin gue bahagia? Kenapa lo selalu ngerusak kebahagiaan gue?"

Hancur sudah tembok pertahanan Cilla. Luluh sudah air matanya.

"Cilla dengerin gue," ucap Gatta berusaha meraih wajah wanintanya.

"Gue nggak mau dengerin omongan bullshit lo!" tolak Cilla berjalan mundur.

Gatta maju sembari menggeleng. "Jangan kira selama ini gue diem aja. Gue nggak akan ngebiarin lo jatuh ke tangan orang jahat. Dan-"

"CUKUP!" potong Cilla cepat. "PERGI DARI SINI!"

"Gue akan ceritain semua. Dengerin gue dulu."

"Gue bilang pergi ya pergi! LO BUDEK?"

Pande yang tadinya diam saja harus turun tangan. Dengan segera pria itu meraih tubuh Cilla-membawanya dalam pelukan.

"Sttt. Udah. Nggak usah didengerin," ucapnya mengusap rambut Cilla penuh kasih. "Kamu udah janji nggak mau nangisin dia lagi," lanjutnya mengingatkan.

Gatta melihat dan mendengar semuanya, tapi yang bisa dilakukannya hanya diam saja.

"Masuk ya? Biar aku yang ngurus dia," ucap Pande lembut.

Gatta tersenyum miris ketika melihat Cilla pergi menjauh. Bukan itu yang membuat hatinya hancur melainkan kenapa Cilla patuh dengan Pande?

Si wanita menghilang dari pandangan. Gatta berdecak. Seharusnya ia tak membiarkan Cilla pergi bergitu saja.

"Gatta," panggil Pande berjalan mendekat.

*bugh*

Tanpa diduga satu pukulan mendarat apik diperut Gatta. Pande memukulnya? Apa maksudnya?

"Itu untuk air mata Cilla," ucap Pande.

Lalu serangan-serangan berikutnya menghujani tubuh Gatta. Pande meluapkan semua emosi yang dipendamnya selama ini. Dan bodohnya yang dipukuli hanya diam saja. Tidak berniat melawan atau menghentikan. Gatta mendengarkan semua kesalahan yang pernah dilakukannya pada Cilla.

T-tunggu dulu Pande mengumbar semua kesalahannya? Darimana pria itu tahu? Apa mungkin Cilla? Ya Tuhan...

"Enam belas tahun lo biarin Cilla besarin kedua anak—"

"Ralat. Anak gue cuman satu," potong Gatta cepat.

Mendengar ralatan itu membuat Pande semakin kalap. Gatta benar-benar bodoh! Bagaimana mungkin ia tidak mengakui darah dagingnya sendiri?

"Siapa nama anak kedua Cilla. Hm... Gi-giga ya?" tanya Gatta ditengah kemarahan Pande.

Gatta tersenyum kaku. "Lo sama Cilla kalau ngasih nama yang bener dong! Kalian pas bikin dia lagi beli paketan apa gimana?" Tanyanya diselingi kekehan.

Pande menggeleng. Mungkin pria yang ada di bawahnya ini sudah gila atau sedang mabuk? Namun, tidak ada bau alkohol dari mulut Gatta. Pande menyimpulkan kalau si Gatta-Gatta ini gila karena mau ditinggal Cilla menikah.

"Lo bener-bener brengsek! Pantes dimampusin. Anjing!" maki Pande kembali memukul Gatta.

Pande pikir Gatta tidak akan melawan seperti sebelumnya. Pemikirannya salah. Pria itu balik menghajarnya.

"Lo yang brengsek! Lebih brengsek dari gue."

Adegan adu pukul terjadi. Baik Gatta dan Pande sama-sama melayangkan jotosan. Pande seakan lupa kalau malam ini adalah malam spesial. Ia mendadak lupa akan tugasnya melamar Cilla. Sementara Gatta tersenyum senang karena berhasil membuat Pande lupa. Ia senang bisa merusak acara malam ini.

Adu jotos masih terus berlangsung sampai si wanita datang lagi. Betapa terkejutnya Cilla ketika melihat dua pria dewasa itu saling memukul satu sama lain.

"Ya Tuhan!" teriaknya berlari.

"Ta, Mas, udah." lerai Cilla.

"Biarin Mas hajar cowok nggak tahu diri ini, Cil," jawab Pande.

"Mas, Mas, udah, Mas," Cilla menarik tangan Pande untuk menjauh.

Sementara Gatta dibiarkan terbaring di tanah.

"Biarin Mas abisin dia," ucap Pande terus berusaha meraih Gatta.

"Mas Pande dengerin aku," kata Cilla menatap si pria. "Mas lupa tujuan Mas datang ke sini?" lanjutnya bertanya.

Pande diam. Balas menatap wajah si wanita dan menemukan sorot ketakutan di sana. Tanpa aba-aba Pande memeluk tubuh Cilla.

"Aku nggak papa. Maafin aku ya?"

Cilla seadanya. "Sekarang Mas masuk. Obatin luka sama ganti bajunya."

"Kita masuk sama-sama," ajak Pande.

"Aku bicara dulu sama Gatta."

"Aku nggak akan biarin kamu berduaan sama mantan napi."

"Mas," ucap Cilla memohon.

Setelah menarik napas panjang akhirnya Pande pun-terpaksa- meninggalkan Cilla dan Gatta. Walaupun berat ia benar-benar meninggalkan mereka berdua. Sekarang hanya ada Cilla dan Gatta. Si wanita berdiri sedangkan si pria masih terkapar merasakan sakit yang baru terasa.

"Gue minta baik-baik. Tolong pergi dari sini," ucap Cilla memejamkan mata.

"Tolongin gue dulu," jawab Gatta mengulurkan tangan meminta bantuan.

Mau tidak mau Cilla membantu Gatta berdiri. Wanita itu meringis ketika melihat wajah Gatta bonyok semua-lebih parah dari luka Pande. Begitu berhasil berdiri Cilla mengajak Gatta duduk di salah satu kursi yang ada di dekat kolam.

Dengan sabar wanita itu membantu Gatta untuk sampai di kursi. Meski samar raut cemas di wajah Cilla tak bisa disembunyikan. Menyadari itu membuat Gatta tersenyum.

"Gue ambil kotak P3K dulu. Lo harus diobati," ucap si wanita.

Gatta semakin menyungingkan senyum lebar. "Cukup di sini temenin gue," cegahnya menghentikan Cilla.

Gatta menarik Cilla untuk duduk disebelahnya.

"T-tapi, Ta,"

Gatta menggeleng sementara Cilla mengerdikan bahu-mengalah. Keadaan hening seketika. Tidak ada yang berani membuka suara. Mereka sekaan asik dengan pikiran masing-masing.

Tak tahan dengan keheningan ini Gatta pun buka suara.

"Gue bisa laporin itu cowok dengan tuduhan tindak kekerasan."

Cilla langsung menoleh.

"Gue tahu rumah sebesar ini nggak mungkin kalau nggak dipasang cctv," lanjut Gatta menaikan satu alisnya.

"Terserah lo mau apa, tapi gue sekarang lo pergi dari sini," ucap Cilla.

"Kalau gue nggak mau gimana?"

Tak pernah mudah dalam berhadapan dengan sosok Gatta. Pria itu terlalu keras kepala. Daripada mendebatnya lebih baik Cilla mengalah.

"Terserah," kata Cilla acuh. "Lo boleh tetap di sini, tapi gue mohon jangan ngerusuh," lanjutnya memberi penekanan.

Gatta tersenyum licik. "Sorry, tapi untuk kali ini gue nggak akan turutin kemauan lo."

"Gue mohon, Ta. Biarin gue bahagia kali ini," ucap Cilla lirih.

Andai saja alasan kebahagiaan Cilla bukan karena dia dilamar Pande. Mungkin Gatta akan membiarkannya. Tapi kali ini biarkan ia menyelamatkan hidup wanita itu untuk yang terakhir kali.

"Lo boleh bahagia, tapi tidak dengan nerima lamaran dia," kekeuh Gatta menggeleng.

Cilla tersenyum mengejek. Kenapa ia harus meminta ijin pada Gatta? Memangnya siapa dia? Ck! Persetan dengan ulah yang nanti Gatta akan perbuat. Cilla tak peduli.

Lagipula kalau Gatta berulah Cilla bisa memanggil petugas keamanan. Ck! Kenapa baru terpikir sekarang?  Kenapa nggak dari tadi ia memanggil satpam atau siapapun untuk membawa Gatta pergi.

"Serah lo deh. Gue udah nggak peduli," ucap Cilla melangkah pergi.

"Cill," panggil Gatta, tapi sayang nggak digubris si pemilik nama.

"Kenapa lo nggak nanya alasen gue nahan lo sih?" monolog Gatta menatap punggung Cilla yang mulai menjauh.

"Pande yang lo kenal itu mantan pemain teater. Dia pandai memainkan berbagai macam peran dan mungkin sekarang dia juga sedang menjalankan peran," ucapnya beranjak berdiri.

Tapi sebelum menyusul langkah Cilla,  Gatta lebih dulu berkata.

"Calon yang akan jadi pasangan lo itu lebih berbahaya asal lo tahu. Dia lebih mengerikan dibandingkan gue—si mantan napi."

Tbc.

#sasaji

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top