Hasil

Giga menatap laptop di depannya tanpa semangat. Seharusnya ia—bersama beberapa anggota kelompoknya yang lain— mempersiapkan diri untuk presentasi. Giga bertugas sebagai moderator yang memimpin dan menjelaskan point-point dalam presentasi ini. Namun lihatlah keadaanya sekarang. Remaja itu seperti orang yang tak punya harapan hidup. Lemas sekali.

"Gi, are you okay?" Geriska—teman satu kelompok Giga yang tadi hanya bisa memperhatikannya sekarang berani bersuara.

Remaja bermata cokelat yang ditanyai sontak menoleh ke sumber suara.

"Ha?" respon Giga.

"Lo sakit?" ulang Riska dengan pertanyaan berbeda. "Kalau sakit gue bisa minta Erlang buat gantiin posisi lo."

Giga terlihat tidak baik-baik saja. Itu kenyataanya.

"Bisa ya?" tanya Giga merespon Riska.

Geriska mengangguk.

"Boleh deh, Ris, suruh gantiin Erlang. Gue mau minta surat izin pulang kalau gitu. Mau istirahat di rumah," ucap Giga membuat si pendengar membelalakan mata.

Separah itu, ya?

Giga memang terlihat tak baik-baik saja, tapi tidak separah itu juga sebenarnya. Entah mengapa ia memilih pulang.

Giga merasa tidak tenang. Sejak pulang dari rumah sakit ia lebih pendiam. Giga terlalu sibuk memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Baik positif atau negatif.

"Yaudah gue anterin lo," ucap Riska beranjak berdiri.

"Gue bisa sendiri," ucap Giga.

"Gue nggak mau lo bolak-balik kelas hanya untuk anter surat izin," telak Riska.

Tidak ingin membuang-buang waktu Giga setuju. Demi apapun ia hanya ingin segera pulang ke rumah.

...

Tujuannya berubah. Jika tadi berniat pulang ke rumah sekarang memilih ke kantor bunda. Entah apa yang ada dipikiran Giga, tapi yang pasti ia sedang ingin menghabiskan waktu bolosnya bersama Cilla. Persetan jika nanti wanita itu memarahinya.

Giga keluar mobil lalu berjalan masuk ke dalam kantor. Sepi. Agaknya para karyawan sedang bergelut dengan tugasnya. Remaja berhoodie merah itu tidak mau ambil pusing. Tanpa bersalah ia langsung masuk ke dalam lift.

Hanya butuh waktu beberapa detik Giga sampai di lantai ruang kerja Cilla. Sebagian pegawai yang tahu kehadiran Giga langsung tersenyum ramah menyambut cucu pemilik perusahaan.

Sebelum masuk ke ruangan Cilla, Giga lebih dulu menghadapi Nanita—sekertaris bundanya. Ia berbincang ringan sebelum akhirnya masuk ke ruang kerja ibunya. Ekspresi yang didapatinya setelah masuk adalah keterkejutan Cilla.

Wanita itu memicingkan mata untuk sekadar memastikan apa yang dilihatnya adalah nyata. Tak lama kemudian ia beranjak menghampiri remaja yang masih berdiri di dekat pintu.

"Bolos kamu ya?!" ucapnya menjewer Giga.

"Sakit, Bunda. Ampun!!!" adu Giga.

Tak ada suara setelah itu. Cilla memerintahkan Giga duduk di sofa. Seperti tidak punya dosa remaja itu cengangas-cengenges memamerkan deretan gigi ratanya. Bukannya melanjutkan aksi marah Cilla malah duduk di sebelah si bungsu. Kemudian memperhatikan Giga yang terlihat berbeda.

Tanpa aba-aba Giga langsung memeluk tubuh ramping Cilla.

"Kamu kenapa, Gi?" tanyanya mengelus rambut si putra.

"Nanti malam Giga boleh tidur sama Bunda lagi? Kali ini bertiga. Sama Mas Gefta juga," ucap Giga balik nanya.

"Enakan tidur sama Mas Pande daripada sama kamu dan Gefta."

"Ih, Bunda!" Giga melepas pelukan Cilla lalu menatap bundanya lekat-lekat.

Cilla meraih tubuh Giga. Memeluknya lebih erat dari sebelumnya. "Iya-iya nanti kita tidur bertiga ya."

Giga menidurkan kepalanya di dada Cilla. Remaja itu sedang dalam mode manja. Ingin dimanja lebih tepatnya.

"Kamu bolos, Gi?"

Retoris sekali pertanyaan itu.

"Hari ini Giga mau seharian sama Bunda," jawabnya menatap manik bening Cilla.

"Kamu kenapa sih, Gi?" tanya Cilla tak tahan lagi. Wanita itu sudah benar-benar tak bisa menahan rasa ingin tahunya.

Giga menegapkan tubuh. Kembali menatap wajah wanita yang sudah melahirkannya ke dunia. Setelah diperhatikan lagi bundanya ini masih terlihat cantik diusia yang tak muda. Kulit wajahnya masih kencang bahkan tidak ada kerutan di sekitaran dahi atau mata. Kalau orang tak tahu mereka akan mengira kalau Cilla masih berusia dua puluh tahunan. Menipu bukan?

"Gi, Bunda lagi nanya ya. Malah bengong!" ucap Cilla lagi.

Giga menerjapkan mata.

"Giga!!!"

"Hehe iya-iya," cengir Giga. "Maafkan aku yang terpesona lihat wajah Bunda," lanjutnya menggaruk kepala yang tak gatal.

Cilla hanya memutar kedua bola mata. Ia jadi semakin curiga pada Giga. Selama dua hari ini anaknya tak ingin lepas darinya. Selain itu juga Giga tak henti-hentinya memuji Cilla. Pasti ada udang dibalik batu.

"Kamu kenapa kayak gini? Pasti lagi ada maunya? Mau minta dibeliin apa? Ayo ngaku," ucap Cilla memicingkan mata.

Giga menggeleng cepat. "Enggak bener, Bunda! Bunda fitnah."

"Ya terus kenapa?"

Giga kembali memeluk Cilla. "Giga cuma mau bilang kalau Giga sayang banget sama bunda."

"Bullshit ah. Pasti ada lego baru yang jadi inceran kamu sama Ge. Iya kan?"

"Enggak ih!" kata Giga.

"Bunda harus tahu kalau Giga cinta dan sayang banget sama Bunda. Kalau ada pepatah 'Kasih ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang galah. Itu nggak berlaku untuk Giga dan Bunda. Giga tahu kasih sayang Bunda besar melebihi apapun yang ada di dunia ini. Tapi yakinlah kalau Giga jauh lebih sayang sama Bunda."

Ungkapan Giga berhasil membuat Cilla bungkam. Wanita itu speechless. Kalimat yang Giga lontarkan memang sederhana dan biasa, tapi kali ini terasa berbeda.

"I love you. Love you so damn much," bisik Giga ditelinga kanan Cilla.

Mendengar itu membuat Cilla merinding.

...

Beberapa jam ini Cilla menghabiskan waktu bersama Giga. Tadinya wanita itu mau mengajak anaknya menghabiskan waktu di luar—mengunjungi tempat wisata menyenangkan, Giga menolak. Remaja itu bilang lebih baik menghabiskan waktu di rumah dengan movie marathon.

"Gi stop dulu ya. Mata Bunda capek," ucap Cilla menoleh ke sebelah.

Giga membalas tatapan Cilla. Benar. Mata wanita itu memerah.

"Iya. Bunda tidur aja. Biar Giga nonton sendiri," jawab remaja itu.

Setelah membuat kesepakatan dengan anaknya, Cilla langsung memejamkan mata. Tak menunggu lama wanita itu langsung terlelap.

Giga tak lagi fokus menonton film. Ia lebih tertarik memandangi Cilla dalam diam.

Rasanya masih belum puas memandangi wajah Cilla. Tak akan puas malah, tapi karena suara teriakan Gefta Giga terpaksa meninggalkan aktivitas sementara. Ia harus segera membekap mulut kakaknya supaya tak membangunkan tidur Cilla.

"GIGAAAAA DI MANA KAMU? JANGAN NGUMPET!" teriak Gefta tak henti-hentinya.

"KAMU BOLOS SEKOLAH KOK NGGAK NGAJAK-NGAJAK—" belum sempat Gefta melanjutkan ucapannya, Giga sudah berdiri tepat di hadapannya.

"Jangan tereak anjir. Bunda lagi tidur!"

Si sulung langsung menjitak kepala Giga. "Kamu bolos? Tanpa aku!?"

Giga pikir apa. Ternyata Gefta komplain soal itu. Ckck.

"Ngapain aku ngajak-ngajak orang berbuat hal yang tak benar?" jawab Giga memutar mata.

Gefta membenarkan perkataan adiknya. Acuh, remaja itu berjalan menuju dapur untuk mengambil minuman dingin. Sementara Giga mengikuti langkah masnya dari belakang.

"Btw Gi," berjeda. Gefta meneguk minuman soda yang ada di tangan kirinya. "Aku dapet sms dari rumah sakit," lanjutnya membuat Giga deg-degan.

"Apa katanya?"

"Hasilnya udah bisa di ambil sekarang. Tadinya aku mau ngajak kamu ambil bareng sepulang sekolah eh taunya udah pulang duluan."

"Terus?" tanya Giga bodoh.

"Ayo kita ambil sekarang," ucap Gefta semangat.

Si sulung meraih tangan adiknya. Sementara remaja yang ditarik tak mau beranjak dari tempatnya. Giga berpikir sejenak.

"Mas Ge," panggilnya.

"Nunggu apalagi? Ayo!" Ajak Gefta menghentikan langkah.

"Enggak, Mas," Giga maju ke hadapan Gefta.

"Kenapa?" tanya masnya.

"Biar aku yang ambil hasil tesnya dan kamu hubungin Bapak suruh ke sini," jawab Giga.

Gefta tahu rencana adiknya. Tak mau membuang waktu ia langsung mengiyakan keinginan Giga. Setelah menjelaskan tugas Gefta, Giga langsung meninggalkan rumah.

...

Tanganya mendadak dingin dan bergetar saat meraih amplop putih berisi hasil tes DNA. Giga tidak sanggup membuka dan melihat hasilnya. Ah memang sebaiknya tak dibuka sekarang. Biarkan Gatta yang membukanya. Biarkan pria dewasa itu tahu mengetahui kebenarannya.

Kira-kira hasilnya positif apa negatif ya?

Giga berjalan menyusuri koridor rumah sakit sembari bertanya-tanya. Terlalu asik dengan pikirannya membuat Giga menabrak seseorang.

Remaja itu langsung mendongakkan wajah. Betapa terkejutnya ia ketika mengetahui siapa yang sedang berdiri di depannya.

"A-ayah?"

Tbc.

#sasaji

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top