Bapak?

"Benar kamu saudaranya Theodourus IPS 2?" tanya wanita berkacamata  tanpa basa-basi.

Namanya Miss Indira-si guru BK yang kekejamannya sudah terkenal seantero SMA Unggul Bangsa. Ia terkenal tak main-main dalam memberi hukuman.

Baru saja Giga melangkahkan kaki ke dalam ruangan. Bahkan napasnya masih belum teratur dan Miss Indi sudah menyodorinya pertanyaan. Walau pertanyaannya biasa, tapi nada bertanya tidak enak didengar.

"Dari segi wajah kenapa kalian tidak mirip. Perilaku apalagi," komen Miss Indi.

Selain terkenal garang beliau juga terkenal nyinyir. Bahkan kenyinyirannya melebihi akun gossip online. Wanita itu memperhatikan Giga dari atas sampai bawah.

"Benar-benar tidak ada miripnya sama sekali," katanya geleng-geleng. "Tapi saya lebih suka kamu daripada Theo. Kamu lebih baik dari segi sikap maupun prestasi," lanjut Miss Indi membenarkan letak kacamata.

Giga hanya bisa memutar mata jengah.

"But the way kalian berdua ini saudara kandung atau sepupu?"

"Kandung. Mas Gefta kakak saya," jawab Giga.

Miss Indi mengangguk lagi. "Ah bodo amat deh. Mau kamu adiknya kek, mau kakaknya kek, saya nggak perduli!" katanya berjeda. "Yang mau saya tanya kenapa Theo tidak masuk sekolah selama lima hari? Kenapa tidak ada surat izin atau keterangan sakit?" lanjut Miss Indi.

Pertanyaan Miss Indi membuat Giga terkejut. Gefta tidak masuk sekolah selama itu? Bagaimana mungkin? Bahkan setiap pagi sejak Gefta memilih tinggal bersama Gatta Giga selalu menunggu masnya di pos satpam. Secara diam-diam.

Karena hanya dengan cara itu saja Giga bisa memastikan kalau Gefta dalam kondisi baik-baik saja. Dan setiap pagi ia selalu mendapati kakaknya diantar oleh Gatta ke sekolah. Lalu mengapa Miss Indi mengatakan kalau cowok itu tidak masuk sekolah?

"Abang kamu sakit keras? Masuk rumah sakit?"

Giga diam. Berpikir. Jawaban apa yang tepat untuk diberikan pada Miss Indira?

"Kenapa kamu tidak menjawab pertanyaan saya?"

"Saya tidak tahu, Miss," jawab Giga akhirnya.

Satu kekehan terdengar. Miss Indira menertawakan Giga. Dahi si remaja berkerut. Apa yang salah dari jawabannya?

"Jangan ngelawak kamu!" ucap Miss Indi setelah berhenti tertawa.

*brak*

Satu gebrakan meja berhasil membuat Giga tersentak kaget.

"Saya tidak main-main." Miss Indi menatap tajam obyek yang duduk di hadapannya. "Kemana kakak kamu?" sambungnya kemudian.

Giga menggeleng. "Tidak tahu, Miss."

Miss Indi menarik napas lalu menghembuskannya perlahan. Melihat tanda-tanda kemarahan si guru Giga berniat mengundurkan diri. Tanpa berpamitan dan seperti orang yang tak diajarkan sopan santun remaja itu beranjak dari kursinya.

"Mau kemana kamu?" tanya Miss Indi.

"Mau cari tahu dimana keberadaan kakak saya, Miss," jawab Giga memberanikan diri menatap wanita yang ada di depannya itu.

"Saya ijin pulang cepat. Saya berjanji akan mencari dan mendapatkannya. Setelah itu saya akan membawanya ke sini-ke hadapan Miss Indi!" ucap Giga seakan tak memberi kesempatan Miss Indi bersuara.

"Saya pergi dulu. Dadah!"

...

Setelah memakai hoodie merah maroonnya Giga langsung mengendarai motor ke luar sekolah. Sebelum itu ia harus berhadapan dengan tiga penjaga gerbang. Dan setelah memberi penjelasan sedemikian rupa akhirnya Giga 'dibebaskan' juga.

"Ya sudah kalau begitu saya buka dulu gerbangnya," ucap salah satu satpam.

Tak lama kemudian gerbang terbuka. Setelah membunyikan klakson sebanyak tiga kali Giga langsung melajukan motornya keluar area sekolah.

Tujuannya adalah ke rumah Gatta, tapi Giga baru ingat kalau ia tidak tahu di mana rumah pria itu. Satu-satunya cara supaya ia tahu adalah bertanya pada Cilla.

Gigansa R: Bun minta alamat rumah Gatta.

Berselang beberapa menit kemudian Cilla mengirimkan alamat rumah Gatta beserta pertanyaan untuk apa itu semua. Giga menjawab nanti akan dijelaskan saat pulang. Setelah itu ia membuka Google Maps untuk menyetting lokasi tujuan. Peta menuju rumah Gatta sudah terpampang di ponsel Giga.

Giga melajukan motornya menembus jalanan padat Jakarta. Beruntung tadi ia membawa motor jadinya bisa mencari celah di tengah kemacetan jalanan. Perjalanan yang seharusnya bisa ditempuh dalam waktu lima belas menit ini malah molor setengah jam. Percuma tadi Giga menyalip karena di jalanan depan ada kemacetan yang lebih parah. Itu semua berhasil dilewati karena sekarang ia sudah berdiri di depan rumah Gatta.

Giga melepas helm lalu disampirkan ke kaca motor. Kemudian ia berjalan menuju pintu utama. Sudah berdiri persis di depan pintu Giga memencet bel.

Tubuhnya menegang ketika mendapati sesosok pria bertatoo berdiri tepat di depannya. Pria itu masih menggunakan boxer sementara badan bagian atas dibiarkan terbuka. Menampilkan berbagai macam gambar di dadanya.

"Cari siapa?" tanya Gatta belum sadar bahwa remaja yang ada di hadapannya ini adalah adik Gefta.

"Mas Geftanya ada?"

Sepersekian detik kemudian barulah Gatta sadar kalau remaja yang ada di hadapannya ini Giga.

"Gefta sekolah lah. Udah gue anter beberapa jam lalu."

QGiga bodoh! Bukannya tadi ia melihat kalau Gatta mengantarkan Gefta pergi sekolah? Jadi mana mungkin masnya bolos di rumah. Ck!

"Eh masuk dulu deh," ucap Gatta mengajak Giga masuk.

Giga mengikuti langkah Gatta yang berjalan lebih dulu. Si pria mempersilakan si tamu duduk begitu mereka sampai di ruang bercat terang itu.

"Ntaran yak. Gue pake baju sama ambilin minum dulu," ucap Gatta meninggalkan Giga.

Remaja hanya bisa mengangguk. Sepeninggal Gatta, Giga melihat-lihat isi rumah. Ia melihat satu bingkai besar berisi foto Gatta dan keluarganya. Ada juga foto bundanya dan pria itu di masa muda. Bergeser ke samping Giga juga menemukan foto-foto Gefta. Dari bayi sampai berusia 16 tahun. Semua tertata rapi.

Dari mana Gatta mendapatkan semua foto Gefta?

Tidak penting dari mana karena yang dirasa Giga sekarang adalah sesak. Melihat foto-foto itu membuat rasa iri dalam diri membuncah. Seharusnya foto Giga juga ada di sana kan? Tapi kenapa Gatta tak memajangnya?

"Kalau Gatta nggak mau ngakuin Giga sebagai anaknya ya sudah. Biar aku yang mengakuinya."

"Kamu bukan anak kandung Gattara melainkan anak kandung ayah."

"Jangan pernah beranggapan lagi kalau dia ayah kamu. Karena ayah kandung kamu ada di depan kamu."

Ucapan Pande kembali terngiang di pikiran Giga.

Sebenarnya apa motif pria itu mengakui Giga sebagai putra? Kenapa Pande rela melakukan hal yang bukan seharusnya?

Lalu Gattara. Kenapa pria itu tidak mau mengakui Giga sebagai anaknya?

"Eh elo kan masih muda ya. Jadi, gue sediain teh botol sama soft drink. Pilih dah tuh mau minum yang mana." pemilik suara itu kembali dengan membawa beberapa minuman botol dan kaleng.

Gatta meletakan berbagai macam minuman di atas meja. Setelah itu ia kembali menghilang untuk mengambil beberapa snack lalu menyuguhkannya ke hadapan Giga.

"Masih terlalu pagi untuk gue hidangin nasi padang. Jadi makan snack dulu. Ntar agak siangan gue beliin nasi," kata Gatta duduk di sebelah Giga.

"Btw apa tujuan lo ke sini?" tanya Gatta membuka topik obrolan.

"Mau nyariin Mas Ge," jawab Giga tak berani menatap wajah pria yang ada di sebelahnya.

"Lah. Gefta kan di sekolah. Bukannya kalian satu sekolah?" tanya Gatta dihadiahi anggukan kepala. "Harusnya lo cari di kelasnya. Bukan malah di sini," tambahnya.

"Aku udah ke kelasnya, tapi Mas Ge nggak ada. Aku pikir dia sakit-"

"Mana ada! Tadi gue anterin Gefta sampai gerbang sekolah," potong Gatta tak terima. "Mungkin pas lo samper dia lagi ke kamar mandi kali," ucap Gatta masih terus memberikan sanggahan.

"Enggak ad-"

"Eh, tapi kalaupun Gefta bolos ya udah sih gak papa sekali-kali. Biar masa remaja anak gue lebih berwarna," ucap Gatta menepuk punggung Giga.

Seakan tak memberi celah untuk Giga bersuara, Gatta kembali berkata. "Eh ini jam berapa deh?" tanyanya.

Tanpa bersuara Giga menyodorkan pergelangan tangan kirinya.

"Jam sebelas? Lah seharusnya kan lo masih di sekolah."

Gatta benar. Memang seharusnya Giga masih berada di sekolah.

"Itu artinya lo juga bolos dong?" tanya Gatta retoris.

"Iya. Hehe."

"Hm. Ya udah gak papa. Udah terlanjur juga. Cilla tahu?"

Mendengar nama ibunya disebut Giga menggeleng. Mana ada ia memberitahu Cilla? Kalau Giga memberitahu pasti Cilla akan menceramahinya semalam suntuk.

"Gak tahu ya? Ya udah deh gak papa. Gue bakal tampung lo sampai jam pulang sekolah."

"Janji jangan bilang Bunda ya O-om?"

Rasanya kaku. Harusnya Giga memanggil Gatta dengan sebutan ayah.

"Lo jangan panggil gue Om ah. Berasa tua."

"Terus aku harus panggil apa?"

"Bapak," jawab Gatta tanpa ragu. "Kalau Gefta bisa panggil Pande aka bokap kandung lo dengan sebutan Ayah. Kenapa lo nggak bisa panggil gue Bapak?" lanjutnya menjelaskan.

Giga menyunggingkan senyum. "Emangnya boleh?"

Gatta balik tersenyum sembari mengacak gemas rambut Giga.

"Kenapa enggak?" balas Gatta. "Coba panggil gue. Gue mau denger," lanjutnya meminta.

Remaja itu mengangguk. "Iya. Terimakasih, Pak..."

Tbc.

#sasaji

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top