💫6💫
"Gimana perkembangan kasus Mbak Redanti Mas?" tanya Neta saat siang menjelang sore melihat Abdi baru saja sampai.
"Ini kan gugatan pidana juga perdata, jadi sebelum aku ngajukan berkas gugatan ke pengadilan, aku datangi dulu baik-baik pihak yang telah menggunakan desain Caca, tadi aku bareng Ardi dan Rafa ke tempat mereka. Aku perlihatkan bukti-bukti bagaimana mereka menggunakan beberapa rancangan Caca dan bukti-bukti bahwa itu sah milik Caca. Lah itu kan rancangan pas Caca menang lomba desain gaun malam juga beberapa even yang lain ya ada bukti piagam dan foto-foto. Awalnya mereka mengelak bahkan balik mengancam akan menelepon pengacaranya, ya aku bilang silakan kami tunggu tim kuasa hukum mereka. Eh ternyata nggak datang-datang. Aku tunjukkan berapa nilai yang akan kami tuntut secara perdata, kaget lah mereka dikira kami main-main apa, ini hak cipta, mereka seenaknya saja nyuri karya orang, dikira nggak butuh mikir berhari-hari dan melalui tahapan yang tidak mudah." Abdi terlihat emosi, sedang Neta hanya mengangguk-angguk.
"Lalu hasilnya? Tetap maju sidang?"
"Kena gertakan aku mereka akhirnya keder juga, minta maaf karena merasa mereka gak punya bukti kan kalo itu memang bener punya mereka, mereka minta maaf bolak-balik dan minta agar jangan dilanjutkan menuntut mereka secara hukum, yaudah aku minta besok mereka secara terbuka mengajukan permintaan maaf di media online agar semua tahu duduk perkara yang sebenarnya." Neta tepuk tangan dan menyalami sepupunya dengan wajah puas.
"Woaaaaa ini baru keren, demi yayang tercintaaah ye kaaan?" Neta terkekeh melihat wajah sepupunya yang mengerutkan keningnya.
"Bukan karena Caca juga sih Net, ini lebih pada agar siapapun tidak main-main kalo berurusan dengan mencuri karya orang lain, mereka seenaknya aja nyuri, pengen enaknya aja gak pake mikir dapat duit banyak." Sekali lagi Neta bertepuk tangan dan Abdi berdecih karena kesal.
"Kamu ini loh bolak-balik tepuk tangan aja, gak ada yang ulang tahun ato sedang merayakan apapun."
"Eh Mas bentar ini kenapa Pak Sapri nelepon aku." Neta bergegas keluar ruangan Abdi dan tak lama kembali dengan membawa seseorang yang rasanya tak ingin Abdi temui. Dokter cantik itu datang dengan membawa berbagai macam goody bag yang Abdi yakin berisi makanan dan sejenisnya.
"Ada yang bisa saya bantu Bu Dok kemuning?" wajah datar dan nada bicara yang formal cukup mengagetkan Kemuning atau biasa dipanggil Nuning. Neta mengulum senyumnya, sepupunya yang biasanya geser otaknya gini memasang mode datar.
"Nuning saja Pak biar nggak panjang, eh iya tadi papa ngingatkan saya agar Mas Abdi ... "
"Pak Abdi." Abdi menyela dengan posisi masih duduk di kursinya tanpa berkeinginan berdiri.
"Eh iya Pak Abdi maaf, agar Pak Abdi makan, papa bilang tadi nelepon Pak Abdi tapi gak diangkat makanya trus papa nyuruh saya ngantar ini semua karena papa yakin Pak Abdi belum makan, ini sudah hampir sore loh Pak."
Abdi menatap wanita berwajah belia di depannya, berdiri dekat Neta yang sejak tadi menahan tawa sambil menjulingkan matanya, ingin rasanya Abdi melempar remote AC ke kepala sepupunya agar berhenti menggodanya.
"Oh ya sudah silakan letakkan saja di meja, saya juga sungkan menolak pemberian Dokter Widyatmoko, sampaikan salam saya terima kasih banyak saya diperhatikan, selesai kan? Ada keperluan apa lagi Bu Dok Nun?"
"Nuning Pak."
"Iya sama saja."
Terlihat wajah bingung Nuning, akhirnya ia duduk di sofa yang ada dalam ruangan Abdi, Neta juga ikut duduk dekat Nuning.
"Saya nggak papa kan ikutan makan di sini berdua sama Pak Abdi?" pinta Nuning, ia menoleh pada Neta seolah ingin agar Neta pergi dan seperti biasa jika ada makanan gratisan jangan harap akan dibiarkan lewat begitu saja oleh Neta, Neta cuek saja ia malah tersenyum manis pada Nuning. Abdi tak bisa mengelak lagi, ia bangkit lalu duduk di sofa.
"Kamu jangan pergi Net, siapa yang mau ngabisin makanan ini, pasti di dalam beberapa goody bag ini banyak isinya." Neta mengangguk dengan cepat diiringi senyum lebar dan anggukan cepat. Nuning terlihat kecewa tapi ia tak bisa berbuat apa-apa. Segera semua isi goody bag dikeluarkan oleh Nuning, di tata berjejer di meja, Neta terbelalak melihat macam-macam lauk, buah juga puding yang lezat. Untung juga dia belum makan siang sehingga bisa makan sepuasnya makanan yang ada di depannya.
"Boleh dimulai ini Bu Dok?"
"Iyaaa." Jawaban malas Nuning tak dihiraukan oleh Neta ia segera melahap apa saja yang ada di depannya. Abdi yang sejak tadi menahan tawa tak bisa ia tahan lagi, akhirnya tawa Abdi meledak dan Nuning menatap wajah Abdi yang masih saja tertawa.
"Bapak makan dong, masa cuman dilihatin aja." Nuning mengambil satu kotak makan dan membukanya, disaat yang bersamaan pintu ruangan Abdi terbuka dan muncul wajah Pak Sapri dan diikuti oleh wajah wanita yang selalu dirindukan Abdi.
"Caaaa ... " suara Abdi yang lebih menyerupai gumaman membuat Nuning juga ikut menoleh ke pintu, seketika ia merasa jengkel saat Abdi tak mempedulikan kotak makan yang ia berikan malah bagai terbang menuju ke pintu.
"Ini Pak ada tamu, lah Bu Neta gak ada di mejanya ya saya yang antar." Jawaban Pak Sapri hanya dibalas Neta dengan mengacungkan jempol karena mulutnya penuh makanan.
"Makasih Pak, ayo Ca, masuk yuk makan bareng di sini." Pak Sapri segera berlalu. Ajakan Abdi membuat Redanti merasa tak enak karena ia melihat di meja ruangan Abdi tumpah ruah makanan sementara ia hanya membawa satu kotak makan yang hanya berisi nasi serta rawon yang ia sempatkan masaknya tadi pagi mengingat Abdi yang sakit maag khawatir lupa makan lagi, jadi saat istirahat siang tadi Redanti menyempatkan pulang hanya untuk mengambil makanan agar Abdi tak sakit lagi.
"Maaf aku bawa pulang saja Mas, toh itu Mas juga sedang makan, aku hanya bawa nasi plus rawon yang aku masak tadi pagi." Abdi menahan kotak makan dari Redanti.
"Jangan dibawa pulang lagi, aku memang belum makan, aku mau makan punya kamu aja Caaa, temani aku makan yaaaa ... aku belum makan Caa ... "
"Wah maaf, aku ada janji sama adiknya Mas Lanang, Minggu depan ka adiknya nikah jadi ini mau ..."
Abdi tidak mau tahu ia menyeret lengan Redanti masuk ke ruangannya dan mendudukkannya di sofa.
"Temani aku makan, aku nggak mau makan kalo nggak kamu tungguin Ca."
"Tapi Mas setengah jam lagi aku ada janji sama adik Mas Lanang, kan nggak profesional namanya kalo aku gak nepatin janji." Redanti mulai terlihat kesal.
"Sepuluh meniiiit aja Ca, tungguin aku makan masa nggak bisa sih?" wajah memelas Abdi membuat Redanti akhirnya luluh juga.
"Iya dah cepet." Suara ketus Redanti tak dihiraukan oleh Abdi, dengan riang ia membuka kotak makan dan Nuning menjadi sebal pada Redanti yang telah mengacaukan semuanya.
"Trus makanan saya yang banyak ini nggak akan Bapak sentuh?" suara ketus Nuning menyadarkan Abdi.
"Lah saya kan nggak nyuruh Anda bawa itu ke sini." Seenaknya saja Abdi menjawab dan Redanti benar-benar merasa tak enak.
"Biar saya ikut nyicipi ya Bu Dokter?" Nuning tak menjawab pertanyaan Redanti, Neta yang menyilakan Redanti dengan menawarkan berbagai makanan.
Tak lama ponsel Redanti berbunyi, ia segera meraih ponsel dalam tasnya, terlihat nama Lanang di sana, Abdi yang melirik dan menangkap nama Lanang di layar ponsel Redanti secepatnya merebut ponsel itu dari tangan Redanti dan segera menjawab.
Maaf Caca masih bersama saya
💫💫💫
15 Oktober 2020 (09.43)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top