26 - Colors

Cerulean Blue, kalau tak salah itu sebutan untuk warna biru langit. Seperti yang sedang dilihat Ducky sekarang, bersih nyaris tanpa seulas awan pun. Dia teringat karena seseorang pernah mempermasalahkan soal warna yang digunakan untuk seragam dinas harian Tentara Liberté, tidak serasi dengan warna mata anaknya yang berwarna Azure Blue, katanya.

Lalu kenapa kalau matanya berwarna Azure Blue, kedua mataku cokelat tetapi tak ada seorang pun yang meminta seragam dinas kami menjadi sewarna Umber atau Burnt Umber, tulis Ducky dengan berapi-api di jurnalnya. Saat itu dia sampai mencari tahu apa warna matanya di data base karena kesal.

Pekikan seekor elang terdengar nyaring dan panjang. Bayangannya melintas, menutupi pandangan Ducky dengan terbang dan berputar-putar di atasnya untuk beberapa saat. Sebelum kemudian mengepakkan sayap untuk pergi.

"Setidaknya bukan burung pemakan bangkai."

Baru juga dia selesai mengatupkan mulut, kaokan serak terdengar. Ada sekitar 3-4 ekor. Mungkin itu juga penyebab elang tadi pergi, menghindari konfrontasi dengan unggas-unggas terbang yang berukuran jauh lebih besar.

Ducky melengos panjang. Mungkin para unggas terbang itu bakal benar-benar mematuki bangkainya bila dia tak segera bangkit. Masalahnya kedua kakinya terperosok pasir halus hingga betis dan salah satu di antaranya tersangkut sesuatu yang berat di dalam pasir hingga tak bisa dicabut.

Setelah usaha berjam-jam untuk melepaskan diri dan menggali pasir di sekeliling kakinya, dia baru menyadari bahwa itu sia-sia. Karena butiran pasirnya terlalu halus, hingga pasir-pasir itu kembali mengalir menutupi kakinya setiap kali galiannya mencapai kedalaman tertentu. Ducky akhirnya menyerah dan memutuskan untuk menggeletakkan diri, telentang.

Untung lututnya masih bebas, jadi masih mudah baginya melakukan itu. Revolver dan senapan shotgun juga mencegah hewan gurun memangsa ¾ tubuhnya yang masih di permukaan. Namun persediaan air dan makanannya mulai habis di hari kedua.

Ducky mengunyah ekor kadal bakar yang hanya dikuliti seadanya sebelum dibakar. Mengernyit pada anyir yang tersisa karena dia sengaja tak membakar hingga dagingnya garing demi persediaan cairan. Tak ada pilihan lain, daripada mati karena dehidrasi.

Ketika sinar matahari mulai terlalu terik untuknya, Ducky menggunakan mantel, ransel, dan perlengkapan lain dalam tasnya sebagai tenda mini. Sengaja tidak membuat tenda penuh, khawatir bila angin terlalu kencang malah akan terbawa terbang dan meninggalkan dirinya tanpa perlindungan.

Sambil menggigiti sisa daging yang menempel di tulang ekor kadal, Ducky menyadari sesuatu yang gawat. Apapun yang membuat kakinya tersangkut mulai menariknya semakin dalam. Karena batas permukaan yang sebelumnya tak sampai lutut, kini sudah mulai mencapai setengah panjang paha.

Pada hari ketiga, proses penarikannya terasa semakin cepat juga. Ducky kini bahkan bisa melihat badannya bergeser dengan kecepatan siput, melintasi tanah kering dan kerikil Direland. Panik membuatnya mengeluarkan pisau dari sarung dan menggali tanah keras untuk mendapatkan pegangan.

Pisau dengan bilah cukup tebal dan tajam itu ikut terseret, membuat galur panjang di tanah keras, sebelum akhirnya tercabut juga dari tempatnya menancap. Kecepatan Ducky terhisap kini sudah mencapai gerakan serangga kecil ketika melintas.

Lelaki itu memutar pinggang untuk mendapatkan posisi genggaman dan cengkeraman yang lebih stabil. Mencengkeram tanah, menahan tubuh dengan kedua siku, dan menancapkan pisaunya berkali-kali untuk berusaha melepaskan diri. Usahanya nihil.

Ketika Ducky sudah terlalu panik dan putus asa hingga timbul niat untuk memotong putus kakinya sendiri daripada tertelan sepenuhnya pada entah apa di bawah sana. Lamat-lamat telinganya menangkap alunan musik yang asing. Diikuti derap kaki hewan berteracak.

"HOOOI!" panggilnya, serak. Terbatuk karena dua hari tak menelan air. "Tolooong!!!" serunya, lebih terdengar seperti desisan serak.

Permukaan tanah kini sejajar area rusuknya. Holder pistolnya sempat membuat tubuhnya tersangkut, sebelum kekuatan yang lebih besar menariknya. Seketika dia mencabut revolver itu, melepas pengaman dengan jempolnya, dan menembakkan dengan buta beberapa kali ke dalam pasir--tanpa mengindahkan resiko menembak kakinya sendiri. Lalu beberapa kali lagi ke udara.

Pada saat kereta yang terbuat dari rangka mobil jip itu tiba di dekat Ducky, tubuh lelaki berambut seperti ijuk kemerahan itu sudah tersangkut persis di bawah ketiak. Tak ada lagi tarikan dari dalam pasir halus.

"Baik-baik saja di sana?" sapa kusir kereta jip itu, mengangkat sedikit tepian topi lebarnya untuk melihat dengan jelas manusia yang membuatnya harus melipir dari jalur aman karena mendengar suara tembakan tadi.

"Uhh, aku pernah merasa jauh lebih baik dari ini," jawab Ducky, sangat serak sambil meringis. "Bisa minta tumpangan ke koloni terdekat?" bisiknya lagi, parau.

Kusir kereta itu terkekeh lalu menjawab, "Setelah aku membantumu keluar dari sana, tentunya?"

"Ya, itu juga."

Kereta dikendalikan kusir untuk menarik Ducky setelah melilitkan tali di sekeliling tubuhnya. Dua orang penumpang turut membantu mereka dengan menggalikan pasir-pasir halus untuk memudahkan melilitkan tali dan memperingan beban unta-unta kekar yang menarik kereta.

Ducky menggerung menahan sakit di berbagai tempat di tubuhnya selama proses. Mungkin kalau apapun yang menariknya ke dalam pasir masih aktif, tubuh Ducky bisa robek dan putus di sendi-sendi. Setelah beberapa menit yang menyakitkan, Ducky berhasil dibebaskan hingga ke sepatu botnya.

Mereka terperangah ketika menemukan capit serangga raksasa mencengkeram salah satu pergelangan kaki Ducky. Capit itu patah di salah satu sendi yang paling dekat dengan kaki Ducky. Ada bekas tembakan dan sobekan di karapasnya.

"Waduh, sepertinya kau nyaris jadi korban Undur-Undur Gurun. Kalau botmu lebih tipis lagi, mungkin pergelangan kakimu sudah patah," komentar Kusir Kereta.

"Wow, biasanya butuh 3-4 hari sampai serangga mutasi itu mulai menarik masuk korbannya. Bagaimana kau masih bisa selamat?" Salah satu penumpang ikut berkomentar.

Ducky yang sudah tak punya tenaga untuk bicara hanya mengangkat bahu.

Setelah meneguk cukup banyak air Ducky dibantu untuk naik ke kereta. Dia bermaksud memberikan koin-koin sebagai balas budi, tetapi Kusir menyuruhnya menyimpan uang itu untuk nanti bila mereka berhasil mencapai koloni terdekat dengan selamat.

"Melihat perlengkapanmu, kalau tak apes kau pemburu yang cukup tangguh, bukan?"

Ducky mengangguk.

"Kalau gitu, aku minta kau bantu mengamankan kereta ini hingga kita bisa mencapai tujuan. Baru setelah itu kita bicarakan soal untung-rugi." Cara si Kusir yang mengucapkan kalimatnya dengan senyum bersahaja dan jempol teracung, membuat Ducky terharu. Sudah lama dia tak melihat ada orang seumurnya yang bersikap waras.

Ditambah janggut tak rapi dan penampilan klasik ala koboi dari peradaban-peradaban lalu, Ducky jadi ingin memanggilnya Abang.

Perjalanan berlanjut dengan Kereta Jip. Setelah lajunya stabil, si Kusir mengeluarkan benda dari logam berbentuk persegi panjang dari sakunya. Dengan embusan dan hisapan, musik asing yang tadi terdengar oleh Ducky kembali mengalun.

"Itu namanya Harmonika," jelas penumpang perempuan yang terlihat sedikit lebih muda dari Ducky, tanpa ditanya.

"Pops memang suka hal-hal Western," tambah penumpang lain yang berwajah mirip dengan perempuan itu. "Mulai dari pakaian, musik, bahkan jip ini diberi atap tenda mirip dengan video jadul yang pernah ditontonnya."

Sepertinya mereka bersaudara. Sekeluarga dengan si Kusir yang dipanggil Pops oleh yang lain. Mungkin artinya ayah atau paman.

Ketika mereka mulai berbagi bubur singkong. Ducky ikut membagi dendeng yang tersisa karena terkubur jauh di bawah lipatan tenda dalam ranselnya pada yang lain. Sambil bersandar ke rangka jendela Kereta Jip, dia mengunyah perlahan masakan matang sempurna itu.

Apakah ini adalah karma karena meninggalkan bocah-bocah scavenger itu di Petilasan Terkutuk? tulisnya dalam jurnal.

Hingga hari terakhirnya bertugas, Ducky memang tidak pernah mendapatkan seragam dinas sesuai dengan warna Umber maupun Burnt Umber. Namun dia ingat beberapa kali harus mengenakan seragam dinas lapangan warna Khaki dengan motif kamuflase, untuk misi-misi yang membutuhkan kemampuan stealth di area Direland.

Tentu saja bukan misi pengawalan.


Tema DWC Hari Ini, adalah:

Buatlah cerita yang mengandung 3 kata ini: Biru, Harmonika, Jendela. Minimal 500 kata. Kata harus ditulis secara berurutan dari Biru-Harmonika-Jendela.
Contoh: Langit hari ini berwarna biru. Aku mengambil harmonikaku dan memainkannya di dekat jendela.


Catatan Penulis

Halo, semuanya! >w<)/

Selamat datang di tema hari ke-26 DWC edisi 2024 ini. Agak ringan. Lalu saya sedikit terbawa perasaan. 

Elang pertama yang muncul adalah dari jenis Peregrine Falcon, seperti nama asli Ducky. Sedangkan serangga yang menarik kaki Ducky, yang kita kenal sebagai Undur-Undur itu adalah bentuk larva dari serangga terbang yang saya tak tahu nama umumnya apa di Indonesia. 

Dalam bahasa Inggris juga mereka menyebut Antlion pada bentuk larvanya atau disebut juga Doodlebugs karena galur jejak pasir yang dibentuk oleh mereka terlihat seperti oretan/doodle.

Ducky bisa terperosok karena sebelumnya sempat terjadi badai pasir yang mengacaukan tanda-tanda bentuk perangkap Undur-Undur Raksasa di pasir.  Normalnya dia akan memilih jalur yang menghindari bentuk-bentuk seperti di bawah ini.

Perangkap Undur-Undur dan Galur seperti Doodle di Tanah yang dibentuk


Sekian. Semoga karya hari ini juga bisa dinikmati pembaca.


Surabaya, 26 Februari 2024,

Prakash.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top