14 - Indecisive
"Tidak-tidak-tidak-tidak-tidak ...!!!"
Merepet seorang gadis, sepertinya sekitar usia pertengahan belasan tahun, sambil berlari zig-zag secepat yang dia mampu. Tak jauh di belakangnya seekor kadal gurun besar, mengejar.
"Lompat ke batu itu, Mili!" seru lelaki berjanggut kelabu gelap.
"KALAU BISA SUDAH KULAKUKAN DARI TADIII!"
"Putar! Putar! Ke kanan, Mili! Bukan! Jangan ke situ ... Di belakangmuuu!"
Lengkingan jeritan Mili terdengar berkali-kali selagi gadis itu terus berlari. Sesekali isak tangisnya terdengar di antara jeritan panik dan putus asa. Beberapa kali mulut mungilnya meneriakkan sumpah serapah, setengahnya ditujukan pada lelaki yang terus menyemangati dari jarak aman. Pada akhirnya, setelah memutari banyak batu ukuran sedang dan memanjat undakan alami dari kumpulan bebatuan, gadis itu berhasil mencapai cadas tinggi di mana Ducky dan lelaki berjanggut kelabu gelap bertengger.
"Kukira ... Aku akan menyusul Ayahkuuu," keluh Mili, gabungan antara lega dan lelah. Masih terengah-engah, dia menjatuhkan diri dan berbaring telentang di dekat kaki dua orang yang lain.
"Sekarang aku bisa bunuh kadalnya?" celetuk Ducky, sebelum lelaki berjanggut kelabu gelap sempat mengatakan sesuatu untuk menanggapi Mili.
"Bukan waktu yang pas?"
Lelaki berjanggut gelap itu menepuk wajah, menggaruk belakang kepala sendiri, lalu akhirnya mengangkat kedua tangan, putus asa.
"Terserah kamu saja. Kau yang lebih pro soal begini," akhirnya dia menjawab. Terdengar berat hati, tetapi tak memiliki pilihan lain.
Ducky meraih crossbow, bayaran di muka yang didapatnya untuk menemani kedua orang itu bermalam di Direland. Butuh waktu untuk memasang anak panah pada tempatnya, tetapi begitu berhasil terpasang, Ducky bisa menjatuhkan seekor kadal gurun sebesar itu dalam sekali tembak saja.
"Perlu kau ketahui, Mili. Dia bisa melakukan itu karena sudah terlatih. Beda dengan aku, apalagi kau." Lelaki berjanggut kelabu gelap itu menjelaskan selagi Ducky sibuk menggantung kadal gurun untuk ditiriskan dan dibersihkan dari darah dan kotoran.
Mili tidak menanggapi, masih terlalu sibuk mengatur napasnya sendiri.
"Butuh tiga hingga empat kali tembakan bagiku dan bila jarak kami kurang jauh, seseorang harus mengalihkan perhatian kadal gurun selagi aku membidiknya."
"Seperti yang kulakukan tadi, Paman?" tanya Mili.
Ekspresi cerah di wajah gadis itu membuat pamannya menggerung panjang. Merasa kata-katanya gagal tersampaikan.
"Bakar atau tumis?" tanya Ducky menginterupsi.
"Maaf. Apa...?" ulang pamannya Mili.
"Daging kadal. Dibakar atau ditumis?" ulang Ducky, sembari mengacungkan sebuah kaki kadal yang baru saja selesai dikuliti.
Mili memekik sebelum buru-buru menyembunyikan pandangan dengan berlari ke balik punggung pamannya. Lelaki yang mendadak dijadikan tameng, buru-buru meminta Ducky untuk mengiris kecil-kecil daging kadalnya sebelum nanti ditumis menjadi masakan yang tidak menunjukkan sisa wujud kadal sama sekali. Setelahnya dia harus menepuk-nepuk punggung keponakannya untuk menenangkan gadis itu.
Ducky mengangkat alis melihat keributan yang ditimbulkan oleh gadis itu perkara sepotong daging mentah. Sekarang dia memahami maksud permintaan Hektor yang sesungguhnya, yaitu membuat gadis bernama Mili mengurungkan niat untuk bertualang melintas Direland.
"Enak!" seru Mili. "Tumisan daging ini sedap sekali. Bahkan lebih gurih dari buatan ibuku!" komentarnya tak percaya. "Apa benar-benar kau yang memasak ini? Tidak ada seorang koki yang kau sembunyikan di sekitar sini, kan?"
Pertanyaan yang membuat Ducky mengernyit karena seharusnya gadis itu melihat sendiri bagaimana dirinya mengiris-iris dan menumis daging di atas batu pipih, walau dengan cara mengintip melalui punggung Hektor.
Nona muda yang sepertinya tak pernah melihat daging ketika baru dipotong dari tubuh asalnya, bermaksud bertualang melintasi Direland, jelas terdengar seperti lelucon bagi Ducky. Walau sosok ayahnya sudah tidak ada, melihat bagaimana ibu Mili tak perlu bekerja banting tulang untuk menyediakan makanan di meja, sepertinya mereka juga bukan berasal dari keluarga tak mampu.
Hektor dimintai tolong oleh adik perempuannya untuk mencegah Mili bertualang. Dia juga setuju dengan pendapat ibunya Mili itu tetapi takut akan dibenci oleh keponakan kesayangannya itu, bila langsung melarang begitu saja. Hingga lelaki berjanggut kelabu gelap itu nekad mendatangi Ducky ketika baru saja hendak menyewa kamar penginapan.
"Kemana si Nona?" tanya Ducky ketika Hektor bergabung bersamanya dekat tungku darurat yang dia buat dari tumpukan batu.
"Baru saja tertidur di tenda," jawab Hektor sembari duduk di atas batu. Tertarik pada apa yang sedang dilakukan Ducky, dia pun bertanya, "Anda sedang mengasap daging?"
Sebagai ganti jawaban, Ducky mengambil sepotong besar daging yang baru saja matang, memotong jadi beberapa bagian, lalu menyerahkan setengah porsi pada Hektor.
"Sedap!" puji Hektor, segera setelah potongan daging bakar itu dikunyahnya. "Sangat juicy dan gurih."
"Yang itu hanya kubakar dengan sedikit garam dan lada. Jatah makan malam kita berkurang karena tumisannya dihabiskan oleh si Nona. Sisanya baru kuasap sambil gantian jaga." Dia menjelaskan.
Mendengar itu Hektor manggut-manggut sambil menikmati setiap kunyahannya.
Tanpa menunggu makanan mereka habis, Ducky mulai menggantung rapi potongan daging lain yang sudah diiris tipis dan dibumbui di tangkai yang disusun sedemikian rupa hingga seperti rangka tenda mini tetapi cukup tinggi untuk memuat semua potongan daging. Kemudian menutupi sekelilingnya dengan sejenis terpal tahan api, seperti tenda sempit.
Hektor mengamati apa yang dilakukan Ducky dengan penuh minat. Sesekali lelaki berjanggut kelabu gelap itu melempar pertanyaan yang dijawab singkat-singkat oleh si pengembara.
"Sekarang," dia memulai setelah yakin terpalnya menutup cukup rapat tetapi masih meninggalkan sedikit udara untuk memastikan bara tetap menyala. "Mumpung si Nona sudah tidur dan kita sudah selesai makan, kita tentukan, siapa yang jaga lebih dulu?"
"Uhh ... Saya duluan juga tidak masalah."
"Kau yakin?"
"A-anda duluan saja, kalau begitu? Saya memang tak seberapa ahli, tapi sungguh tidak masalah kalau harus berjaga duluan atau belakangan."
"Kita rotasi tiap 3-4 jam saja." Ducky akhirnya memutuskan. "Kau boleh tidur lebih dulu. Tiga jam lagi kubangunkan."
"Uhh ... Apa tidak masalah seperti itu?"
Ducky melotot kepada lelaki yang sebetulnya lebih tua darinya itu. Membuat yang bersangkutan buru-buru menelan sisa daging bakarnya lalu bergegas masuk ke tenda untuk dirinya dan Ducky.
"Bertahanlah, diriku! Hanya untuk dua malam ini saja, demi tambahan anak panah dan bahan bakar ekstra untuk ATV," desah Ducky sembari mengatur nyala bara api yang digunakan untuk mengasapi sisa daging kadal.
Catatan Penulis
Halo, semuanya! >w<)/
Kita tiba di akhir minggu kedua DWC!
Untuk tema hari ke 14 ini, para admin menemukan cara baru untuk menyiksa kami peserta DWC. Padahal masih hari Selasa, sewaktu tema diberikan. Bahkan hari ini juga masih belum Kamis. Tidak ada angin tidak ada hujan, tema yang diberikan adalah:
Buat cerita tentang Jumat Kliwon. Dilarang bergenre horor.
Puyeng (hahahaha).
Lalu saat mencoba mencari tahu tentang Jumat Kliwon saya yang miskin ilmu tentang weton ini malah mendapat hasil demikian.
Berdasar riset (?) singkat berbekal pencarian gugel itu, jadilah cerita untuk hari ini. Tentang seseorang yang memiliki watak sesuai dengan kesimpulan yang saya dapat. Semoga saja maksud saya itu berhasil tersampaikan dalam cerita.
Surabaya, 14 Juni 2023,
Prakash.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top