14 - For Her
"Suster, ada yang bisa kubantu?"
Tanya pasien yang tak sengaja ditemukan oleh Dokter Jonas Auer dan Suster Tilia Branch—saat mengumpulkan spesimen beberapa minggu lalu. Saat dia melongokkan kepala di ambang pintu ruangan, para perawat lain buru-buru menyingkir atau menjauh. Mereka masih takut pada orang yang dirumorkan sempat mengamuk hingga membuat beberapa perawat laki-laki dan petugas keamanan cedera.
"Lagi-lagi kamu, Tuan Bebek ... Kembalilah ke kamar, jangan menambah kerjaan kami!" Suster Tilia menghadang sebelum lelaki yang masih mengenakan piyama pasien melangkah lebih jauh.
"Ta-tapi ... Tapi aku sudah sembuh. Setidaknya, biarkan aku melakukan sesuatu, kerja fisik juga boleh."
Pasien itu cukup jangkung. Nyaris sama jangkungnya dengan Dokter Auer. Namun begitu berhadapan dengan Suster Tilia langsung menciut, sama sekali tak berani bertemu pandang dengan perempuan yang sejengkal lebih pendek darinya.
"Tidak ada tapi-tapi-an," ucap Tilia, iris cokelatnya yang jernih menatap tajam dari balik bulu mata yang lentik. "Kalau kakimu bengkak lagi karena terlalu banyak jalan, aku juga yang repot."
"Ta- ..." kata itu ditelan lagi karena mata cokelat Tilia kini menyipit berbahaya.
"Tuan Bebek, aku tahu kamu khawatir akan biaya pengobatan," Suster Tilia memulai. "Tapi, masalah itu sudah kami perhitungkan. Saat kami sudah memastikan kamu cukup sehat untuk melakukan suatu kegiatan, maka kami tidak akan ragu untuk mempekerjakan kamu sebagai ganti biaya pengobatan, hingga batas terakhir kemampuan fisik yang memungkinkan tanpa membuat cedera lamamu kambuh kembali."
Orang lain bila mendengar itu mungkin akan ketakutan karena jelas-jelas yang dimaksud oleh Tilia adalah pasiennya akan diminta kerja tanpa dibayar, hingga senilai ongkos pengobatannya. Namun lelaki yang dipanggil dengan sebutan Bebek malah tampak sumringah.
"Suster akan memanggil kalau aku sudah cukup sehat untuk boleh membantu?" ulang pasien.
"Tentu saja, Tuan Bebek. Kami PASTI akan memanggil dan memberikan sederet tugas yang harus kau kerjakan," jawab Tilia dengan senyum merekah yang seketika membuat rona jambon di wajah si Bebek.
"Siap!" serunya ceria dengan mata berbinar. "Panggil aku kapan saja!" pasien itu tanpa sadar memberi gestur menghormat dengan tegap sebelum kemudian buru-buru menggantinya dengan acungan jempol, lalu terpincang-pincang meninggalkan tempat itu.
"Dasar!" keluh Tilia sambil kembali ke mejanya sendiri. "Sedikit-sedikit mampir, menawarkan ini-itu ... merepotkan saja."
"Apakah pasien tadi selalu begitu?" tanya rekannya di seberang meja.
"Tuan Bebek? Selalu! Aku bahkan tidak bisa mengambil sampel darah dan melakukan pengecekan rutin pagi tanpa direcoki tawaran untuk mengambilkan kursi, menyediakan meja tambahan, atau mengambilkan peralatan yang ketinggalan ... Lukanya pernah terbuka lagi karena dia ngotot 'menolong' menggeserkan ranjang," omel Tilia, menggunakan sepasang jari telunjuk dan jari tengah untuk membuat tanda kutip di kata MENOLONG.
"Tak usah sewot begitu, Tilia," tegur Dokter Auer yang baru saja tiba. "Ducky tidak bermaksud buruk, dia hanya berusaha membantu dengan caranya sendiri."
"Kalau dia memang benar-benar berniat membantu, seharusnya dia memastikan fisiknya cukup layak untuk melakukan itu," tukas Tilia tajam. "Nih, laporan yang Anda inginkan, Dokter."
Dokter Auer menerima kertas-kertas catatan di papan berklip yang baru saja ditamparkan dengan suara cukup kencang ke tangannya oleh Tilia. Menyadari asistennya sedang tak senang, lelaki menjelang usia paruh baya itu hanya memeriksa lembaran yang ada sepintas, sebelum pergi setelah mengucapkan terimakasih.
Di ujung lain lorong, tak jauh dari ruang perawat Dokter Auer menghentikan langkah sejenak untuk melirik pada seseorang yang sedang berjongkok.
"Kau dengar itu, Ducky?"
"... Ya, aku dengar, Dok." Suaranya lesu. "Kukira selama ini sudah membantu Suster Tilia walau sedikit, ternyata malah membuatnya susah."
"Sudah kukatakan sejak awal, bukan? Fokus pada kepulihanmu dulu. Kalau tubuh sudah sehat dan cukup kuat, maka kau bisa melakukan banyak hal untuk membayar SEMUA ongkos pengobatan yang sudah kami lakukan padamu," ucap Dokter Auer sambil membetulkan letak kacamatanya sendiri.
Pasiennya beringsut mundur. "Tolong jangan perbudak saya, Dok!"
"Sungguh aneh ... Padahal kamu tadi dengan senang hati mengiyakan perkataan Tilia, yang diucapkan sama saja denganku, bukan?"
"Tentu saja beda!"
Dokter Auer baru akan membalas tetapi seseorang berdehem, tak hanya membuatnya urung tetapi juga membuat dokter itu dan pasiennya menoleh pada pemilik suara.
Di hadapan mereka berdiri Suster Tilia. Senyumnya lebar tetapi mata cokelatnya berkilau dingin. Tangan dilipat dengan jari lentik mengetuk-ngetuk lengan, tak senang.
Sebelum salah satu dari dua lelaki itu sempat menyampaikan alasan, jari lentiknya teracung berbahaya ke hidung si Pasien.
Ducky menelan ludah.
Begitu jari yang sama diarahkan ke area kamar pasien, lelaki itu buru-buru menghormat dengan sigap walau tanpa suara. Lalu terpincang-pincang berjalan secepat yang dia mampu ke kamarnya.
Jari lentik Tilia kini menunjuk pada Dokter Auer, lalu diarahkan ke ruangan dokter.
Lelaki menjelang usia paruh baya itu buru-buru mengangguk beberapa kali, sebelum melangkah ke ruangannya sendiri.
Setelah yakin kedua orang itu benar-benar sudah pergi, barulah Tilia kembali ke mejanya.
Tema DWC Hari Ini, adalah:
Buatlah tokoh cerita kalian sedang pdkt dengan crushnya sesuai dengan love language kalian masing-masing
Catatan Penulis
Halo, semuanya! >w<)/
Apakah udah selesai nyoblos hari ini? Lumayan berburu promo jajanan.
Sekalian berburu diskon cokelat mumpung sedang musim juga. Sebagai penggemar cokelat, setiap tahun saya selalu menunggu-nunggu saat ini, di mana cukup banyak cokelat favorit bisa dibeli dengan harga miring. Pernah juga keluar cokelat edisi khusus yang ukurannya di luar standar--yang kemudian harganya didiskon setelah lewat beberapa bulan dari hari seperti hari ini. Lumayan.
Untuk tema hari ini, kita melihat usaha Ducky PDKT pada Suster Canci pujaannya.
Saya malas ikut tes-tesan lagi, jadi saya ambil hasil tes 2 DWC yang lalu. Seharusnya nggak berubah, karena saya lumayan pragmatis daripada romantis.
Ducky yang kurang pandai berkata-kata dan sama sekali tak mengenal romantis-romantisan, untungnya cocok dengan tipe love language: Act of Service, walau dia gagal total karena malah bikin repot Suscan.
Kapan dia ketemu Suscan padahal Ducky kan sedang dalam misi?
Haish, DIYAM!
Apabila author berkata flashback, maka cerita akan masuk ke bab masa lalu.
Ada keinginan untuk menambahkan sedikit tentang kondisi Ducky di tempat misi, tetapi saya beneran kehabisan ide. Kering. Tersedot tema cicintaan ini.
Eniwei.
Berikut saya sertakan screenshot penjelasan mengenai love language: Act of Service, barangkali ada yang ingin membaca.
Juga sketsa lama Suster Tilia dan Bebek (versi pasien) untuk yang belum sempat mampir ke cerita asli mereka di KABUR. Kalau disandingkan seperti ini, Bebek bener-bener kelihatan culun ^^;;;
Sekian. Semoga karya kali ini juga bisa dinikmati.
Surabaya, 14 Februari 2024,
Prakash.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top