05 - Wind Turbine

Sebuah ATV. Tak terlalu baru, tetapi semua fungsi dan mesinnya terawat dengan baik. Bahkan dilengkapi dengan dua tangki bahan bakar cadangan. Biro perjalanan yang dipilih oleh kliennya memang yang terbaik.

Berkat ikut paket perjalanan kolektif—walau banyak diganggu oleh bocah-bocah dan orang tua mereka, Ducky mendapat cukup istirahat sebelum memulai perjalanan seorang diri. Lebih-lebih dia berhasil menemukan senapan shotgun di pasar barang bekas ketika bermaksud menambah perbekalan. Pelurunya hanya 10, tetapi cukup untuk serangan penghabisan untuk lawan besar.

Dia masih curiga karena tawaran dan bayarannya terlalu bagus, tetapi Ducky jadi bersyukur dia mengambil pekerjaan kali ini.

Mengendarai ATV melintas Direland sungguh memberikan perasaan tersendiri. Monster-monster gurun besar bisa dihindari dengan kecepatan, sementara yang kecil-kecil cukup tahu diri untuk menghindar bila tak ingin terlindas. Kendaraan lamanya sudah tak bisa dipulihkan lagi, hingga dia perlu berganti-ganti kendaraan dengan menyewa atau menumpang—tergantung mana yang tersedia, setiap kali mengambil kerjaan baru.

Ya, aku sedang sangat senang. Karena itu walau samar mendengar deru kendaraan lain yang membuntuti, tak melakukan apa-apa. Tulis Ducky di jurnalnya, ketika berkemah malam itu.

Menuju lokasi tujuan Ducky memakan beberapa hari perjalanan—tak lebih dari dua, bila lancar. Bekas bangunan pusat fasilitas yang dulu pernah mendukung beberapa koloni. Walau sudah lama tak difungsikan, pengaruh fasilitas tersebut masih tersisa. Salah satunya sirine yang berbunyi tanpa pengaturan waktu yang jelas.

Konon pihak pengurus koloni sudah mencoba memutuskan kabel dan pipa penghubung dengan fasilitas tersebut, akan tetapi sirine masih juga berbunyi. Terlalu banyak pipa-pipa dan kabel di sekeliling koloni, beberapa di antaranya turut membantu menjalankan sistem pengairan, mereka tak berani ambil resiko.

Menjelang malam, Ducky menghentikan kendaraan. Terlalu berbahaya meneruskan perjalanan dalam kegelapan gurun. Dia memutuskan untuk berkemah di dekat cerukan panjang. Salah satu ujungnya berbelok, tertutup tebing. Sementara ujung yang lain tak terlihat akhirnya di mana.

Menurut peta yang diberikan oleh Klien Sangat-Sus itu, cerukan ini dulunya adalah sungai.

Dia melihat beberapa sisa pipa-pipa dari baja dan beton menganga di salah satu tepiannya. Sementara di sisi lain terdapat sisa apa yang sepertinya jembatan beton. Di dekatnya ada menara dengan konstruksi dari baja–ada sisa rontokan dinding beton tipis di kakinya. Derit lirih yang kadang terdengar saat ada angin bertiup, memberi tahu posisi kincir di puncaknya.

Di masa jayanya kincir itu mungkin menghasilkan daya yang cukup untuk mengoperasikan sesuatu di mulut jembatan. Namun perhatian Ducky lebih terpusat pada pipa-pipa di tepian ceruk. Salah satu dari pipa beton itu cukup lebar untuk menjadi dinding dan atap.

Jangan lupa untuk selalu mensterilkan permukaan pipa raksasa bila akan duduk atau meletakkan barang di sana. Kita tak tahu kotoran macam apa saja yang pernah melintas.

Konon pipa-pipa raksasa biasanya berfungsi sebagai saluran pembuangan kota-kota di sekitar sungai. Walau katanya sistem pengolahan limbah sudah sangat maju, Ducky tidak bisa mengabaikan bahwa kota yang memiliki pipa raksasa itu sudah terkubur dalam daratan gurun. Selama berapa puluh, mungkin ratus tahun saluran limbah itu terabaikan hingga kering.

Ducky menambah bahan bakar ke api unggun untuk mendidihkan air yang akan jadi sup—makan malamnya. Berkat dinding dan atap pipa, dia tak perlu menutupi nyala dan asap apinya. Hanya perlu menggunakan kain tambahan yang dipasang miring, cukup untuk menutupi pandangan ke mulut pipa tetapi masih memungkinkan baginya untuk mengawasi sekeliling.

Dan agak jauh di sisi yang lebih ke hilir, karena dasar cerukannya menurun di arah sana, dia melihat ada nyala mungil. Ada tiga kemungkinan yang terlintas dalam benaknya, mengenai identitas pemilik nyala api itu.

Rombongan kecil pelintas Direland random yang kebetulan searah denganku, rival yang juga dipekerjakan oleh klien yang sama, atau—ini yang paling tidak mengenakkan—orang yang dipekerjakan oleh lawan klienku.

Ducky menghentikan goresan pensilnya.

Siapa yang bakal dirugikan bila bunyi sirine yang menjengkelkan itu terhenti, dia tak mengerti. Bukankah seharusnya semua pihak malah berterima kasih.

Kecuali ... Dia mulai melanjutkan menulis. Ada hal lain yang lebih besar terkait dengan bangunan fasilitas yang kutuju ini.

Angin malam gurun berembus lebih kencang. Kering dan dingin. Menerobos celah mulut pipa yang tak tertutup kain. Lidah api bergoyang membuat bayangan menari.

Derit logam yang saling bergesek terdengar makin kencang. Akhirnya menarik perhatian Ducky pada kincir yang bertengger di puncak menara baja, baling-balingnya berputar bersamaan dengan derit yang teratur. Ada rasa nostalgia yang ditimbulkan oleh ritme lambatnya. Mengingatkan akan derit yang sama dengan wahana permainan yang pernah dinaiki Ducky.

Kalau tak salah guru kelasku menyebut wahana itu sebagai: Bianglala. Sementara yang lain menyebutnya Ferris Wheel.

Rasa cemas yang sempat naik kembali reda. Dia tak pernah ingin kembali ke koloni asalnya, tetapi kenangan masa kecil yang sesekali timbul cukup menyenangkan untuk diingat. Sungguh berbeda dengan kenangan masa dinasnya, apalagi di akhir masa bertugasnya.

Andai saja mimpi buruk yang selalu ketat mengikuti—seperti rentenir yang gigih menagih hutang, setiap kali aku menemui hal-hal pemicu kenangan serupa kolam pengolahan limbah itu tak ada. Aku bisa lebih tenang mencari uang untuk suatu saat melamar Suster Tilia.

Malu sendiri dengan apa yang baru saja ditulisnya, Ducky buru-buru berusaha menghapus kalimat terakhir itu. Gagal. Hanya menimbulkan goresan buram di atas bekas tulisannya. Penghapus di ujung belakang pensil memang tidak ideal untuk membersihkan kesalahan menulis.

"Yah, asal tidak ada yang membaca jurnal ini, tak masalah, harusnya?"

Keluh Ducky, setengah putus asa. Daripada rasa malunya, dia lebih tak mau merusak buku tulis pemberian Tilia.

Setelah memastikan siapapun yang menyalakan api di hilir itu tak bergerak dari posisinya, Ducky baru merasa lebih tenang untuk tidur. Dia juga sudah meninggalkan perangkap sederhana di sekitar tempatnya berkemah, setidaknya cukup untuk memberi tahu keberadaan penyusup.

Tema hari kelima:

Buatlah cerita yang mengandung tiga kata ini: sungai, bianglala, rentenir. Maksimal 1000 kata.

Catatan Penulis

Halo, semuanya!

Bagaimana cuaca di tempat kalian hari ini? Di sini sedang hujan deras dan petir sejak tadi jdar-jder, setelah cerah--cenderung panas, sampai sore. 

Dari tempat saya menulis sempat melihat ke arah langit di sebelah Barat sana memang awannya tebal dan tinggi, tetapi karena masih terlihat putih, saya kira tidak akan sempat sampai sini. Terlalu jauh. Biasanya juga muatan awan keburu habis sebelum mencapai wilayah tempat tinggal saya--kecuali kalau awannya datang dari arah laut.

Karena itu mendapat tumpahan dari kumulonimbus ini saya lumayan takjub. 

Kembali ke topik mengenai karya.

Tema kali ini mengharuskan peserta menulis kata spesifik (walau tak berurutan) dengan syarat jumlah kata tak lebih dari 1000. Kata yang dipilih cukup random tetapi tidak terlalu nyeleneh, masih bisa disisipkan walau yang terakhir agak maksa--memanfaatkan kebiasaan Bebek yang asal njeplak atau asbun kalau sedang nulis jurnal.

Sedikit khawatir bakal bocor, tembus dari 1000 kata. Untungnya karena Bebek hanya sendirian, tak banyak yang terjadi. Kendaraan penguntitnya juga belum kelihatan akan mulai bergerak duluan. 

Yah, anggap saja hari ini si Bebek masih santuy. Sitirahat, mumpung masih bisa. Begitu juga dengan penulisnya.

Semoga pembaca juga bisa tetap menikmati kesantaian tema hari ini.


Surabaya, 05 Februari 2024,

Prakash.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top