BAB 2 - Dilelang Teman Sompret
"Jodoh gak ada yang tahu.
Siapa tahu ketemu di pelaminan mantan, kan?"
***
KEHEBOHAN MENARIK SELURUH atensi tamu pernikahan Zeze dan Deby. Ega, Isam, Gavin, dan Diam, naik ke pelaminan sambil cosplay lawak. Tanpa tahu malu, mereka datang dengan kostum bikin geleng-geleng. Ada yang cosplay jadi tukang bangunan, pejabat, tukang cukur, sampai si Kabayan.
Ega and the gank, empat pria tampan yang kadang putus urat malu, berhasil memecah suasana. Tak berhenti di sana, mereka juga datang dengan membawa cendera mata, seperti sembako, perkakas rumah tangga, galon isi, beras karungan, dan lainnya. Banyak kamera langsung teracung dan tawa yang makin menular ke mana-mana.
"Ca, kok bisa ya, kita punya sahabat gila kayak mereka?" Vera geleng-geleng dengan muka merah padam. Meski tidak ikut melakukan kegilaan itu, dia malah malu sendiri melihat kelakuan absurd teman-temannya.
"Eh, Iteunggg! Kang Kabayan kangen kamuuu!"
"Eh, si babik!" Vera langsung menutupi mukanya dengan tas begitu Ega, yang cosplay jadi Kabayan, berteriak ke arahnya.
Sontak perhatian para tamu undangan langsung teralih pada Vera dan Caca. Caca jadi tak sempat bersedih meratapi kegalauannya karena terhanyut ke dalam suasana. Kedua wanita itu lalu diseret paksa untuk ikut rombongan, dengan empat pria yang jalan gaya Hanoman.
Acara pernikahan itu makin meriah saja. Ditutup dengan aksi joget rame-rame di panggung hajatan dengan lagu "Inget Ka Mantan" sebagai pengiringnya. Tentu lagu spesial untuk Caca.
Diam-diam, Vera melebarkan senyum begitu melihat Caca bisa tertawa lepas melihat kelakuan gila Ega yang atraksi jadi doger monyet dengan begitu menghayati.
"Perhatian-perhatian!" Ega mengambil mik yang diberikan sang pembawa acara. Dia kembali ke panggung setelah selesai membuat kehebohan. "Para tamu undangan yang saya hormati, saya ingin mengumumkan sebuah berita penting!"
"Ada apa aya naon tah, Aa?" MC menanggapi dengan bercanda.
Sontak para tamu undangan memperhatikan dengan serius.
Ega berdeham dan langsung pasang gaya kalem penuh wibawa. Dia sedikit membetulkan kumis palsunya. "Diberitakan kepada siapa pun pujangga yang tengah mencari belahan jiwa, kami tengah membuka sandiwara untuk putri cantik tercinta kami, Cahaya Januari, yang tengah mencari calon suami—"
"Heh, apa?" sembur Caca tak terima. Namun, Vera dengan segera menahan dan membekap mulutnya.
"Umurnya udah 25 tahun, punya karier matang, lulus jurusan Psikologi Unjani, dan sekarang udah punya usaha sendiri. Tapi kasihan, kisah asmaranya selalu kandas. Ini baru ditinggal nikah. Jadi, siapa tahu Bapak-bapak dan Ibu-ibu ada anak atau sepupu yang masih jomlo, bisa segera didaftarkan kepada saya," sambung Ega ala mas-mas sales.
Emang kawan-kawan Caca itu sengklek semua. Sudah dibikin patah hati karena ditinggal nikah, dirinya malah dijadikan barang lelang di panggung hajatan mantan.
"Ya, Akang yang di pojok dekat pohon kelapa!" panggil Ega begitu melihat ada yang mengangkat tangan.
Pria bertubuh tinggi yang mengenakan setelan batik mega mendung itu lantas berjalan ke panggung dengan penuh percaya diri. Begitu sampai, dia langsung berdiri di depan Caca. Tubuhnya tinggi menjulang untuk Caca yang hanya 160 sentimeter.
Mulut Vera langsung terbuka lebar begitu mengenali wajah pria itu. Namun, dia tak sempat memberi tahu Caca karena terlalu terkejut.
"Boleh kenalan sama Teteh-nya?" tanya pria itu dengan canggung. Ada kepanikan yang berusaha dihilangkan di wajah tampannya.
"Oh, boleh-boleh, silakan, Kang," jawab Ega cengar-cengir tak jelas.
Seketika Ega, Isam, dan teman-teman yang lain mundur untuk memberi jarak. Mereka kompak mengeluarkan ponsel dan mulai merekam. Vera juga melepas kungkungannya pada Caca, dengan senyum yang makin lebar dan wajah semringah.
"Halo, Teh, namanya siapa?" Pria itu mengajak bersalaman.
"Cahaya Januari," jawab Caca dengan muka merah padam. Dia membalas jabat tangan pria tinggi di depannya.
"Oh, salam kenal, Teh Cahaya. Saya Aditya Pratama, panggil saja Adit. Boleh minta nomor WhatsApp?"
"Wohooo!" sorak sahabat-sahabat Caca.
Caca agak risi, tetapi karena tak enak hati menolak, akhirnya dia mengiakan permintaan pria itu.
"Dan ... boleh gak minta waktunya besok?" tanya Adit.
"Buat?" Sebelah alis Caca terangkat.
"Saya mau datang ke rumah bersama kedua orang tua, buat lamar kamu," jawab Adit mantap.
Sorakan seketika meledak, terutama dari sahabat-sahabat Caca.
Oh, paling cuma bercanda, batin Caca yakin. "Boleh, silakanlah." Toh, dia juga tak akan memberi tahu alamat rumahnya kepada pria itu. Sayangnya, Caca lupa kalau dirinya punya sahabat-sahabat berjiwa lamtur.
Caca yakin seratus persen orang ini bercanda, meski candaannya tidak lucu dan cenderung menyakiti hatinya. Namun, dia bawa santai. Anggap saja ini sandiwara untuk meramaikan suasana.
"Ca, kamu gak kenal pria ini?" bisik Vera di tengah kehebohan Ega yang berubah jadi wartawan dadakan, terus menginterogasi Adit.
"Lah, emang pernah ketemu?" Caca balas berbisik.
Vera ingin tertawa terbahak-bahak, tetapi masih bisa ditahan. "Dua hari lalu, di butik, yang outfit-nya couple-an sama kamu." Ucapannya seketika mewujud bak petir tak kasatmata yang langsung menusuk jantung Caca.
"APA?"
***
Sepertinya Caca harus mandi kembang tujuh rupa biar plot hidupnya kembali ke jalur normal. Mana ada orang dilelang di panggung pelaminan mantan terus laku, ujung-ujungnya betulan dilamar sama seorang pria yang kelihatan iseng.
Sampai detik ini, Caca mengira, Adit cuma iseng. Namun, nyatanya hati kecilnya tetap berharap.
+62857 ....
Halo, Cahaya. Ini Aditya, yang tadi di panggung.
Caca memandangi satu balon chat dari nomor baru dengan foto profil muka yang dikenalinya. Adit. Padahal dia tak memberikan kontak atau informasi apa pun pada pria itu setelah dialog singkat mereka di panggung.
Sudah jelas, ini ulah Ega and the gank, terutama Vera yang begitu bersemangat setelah tahu siapa Adit.
Pesan itu sampai 24 jam lalu, baru dibuka Caca satu jam lalu, dan cuma ditatap tanpa ada niatan untuk dibalas. Ini pukul 13.00, jadi seharusnya kalau Adit betulan akan memenuhi celetukannya, sudah ada kabar terbaru, atau bahkan pria itu berkunjung langsung bersama kedua orang tuanya.
Nyatanya pria itu berbohong.
Kepala dan dada Caca mau meledak rasanya gara-gara tak kuasa menahan emosi. Untung dia gamers sehingga pelampiasan patah hatinya adalah gim, bukan tempat baru.
Caca menatap layar komputer, beralih pada beberapa komentar yang meramaikan lapaknya. Ya, berawal dari hobi main gim, sekarang dia malah jadi streamer ala-ala yang live semaunya. Bahkan, dia juga membuat akun YouTube khusus gim dan telah mendapat pengikut ribuan.
"Push lane bawah!" titah Caca pada rekannya. Mata bulatnya lantas kembali membaca komentar. "Zeus udah nikah katanya, kamu kapan, Kak?"
Zeus adalah nickname Zeze di gim.
Caca berdecih sebal. "Ya elah, minggu depan tahu-tahu ada berita besar, dah. Aku beneran nikah, patah hati kalian," candanya yang malah diaminkan para penontonnya.
Walau sering dilabeli sebagai wanita jadi-jadian karena tampilan tomboinya, gini-gini Caca banyak pengikut juga di sosmed.
Jauh di dalam wajah bahagianya, aslinya Caca tengah mode sadgirl. Malam ini gebetannya pasti tengah malam pertama bareng wanita lain. Move on? Tidak, dia tidak bisa move on secepat itu.
Lima tahun, lima tahun dia kenal Zeze, dan empat tahun betulan memendam rasa pada pria itu. Selama ini mereka dekat sebagai sahabat. Jadi, Caca sudah biasa semobil bareng Zeze, makan bareng Zeze, kadang ditraktir atau diantar pergi. Dia juga sudah terbiasa melihat sisi manusiawi pria itu, seperti pas lagi sakit perut, pas lagi ngorok dan ngiler, pas lagi nahan berak, lagi mode ngantuk, segala macam.
Cinta hadir karena terbiasa, dan cinta Caca makin kuat karena sudah terbiasa bersama, apalagi Zeze seperti memberinya lampu hijau. Dia suka dengan bagaimana perhatiannya pria itu, dengan cepat tanggapnya ketika Caca butuh bantuan, dan Zeze yang selalu memahami sisi sensitifnya. Caca sudah bucin pada Zeze. Bahkan, sampai diam-diam cetak foto candid mereka yang diberi latar biru sampai ditertawai tukang fotokopi.
"Astaga, ini anak!" Vera muncul sambil melempar tas selempangnya ke kasur dan berkacak pinggang. "Udah berapa hari kamu gak tidur?" todongnya.
"Tadi udah tidur, dua jam," kilah Caca, enggan kena omel Vera.
Vera berdecih. "Bohong kamu! Buruan matiin gim kamu, rehat!"
Kalau Vera sudah dalam mode galak, Caca bisa apa? Namun, dia mengumpulkan keberanian yang tersisa. "Satu gim ini, habis itu aku mandi," mohonnya.
"Kamu belum mandiii?" Suara Vera menggelegar.
Caca nyengir. "Gak mandi pun aku tetep cantik, Ver, hehe. Coba lihat kucing, cuma jilat-jilat badan, udah imut dan menggemas—"
"Nyenyenye," potong Vera. Ia lalu menghela napas dan memijit kening. "Gimana soal calon suami?"
"Calon suami?" Caca mengalihkan pandangan. "Aku masih jomlo gini emang punya calon suami?"
"Tuh, cowok yang beberapa hari lalu couple-an outfit sama kamu di but—"
"Dia punya nama kali," serobot Caca yang gemas mendengar cibiran halus Vera.
"Namanya siapa emang?"
"Aditya Pratama." Caca menjawab cuek.
Vera langsung melompat ke kursinya dan melongok ke dekat telinganya. "Cieee, udah hafal nama calon suami. Dah cocok tuh, tinggal akad, bikin KK, bangun rumah, lahirin dua anak, sekolahin—"
"Mabok seblak lu, ya?" Nada bicara Caca santai, tetapi itu berhasil membuat tawa Vera meledak. Perkara mengganggu Caca memang tidak susah, apalagi saat wanita itu badmood seperti sekarang.
"Aku punya info soal Adit." Tiba-tiba nada bicara Vera berubah serius.
Meski sudah kembali ke dalam permainan, Caca tetap menguping. Namun, sekarang dia sudah mematikan live streaming. "Hmm?"
"Ternyata dia mantan si Deby. Mereka pacaran lima tahun, tapi akhirnya Deby milih nikah sama Zeze," lanjut Vera. "Si Zeze yang bilang sendiri ke aku tadi di grup WA."
"Masa?" Caca menoleh sebentar.
"Makanya cek hape!" sembur Vera. "Kamu hilang lebih dari 24 jam kirain udah tewas, makanya aku langsung ke sini."
"Mulutmu, Per, sadis," cibir Caca. "Terus?"
"Dia seorang pelaut, kemarin aja habis berlayar dari luar negeri dua tahunan lebih. Dan karena itu pula, dia berakhir ditinggal nikah sama Deby."
"Si bangke Zeze pelakor beneran, dong?" simpul Caca. "Terus, aku sama Zeze ini tukar jodoh apa gimana?"
"Bener!" Vera tertawa terbahak-bahak sampai kena sembur Caca. Dia berdeham, kembali serius. "Deby-nya juga sih, gak bisa LDR ngakunya."
Caca angguk-angguk. "Sohib aku ternyata intel hebat," sanjungnya bersamaan dengan selesainya permainan. Di layar komputernya tertulis 'Victory!' yang membuat wajahnya berseri bahagia. Apalagi ada tulisan keterangan 'Selamat atas win streak Anda yang ke-20' di layar selanjutnya. "Ngaku, Ver, kamu kan yang kasih nomor WA aku ke dia?"
"Ega," ralat Vera. "Pokoknya sekarang aku sama Ega, Isam, Gavin, sama Diam lagi kerja sama urusan negara. Kami membentuk PPCA." Dengan bangga dia menepuk-nepuk dadanya.
Tingkah kawannya memang kalau tidak ajaib, ya bikin malu. Kalau sudah begitu, Caca cuma bisa mengikuti arus seperti sehelai daun di selokan.
"PPCA?"
"Panitia Pernikahan Adit dan Caca." Vera kembali ke kasur, merebah nyaman di sana, lalu mengeluarkan ponsel; memilah-milah foto dan video pelelangan Caca di panggung.
"Alay," Caca melepas headphone pink-nya, "nikah aja belum tentu. Ini sekarang aja lamaran gak jelas jadi apa kagak." Dia lalu berdiri, melakukan peregangan.
"Emang dia gak jadi dateng?" Vera meletakkan ponselnya, fokus pada sang sahabat.
"Chat aja kagak," jawab Caca. Dia lalu ambil handuk dan mengutip sebatang kentang goreng dari piring. "Emang sebercanda itu hidup aku, dan emang paling tepat gak usah berharap sama manusia, apalagi sama yang mustahil."
"Betul, betul." Vera bingung harus jawab apa.
"Termasuk ngarep aku bisa happy ending sama si berengsek Ze. Bego banget si Cahaya Januari, tuh! Udah bucin, ada otak gak dipake lagi. Naksir sahabat sendiri emang cari mati!" Caca ngomel sendiri sambil berlalu ke kamar mandi.
Vera meringis. "Eh, buruan mandinya, ya! Kita harus OTW segera ke kafe Ega. Jam empat sore nanti dia peresmian kafenya!"
"Nghokey!" Caca teriak dari kamar mandi.
***
Yuk bisa yuk, 50 komen buat unlock bab berikutnya.☺️
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top