2
Alea Bratadireja dan asistennya berlari kecil menuju lift yang masih terbuka. Beruntung ada seorang pria yang menahan pintu sehingga mereka bisa masuk. Ia memberikan senyum terbaikn sebagai ucapan terima kasih, namun matanya sedikit mendelik saat sang pria hanya membalas senyuman itu dengan biasa saja. Seolah tidak peduli dengan sosoknya.
Melalui sudut mata, bisa terlihat bahwa pria itu adalah dokter disini. Tertera Dr. Akandra B. Aditya di name tagnya. Sekilas, ia penasaran dengan nama itu. Jelas bukan sesuatu yang sering terdengar. Baginya pria disampingnya bukan sosok yang dingin, hanya saja terlihat tengah menjaga image. Alea bertanya dalam hati, apa pria itu tidak tahu siapa dia?
Beruntung dilantai tiga ada seorang dokter yang cukup tampan ikut masuk. Pria dengan name tag Dokter Antonius Wirawan itu memberikan senyum terbaiknya yang segera dibalas Alea. Sayang, melalui sudut matanya terlihat Dokter Akandra bergeming. Pria itu memilih memandang angka-angka yang terus bergerak. Dia kira aku angin? Terasa tapi tak nyata?
Merasa tidak dilirik, ego Alea tergelitik. Ia menggerakkan sedikit bahu. Tepat saat lift berhenti di lantai Sembilan. Kedua pria tadi keluar dari dalam lift. Dokter Anton sekali lagi memberikan senyuman, tapi Dokter Akandra?
"Menurut lo keren yang mana?" Tanya Alea pada asistennya.
"Yang duluan masuk lift." Jawab Ratri jujur.
"Gue suka yang kedua, kesannya lebih ramah. Yang pertama mukanya tuh kayak ngomong gini, Eh gue dokter senior disini." Ucap Alea sambil tertawa sinis.
"Biar begitu, yang pertama jauh lebih keren. Wajahnya nunjukin kalau dia beneran dokter berkelas. Dan gue yakin kalau dia cowok baik-baik. Yang kedua kelihatan tengilnya. Jadi pacar okelah, tapi jadi suami? Big no!" Sang asisten tak mau kalah. Membuat sebelah alis Alea sedikit terangkat.
Percakapan terhenti saat pintu lift terbuka, mereka sudah sampai di lantai lima belas. Beberapa kru bergegas menyambut. Ia segera masuk ruang make up sambil membaca skrip yang sudah diberikan.
Sebagai artis papan atas, Alea sangat professional. Kerja kerasnya membuahkan banyak hasil. Terutama piala penghargaan atas kemampuan aktingnya. Selain itu juga ia didaulat menjadi brand ambassador beberapa produk kecantikan. Karena memang dikaruniai wajah cantik nan mulus sejak lahir. Tak heran manajernya memasang tarif tinggi setiap kali ada tawaran masuk.
Baginya bermain film dan melakukan kegiatan lain hanya sekedar rutinitas yang menyenangkan. Uang bukanlah tujuan utamanya. Alea tidak pernah kekurangan sejak lahir. Siapa yang tidak kenal ayahnya? Alexander Bratadiredja, pemilik beberapa perusahaan retail terbesar di Indonesia. Sekaligus bisnis perkebunan sawit yang terbentang di pulau Sumatera dan Kalimantan.
Seharusnya Alea bisa duduk santai dipagi hari dan tidur nyenyak dimalam hari. Tapi ia adalah seorang pekerja keras sejak kecil. Selain itu, suka menjadi pusat perhatian, dipuji dan juga dikejar-kejar media dan fans. Ia sangat menikmati hidup menjadi seorang bintang. Tidak mudah bertahan dalam dunia entertainment. Sedikit saja terpelesat, maka selamanya namamu akan rusak. Dan sulit untuk meraih posisi semula.
Karena itu seorang Alea Bratadireja akan berusaha mati-matian menghalau segala hal yang menghadang kariernya. Ia pintar, sehingga bisa lulus kuliah dengan angka memuaskan. Tidak pernah menjalin hubungan dengan banyak lelaki. Apa lagi dengan status tidak jelas dan penghasilan biasa saja. Semua yang berada di dekat Alea adalah kelas VIP.
Cukup lama menunggu sampai seseorang memanggilnya untuk segera syuting. Mengenakan seragam khusus pasien, perempuan cantik itu melangkah menuju sebuah ruangan dimana lampu sangat terang dan sang sutradara sudah duduk dikursi kebesarannya. Seseorang yang bisa dengan mudah memerintah Alea. Wajahnya sudah dirias sempurna sesuai dengan perannya sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga.
Cukup lama bergelut dengan peran barunya, beberapa kali harus mengulang dialog. Sampai akhirnya sang sutradara berteriak,
"Cut!"
Semua tiba-tiba berhenti. Adegan tersebut sudah selesai. Alea hanya tersenyum dan memilih meninggalkan ruangan. Ia harus menghapus make up sebelum keluar dar rumah sakit ini. Karena sudah ada janji bersama teman disebuah cafe.
***
Pulang malam bukan hal baru bagi Alea. Namun melewati daerah kumuh seperti ini hampir tak pernah dilakukannya dalam beberapa tahun terakhir. Akibat banjir, sehingga mobil harus memutar cukup jauh. Meski merasa aman karena berada didalam kendaraan, ia tetap memiliki rasa was-was. Apalagi teringat kisah masa lalu, dimana kaca mobilnya hampir pecah karena dilempari batu oleh orang tak dikenal ditempat sepi.
Hujan diluar begitu deras. Benar saja tak lama mobilnya harus berhenti. Beberapa orang tiba-tiba muncul dengan payung, menghalangi laju kendaraan yang ditumpanginya. Perempuan cantik itu melihat ke arah depan, ternyata ada sebuah motor seperti pengangkut sampah hendak keluar dari jalanan disebelah kiri mereka.
Ada motor lain mengikuti dari belakang. Beruntung akhirnya orang-orang tersebut membiarkan kendaraannya lewat. Saat mobil mereka berhasil melewati motor pengangkut sampah tersebut, supirnya berkata.
"Kayaknya orang sakit lho, mbak."
"Yakin pak? Itu dibawa hujan-hujan begini nggak pakai ambulance? Gila apa?"
"Iya, itu ada yang pegangin infus."
"Memangnya nggak ada taksi online apa? Berapa sih tarifnya. Jangan sampai mengorbankan pasien begitu dong. Kan kasihan" Protesnya kesal. Sang supir memilih untuk tidak menanggapi.
"Jangan cepat-cepat pak, penasaran itu memang orang sakit atau apa. Ikutin aja!" perintahnya.
Laju mobil melambat. Supirnya membiarkan kendaraan dibelakang mereka mendahului. Tak jauh dari sana kedua kendaraan itu memasuki sebuah rumah sakit kecil. Buru-buru pria yang naik motor turun dan membuka helmnya. Alea terkejut, itu jelas dokter yang bernama Akandra. Pria yang tadi siang baru saja ribut dengannya diparkiran halaman rumah sakit.
Dokter itu bergegas memasuki ruang IGD bersamaan dengan beberapa perawat datang membawa tempat tidur dorong. Benar motor pengangkut sampah itu membawa pasien.
"Itu dokter sudah gila ya, bawa pasien hujan-hujan pakai motor sampah. Apa dia semiskin itu sampai nggak punya mobil?"
Kembali tidak ada yang menjawab. Sampai akhirnya Alea lelah sendiri dan berkata.
"Pak, kita pulang."
***
Sore itu mobil Alea memasuki garasi. Ia tahu ada mobil lain yang juga masuk ke dalam halaman rumah.
"Alea sayang apa kabar kamu?"
Seorang perempuan paruh baya yang sangat cantik sudah turun dan menghampirinya.
"Hai, tan? Udah lama nggak kesini. Sibuk ya." Balas ALea sambil menyodorkan kedua belah pipinya. Perempuan yang ada dihadapannya adalah Rianti, sahabat ibunya sejak muda. Seseorang yang juga menganggapnya sebagai putri kesayangan karena tidak dikaruniai anak perempuan.
"Iya, nemenin ommu yang sibuk ikut acara ke luar negeri. Tahu sendirilah kalau semua bisnis mau dipegang. Takut nanti malah sakit, jadinya tante dampingi terus. Kamu gimana sekarang?"
"Ciee- romantis sampai tua ya, tan. Aku baik, dan masih syuting. Oh ya aku dengar om beli saham rumah sakit ya."
"Iya, kan tante sering protes. Tante itu dokter, tapi nggak pernah diijinkan praktek. Kepengen banget kayak dokter lain bisa punya pasien, tapi tetap dilarang. Akhirnya malah dibeliin saham rumah sakit sebagai hadiah ulang tahun."
Alea hanya tertawa. Om Ilham memang sangat sayang pada Tante Rianti. Apa saja pasti diberi agar istrinya tersenyum.
"Ya sudah aku keatas dulu ya tante. Itu mami sudah datang." pamit Alea ketika melihat ibunya sudah memasuki ruang tengah.
"Ok deh, sukses terus ya sayang."
Alea hanya mengangguk dan berlalu. Membiarkan kedua sahabat itu menghabiskan waktu bersama.
***
Happy reading
Maaf untum typo
151220
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top