13
Alea meraih jemari Akandra kemudian mengecup punggung tangan itu sepenuh hati. Yang dikatakan kekasihnya benar, ia takkan sanggup menentang mereka. Tapi saat ini hatinya sudah terpaut pada pria yang tengah memeluknya. Pada kesederhaan, kejujuran, dan cinta tanpa batas yang tidak pernah didapat dari laki-laki lain. Mampukah ia menemukan cinta yang lain kelak?
Dunia Alea selama ini bagaikan menatap sebuah film dilayar lebar. Semua terlihat indah, namun penuh intrik didalamnya. Bahkan kadang ia tidak tahu siapa lawan atau kawan. Semua terlihat manis didepan bagai seekor burung merpati. Beberapa kali ia terjatuh dalam lubang cinta yang semu. Semua berakhir gagal.
Akandra menawarkan sesuatu yang berbeda. Ia memang bukan pria romantis. Juga tidak pernah mengiming-imingi dengan sesuatu yang tak terjangkaunya. Hubungan mereka berjalan natural, tidak ada yang memaksa atau merasa dipaksa. Pemikiran kekasihnya yang logis dan realistis membuat menjadikan mereka seperti teman dan sahabat. Sikap apa adanya itu sanggup menenangkan seluruh harinya.
Kini mereka berbaring di sofa ruang tamu, Tangan kekar milik Akandra memeluknya erat. Tidak ada yang mereka bicarakan lagi. Saat wajah pria itu terjatuh dibahunya. Beruntung sofa ini cukup besar, sehingga ia bisa sedikit bergeser kemudian merubah posisi tidurnya.
Matanya terpejam sempurna, dengan alis yang sangat tebal. Ada sideburn membiru terlihat dikedua rahangnya. Kenapa ia sangat mencintai pria ini? Jelas Akandra tidak akan bisa lolos dari penilaian eyang apalagi papi. Sanggupkah ia menyampaikan itu kelak?
Entah kenapa ia ingin menangis, berapa lama lagi mereka bisa seperti ini? Apakah Akandra bisa menerima keputusan keluarganya kelak? Seorang Alea tidak punya jawaban apapun. Inti dari permasalahan kelak bukan terletak dibahu pria itu, tetapi pada keputusannya.
***
Pagi hari, Alea bangun terlebih dahulu. Tidur Akandra sangat pulas. Tidak tega membangunkan, perempuan itu memilih bangkit menuju kamar untuk mencuci muka. Rumah terasa sangat sepi, hanya ada mereka berdua. Pak Salim belum datang. memasuki kamar pria itu ia tertegun sejenak. Semua tampak sangat rapi dan bersih, meski cukup banyak barang didalamnya. Selain sebuah lemari besar, beberapa ransel yang tampaknya berisi, juga beberapa kotak kotak besar yang bersusun. Tempat tidurnya sendiri berukuran queen size.
Perlahan jemarinya membuka kedua sisi jendela, halaman samping dan depan segera tampak jelas. Suasana jihau diluar sana membangkitkan moodnya pagi ini. Aroma khas pria masih memenuhi ruangan, ia tersenyum saat melihat fotonya dengan bingkai perak ada diatas nakas. Akandra sendiri yang memotret dan mencetaknya. Saat mereka tengah berdua di rumah ini. Bergegas ia memasuki kamar mandi untuk melakukan rutinitas dipagi hari. Selesai semua, ditatapnya cermin. Ada sebuah wajah yang terlihat merona tanpa make up disana. Ini pertama kali Alea tidur dalam pelukan kekasihnya tanpa melakukan apapun.
Meski selama ini ia juga memiliki batasan pada mantan kekasihnya, tapi Akandra memang berbeda. Tak sekalipun ada sentuhan dibagian sensitifnya, atau dengan sengaja tangan kekar pria itu menyentuh bagian terlarang. Ia benar-benar merasa dijaga. Seperti ini rasanya berpacaran dengan pria dewasa.
Keluar dari kamar, ada aroma kopi menguar dari atas meja. Sedikit malu sebenarnya, langkah jenjang itu mendekat.
"Selamat pagi pacar cantikku." Sapa Akandra
"Pagi juga. kamu malah sudah buat kopi? Perasaan aku ke kamar mandi tadi kamu belum bangun? Cepat amat?"
"Tadi sebenarnya aku sudah bangun, tapi pura-pura tidur aja biar bisa peluk kamu lebih lama. Lumayanlah obat kangen setelah lama nggak ketemu."
Jawaban itu segera membuat wajah sang gadis memerah.
"Mau roti atau nasi?"
"Roti saja, aku jarang sarapan berat."
"Aku malah terbiasa sarapan nasi. Karena aktifitas yang padat sepanjang hari. Jadi laparnya lebih lama karena butuh energy extra buat mengunjungi tiga rumah sakit."
Akandra lalu pamit sebentar ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Baru kemudian keduanya duduk berhadapan, kali ini Alea yang melayani.
"Kamu cepat banget sih mandinya?" tatap gadis itu heran, apalagi melihat rambut kekasihnya sudah basah karena keramas.
"Ngapain laki-laki lama di kamar mandi, kecuali untuk yang satu itu? Siram badan, pakai sabun, bilas, sikat gigi nggak sampai lima menit."
"Coba dok diperjelas, kalimat kecuali yang satu itu maksudnya apa?" pancing Alea.
Sadar akan kesalahannya. Dokter itu segera tertawa dan mengacak rambut sang gadis.
"Kamu nakal ya."
"Lho kan aku pasien yang butuh penjelasan." Balas Alea sambil tertawa dengan wajah polosnya.
"Kalau dijelasin nggak enak, mending langsung dipraktekkan saja. Habis dari sini nanti kamu kemana?"
"Ada pemotretan untuk sebuah butik yang akan buka. Kebetulan milik temanku. Setelah itu fitting, karena sudah pesan beberapa gaun. Malamnya menghadiri pesta pernikahan seorang teman. Kamu?"
"Ini sabtu, dari pagi sampai siang nggak kemana-mana. Rencana mau mangkas pohon mangga dibelakang, sudah terlalu rimbun. Sekalian potong rumput, nanti biar Pak Salim tinggal nyapu. Sorenya ke klinik seperti biasa. Tapi besok aku akan ke sebuah sekolah di Banten. Kami akan mengkampanyekan Go green dan gaya hidup sehat bareng sebuah produk.."
"Kamu rajin banget ya urus rumah. Apa nggak capek setelah itu harus praktek lagi."
"Habis belum ada kamu yang harus aku urus, jadi mending ngurus yang lain dulu."
Alea segera memutar kedua bola matanya,
"Aku nggak kuat kalau ngobrol lama-lama sama kamu. Bawaannya ketawa melulu.
"Apa aku selucu itu?"
"Kamu suka becanda, dan beda banget saat sedang di rumah sakit. Tapi aku suka." Balas gadis itu sambil menepuk punggung tangan kekasihnya.
***
Alea menatap kekasihnya yang sedang berkemas. Baru tadi sore ia dikabari bahwa Akandra akan berangkat ke Palu. Meski tahu bahwa ada gempa yang mengguncang daerah itu.
"Jadi berangkat nanti malam?"
"Jadi, ini tidak bisa ditunda lagi. Mereka sangat membutuhkan aku."
"Tapi keadaan disana lagi nggak bagus lho, Ndra, kamu nggak lihat diTV? Hampir seluruh infrastruktur hancur. Kamu mau nginap dimana? Makannya bagaimana?"
Akandra tersenyum menatapnya kemudian menghentikan kegiatan sejenak.
"Kalau mereka baik-baik saja, aku nggak perlu kesana. Gempa kuat itu datang tanpa bisa kita prediksi. Pasti banyak yang terluka dan penyakit lainnya akan cepat menyebar dengan cepat. Dan harus ada yang mengobati, mereka butuh dokter. Kamu tidak perlu terlalu khawatir tentang aku. Disana ada banyak teman relawan juga. Dan kami akan tetap makan tiga kali sehari."
Alea gelisah, ini pertama kali harus melepas pria tersebut pergi ke daerah bencana. Meski tahu kalau Akandra bergabung dengan sebuah komunitas yang concern dibidang tersebut, banyak bayangan buruk yang melintas di kepalanya.
"Tapi janji ya, kamu akan kabari aku terus."
"Selama ada signal aku akan kabari kamu. Tapi kita kan belum tahu bagaimana keadaan sebenarnya disana. Menurut info dari BNPB ada beberapa jembatan dan jalan yang putus. Otomatis kami harus memutar cukup jauh untuk mencapai lokasi, bisa saja mereka terisolir. Tapi percayalah tim akan sangat solid. Kami juga tidak bekerja sendirian, ada pihak angkatan darat, BNPB, dan masyarakat."
"Kalau nanti kamu kenapa-kenapa?"
"Kamu sekhawatir itu?" balas Akandra sambil tersenyum kemudian meraih jemari Alea.
"Ya jelas!"
"Hidup dan mati seseorang ada ditangan Tuhan. Aku disinipun kalau Tuhan bilang umurku hanya sampai sekarang, aku akan mati juga. Yang penting selama aku hidup, aku sudah melakukan tugasku. Percaya deh, aku akan kembali buat kamu."
"Kalau nanti kamu sakit?"
"Bukan cuma aku dokter disana, Alea sayang kekasih cantikku. Ada banyak dokter lain. Aku cuma ke daerah bencana bukan mau ke medan perang." Balas Akandra sambil tertawa. Tidak peduli pada wajah Alea yang cemberut.
Gadis itu menarik nafas dalam, rasanya berat sekali melepaskan kekasihnya kali ini. Kenapa juga harus ada gempa di Palu? Nama daerah tersebut memang kerap didengarnya. Namun melihat persiapan yang terus dilakukan kekasihnya, mau tidak mau ia harus mengalah. Tidak mungkin pria dihadapannya bersedia mundur hanya karena permintaanya yang tidak masuk akal.
Diperhatikannya tubuh tinggi itu menyiapkan peralatan yang harus dibawa. Mencontreng apa yang sudah dimasukkan. Kemudian bergegas mencari benda lain yang belum ada. Membongkar kotak-kotak yang ada di kamar. Sementara seorang Alea hanya bisa diam karena tidak tahu harus melakukan apa.
***
Hari-hari pertama tanpa dokter pujaan hatinya terasa sangat sepi. Meski syuting serta beberapa kegiatan lain berjalan sebagaimana mestinya. Kadang Akandra memang menghubungi, tapi jelas tidak bisa seintens saat disini. Karena sang dokter tidak bisa memegang ponsel terus. Katanya banyak pasien yang terluka karena terkena reruntuhan. Seandainya tempat itu dekat, ia pasti bisa mengirimkan sesuatu untuk dimakan.
Kadang saat ingin berbincang dimalam hari, kekasihnya itu justru hanya mengirimkan beberapa foto. Sebagai pernyataan balasan bahwa tengah ada dalam kegiatan lain. Siapa yang tidak kesal coba. Sementara ia hanya ingin tahu bagaimana kabar disana. Apakah sehat atau tidak. Benar-benar menyebalkan.
Happy reading
Maaf untuk typo
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top