BAB 1
"Haikal!!"
Suara teriakan Bima menggema di seluruh penjuru rumah. Gurat-gurat amarah terlihat jelas di keningnya. Cowok jangkung dengan kemeja putih dan celana hitam yang melekat sempurna di tubuhnya itu melangkah lebar menuju kamar sang adik, Haikal. Tangannya menggenggam sebuah surat panggilan dari pihak sekolah. Tanpa segan Bima mendobrak pintu kamar Haikal.
"Muhammad Haikal Pratama!" seru Bima ketika mendapati sosok yang sedang ia cari.
Haikal. Remaja dengan postur tubuh yang hampir sama tingginya dengan Bima namun sayang tubuhnya terlalu kurus terlihat seperti orang yang kekurangan gizi hal itu disebabkan karena sang empu selalu bermain game sampai lupa waktu dan sering melewati jam makan.
"Anjing gue kalah!" umpat Haikal. Mengacak-ngacak rambut lebatnya dengan frustrasi.
Haikal menoleh. Menatap tidak suka kepada orang yang bertanggung jawab atas kekalahannya. Bima. Kakaknya yang paling ia benci.
Haikal berdecak kesal, "Ada apa?!"
Bima mengangkat surat panggilan itu di hadapan Haikal.
Alis Haikal naik. Dalam sekali lihat ia tahu apa itu dan dari mana asalnya tapi, sayang ia sama sekali tidak tertarik. "Oh," Kembali melanjutkan permainan gamenya.
"Gue baru aja denger kalau udah ada 3 surat dari pihak sekolah dateng ke rumah ini dan yang sekarang gue pegang adalah surat panggilan ke 4 dalam satu bulan. Lo ngapain aja di sekolah?!"
"Mabar bareng Egil," ucap Haikal.
Bima mengerutkan keningnya dalam. Mengambil bantal kecil yang tergeletak di lantai lalu melemparnya tepat ke wajah Haikal.
"Gue serius!" kesal Bima.
Haikal berdecak sebal, "Gue juga serius!" ucapnya tak mau kalah.
Bima menghela napas lelah, "Lo gak kasian sama Ayah dan Bunda harus bulak-balik ke sekolah karna kelakuan lo yang suka nyari ribut itu?"
Haikal mengidikkan bahunya tak acuh, "Kalau mereka mau, mereka gak perlu dateng ke sekolah. Lagian bukan gue yang nyuruh mereka dateng ke sekolah!"
Bima memijat keningnya frustrasi. Baru saja kemarin ia kembali ke rumah inginnya ia bersantai selama di rumah, tapi sekarang ia dihadapkan dengan surat panggilan Haikal. Sontak membuatnya marah. Sebenarnya apa yang sudah dilakukan adiknya itu selama ia tidak ada di rumah.
"Gue heran selama ini lo ngapain aja di sekolah? Tinggal belajar aja apa susahnya sih. Hobi banget nyari masalah," ujar Bima melipat kedua tangannya di dada.
"Kalau lo kayak gini terus, mau jadi apa lo nanti?"
Pertanyaan Bima membuat tangan Haikal mengepal. Rahangnya mengeras menahan amarah yang mulai bergejolak. Ia menatap tajam ke arah Bima.
"Lo gak tau apa-apa tentang gue!" bentak Haikal lalu mendorong tubuh Bima keluar dari kamarnya.
"Lo ngapain pulang ke rumah sih? Balik aja ke jepang sana!" ujar Haikal sebelum membanting pintu dengan keras.
"Woy, gue belum selesai ngomong!" teriak Bima menggedor-gedor pintu.
"Ngomong tuh sama tembok!" teriak Haikal. Berjalan ke sofa mengambil ponselnya dan kembali bermain game.
"Lo itu kapan berubahnya sih, Haikal?!"
"Nanti kalau kalian semua udah mati!"
Bima menendang pintu dengan keras, "Bocah sialan, buka gak pintunya!" ancamnya.
"Berisik tolol, gue mau main game!"
"Haikal!"
"Gue gak denger!"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top