Bab 7
Dini
Bali. Pulau yang membuatnya merasa manis dan pahit setiap kali menginjakkan kaki. Ada bahagia, sedih, dan juga takut sejak ia keluar dari bandara menuju hotel bersama Galuh yang duduk di sampingnya. Ia bersemangat memulai pekerjaan dan bertemu Ika juga keluarganya. Dini tak sabar bertemu kedua anak sahabatnya. Namun, ada rasa takut bertemu dengan seseorang yang selalu mengetahui setiap kali ia ada di Bali.
Tanpa bisa ditahan, ingatannya kembali memutar setiap kenangannya bersama Bagas di Pulau Dewata setiap kali mengunjungi orang tua pria yang berprofesi sebagai penegak keadilan tersebut. Pria lulusan Universitas Airlangga tersebut bekerja di kantor Kejaksaan tak lama setelah menyelesaikan pendidikan S-2. Sikap lembut yang selama ini diperlihatkan padanya, hanya sekedar kedok. Kenyataan di balik topeng Bagas terdapat sisi buruk yang membuatnya memutuskan pertunangan semenjak pria itu memukulnya.
"Dek, jadwal ketemuannya jam berapa?" tanya Galuh membuat lamunannya buyar. "Jangan mikirin celeng satu itu lagi!" kata Galuh tegas ketika mendapatinya termenung.
Dini menoleh ke arah kakak sepupunya yang tak mengalihkan pandangan dari ponsel di tangannya. "Mas Gal sok tau, yang bilang aku mikirin Bagas siapa?"
"Lah, aku enggak nyebut nama lho, Din," kata Galuh yang terkekeh mendengarnya. "Aku serius, jangan mikir celeng satu itu. banyak hal yang bisa dipikirin. Contohnya ... calon korban berikutnya."
Dini menegakkan punggung dan menatap tajam ke arah pria yang terlihat sibuk dengan ponselnya. "Ya ampun! Kamu juga, Mas!" teriaknya menyadari mamanya sudah menelepon Galuh dan meminta pria itu untuk memengaruhinya. "Kapan Mama telepon kamu, Mas?"
Galuh tidak memberinya jawaban, hanya senyum misterius menyimpan banyak cerita yang ia dapatkan. Membuatnya semakin meradang dan berencana untuk membatalkan pertemuan itu.
"Tolong check in kamarku sekalian, aku pergi dulu, ya, Din," kata Galuh tak memberinya kesempatan ketika mobil berhenti di depan lobi hotel.
"Lah, Mas Gal mau ke mana?" tanyanya curiga. "Pasti mau pacaran dulu!"
Galuh, pria berbadan gempal itu anak dari kakak pertama papanya. Istrinya meninggal saat melahirkan anak pertama mereka beberapa tahun lalu. Sayangnya, anak perempuan Galuh pun meninggal beberapa hari kemudian. Dini tak pernah bisa membayangkan kesedihan yang Galuh rasakan. Dalam jarak beberapa hari, ia melepas dua orang tercinta, dan harus tetap bisa berdiri.
Dua bulan lalu, Galuh berkenalan dengan perempuan pemilik panti asuhan di daerah Sanur. Perempuan berhijab itu berhasil memberi harapan pada pria yang kehilangan senyum sejak kehilangan istri dan anaknya. Ia bersyukur melihatnya, dan berharap yang terbaik bagi kakak sepupu yang tak pernah berhenti menjaganya setiap kali mereka tugas di Bali.
"Mas, boleh ikut," pintanya sebelum keluar dari mobil.
"Emoh, Din. Nek onok awakmu, aku enggak sido pacaran!" tolak Galuh yang tertawa terbahak-bahak melihat wajah cemberutnya. "Istirahat dulu sana! Jam setengah tiga kita ketemu di lobi."
****
Dini menunggu kedatangan Galuh di lobi sambil kembali membalas pesan Ika yang menanti bertemu dengannya setelah semua pekerjaannya selesai. Perempuan yang selalu menggunakan baju kekurangan bahan tersebut tak pernah berhenti memintanya untuk pindah ke Bali, meski tahu itu tak akan berhasil. Ika juga salah satu orang yang tak pernah lelah untuk memberinya semangat.
Mas Galuh:
Di depan, Dek.
Tanpa membalas pesan Galuh, Dini meraih tas, dan menuju mobil tepat di depan pintu lobi. Ia melihat Galuh sudah terlihat segar dengan baju berbeda. Rambutnya pun masih terlihat basah.
"Mandi di mana tadi?" Tanya Dini curiga.
"Di tempat Rima," jawab Galuh sebelum meminta supir membawa mereka ke lokasi pembangunan vila yang selama tiga bulan mereka kerjakan.
"Mas, bukannya Mbak Rima enggak pacar-pacaran, ya? Terus tadi ngapain?" tanyanya penasaran.
Galuh mendorong kepalanya seperti kebiasaan pria itu setiap kali ia menanyakan sesuatu yang terdengar bodoh. "Tadi aku pacaran sama anak-anak panti, dia sibuk masak," jawab Galuh. "Mana mau dia hanya berdua sama aku, Din."
Senyum di bibir Galuh terlihat jelas. Wajah pria yang tak pernah menolak setiap kali ajakan makan datang tersebut terlihat cerah.
"Kamu ... bahagia, Mas?" tanyanya tulus. Ia menanti hari di mana Galuh bisa tersenyum lepas seperti sebelum kehilangan keluarganya. Kehadiran Rima meski keduanya tidak bisa terlalu sering bertemu membuat itu semua menjadi mungkin. "Kalau udah nikah, kamu pindah sini?"
Galuh memasukkan ponsel ke saku kemeja dan memandangnya. "Aku enggak pernah berniat untuk memulai kembali, Din. Tapi Allah membawanya padaku. Apakah aku bahagia, iya, lah! Apa yang enggak membuat kita bahagia? Masih bisa napas aja membahagiakan. Iya, kan?"
Ada rasa iri menelisik ke dalam hatinya melihat senyum lepas Galuh. Sejak kejadian Bagas, Dini tak ingin memulai hubungan dengan siapa pun hingga saat ini. "Jangan biarin Bagas mengganggu pikiranmu. Kamu harus mencari jalan untuk bahagia."
"Yang aku pikirin kan bukan hanya Bagas, Mas," sanggahnya yang tak ingin orang lain mengetahui pria itu menjadi salah satu alasannya untuk tidak membuka hati.
"Mereka?" tebak Galuh. "Itu juga bukan alasan untuk enggak bahagia, Din." Galuh memberinya senyuman penuh penyemangat. "Jangan tutup hatimu, Din. Siapa tahu ketemu jodoh. Siapa yang tahu, kan?"
"Ngomongin jodoh bikin aku inget sama perkenalan yang Mama wajibkan. Selama di Bali, aku enggak pengen mikirin perjodohan."
Tawa Galuh mengisi ruang dengar mereka berdua. Kebahagiaan Galuh saat ini, membuat suasana menjadi lebih ringan. Tidak ada pikiran tentang Bagas ataupun pria yang akan ditemuinya hari Minggu nanti.
"Oke, mari kita selesaikan pertemuan bersama bule Itali yang suka seenak udelnya ganti material." Dini tertawa terbahak-bahak karena selain dia, Galuh yang dibuat bingung karena perubahan material yang klien mereka inginkan.
Dini menikmati pekerjaannya. Meski harus terjun ke lapangan di bawah sinar matahari. Bertemu dengan tukang dan mandor yang selalu membuatnya tertawa dengan guyonannya. Walaupun ia harus bertemu dengan debu yang terkadang membuat kulitnya menghitam. Ia menikmati setiap detik, terlebih lagi ketika bisa melihat wajah puas klien ketika melihat hasil desainnya selama ini.
Salvatore Benilli adalah pria berkebangsaan Itali yang sudah tinggal di Bali selama sepuluh tahun. Vila yang dikerjakan saat ini bukan pekerjaan pertamanya bersama pria yang masih terlihat menarik meski usianya melewati setengah abad. Namun, Dini masih tidak terbiasa dengan kebiasaannya untuk mengubah rencana. Sejak mereka bertemu hingga berpisah di pukul tujuh malam, belum ada titik temu antara keinginan Salvatore dan juga desain yang sudah mereka sepakati.
"Kita bisa ketemu besok, ya!" Permintaan bernada perintah yang tak bisa Dini dan Galuh abaikan tersebut membuat jadwal mereka berubah. Namun, keduanya hanya bisa menjawab iya sebelum berjalan menuju mobil.
"Ya ampun ... jadi orang kaya enak banget kalau mau ganti material, ganti desain. Lha, yang udah dikerjakan gimana itu, Mas?" tanya Dini jengkel ketika keduanya dalam perjalanan kembali ke hotel. Progress vila yang mulai berjalan kembali terhenti, dan itu membuatnya dongkol.
Berbeda dengannya, Galuh hanya terkekeh, dan menjawabnya tenang. "Ini proyek ke berapa sama dia, sih?"
"Ketiga," jawab Dini malas. "Harusnya udah hapal, ya, Mas. Tapi kok aku enggak kapok-kapok." Tawa galuh sedikit mengurangi kedongkolan di hatinya.
"Dek, itu bukannya Bagas?" Matanya terbuka dengan cepat dan mengikuti arah pandang Galuh. Napasnya menjadi pendek dan memburu hanya karena melihat pria yang selalu terlihat rapi dan menarik tersebut.
"Mas," katanya berusaha untuk menenangkan diri. "Aku enggak mau ketemu dia," pintanya. "Mas Galuh yang ngadepin, ya. Males aku." Dini mengalihkan pandangan, ia tak ingin melihat keberadaan pria yang sudah membuat hatinya hancur.
Seperti yang aku bilang kemarin kalau bakalan open PO untuk DH dan DBB. Daaaan ... today is the day, di mana dua cerita yang bertoak belakang itu siap untuk dipesan.
Aku masih update cerita sampai nanti closed PO, kok. Jadi masih ada waktu untuk menikmati perjalanan mereka berdua, sebelum aku unpub nantinya.
Untuk teman-teman yang pengen ikutan PO, bisa hubungi reseller kesayangan, atau wa ke 0821.3928.7354.
Thank you ... selamat membaca guys
List reseller yang bisa dihubungi :
Os Books Partner:
- Kyoona Gallery
WA : 0812.8565.7904
Shopee & Tokopedia : Kyoona Gallery
Luar Negeri
JAWA BARAT
1. Nani ( Bandung dan sekitarnya)
Wa: 089531777330
JABODETABEK
1. Nur Bahiyah
Wa: 081388703993
Shopee : nurbahiyah681
2. Firstin
Wa : 087785429788
SURABAYA
1. Deenee
Wa : 0819-0907-9028
Shopee : dee_soehartoko
2. Bunga
wa : 0895335511316
Shopee : bungafnf
SEMARANG, SALATIGA, AMBARAWA, BAWEN, DEMAK, KUDUS, JEPARA, GROBOGAN DAN SEKITARYA
1. Galuh
Wa : 085641404011
PURWOKERTO, PURBALINGGA, BANJARNEGARA, PEMALANG, CILACAP, TEGAL, BREBES (INDONESIA BAGIAN NGAPAK)
1. Uchie
WA : 089685824273
Shopee : Uchieasihsuciani123
SOLO, SRAGEN, DIY, DAN SEKITARNYA
1. Zulfa eN Haa
WA :083844633723
2. Faith Adhila
WA : 085728502169
KALIMANTAN
1. Dewi Pitalokasari
Wa : 081336028013
SULAWESI, MALUKU, PAPUA
1. Fato'
Wa : 085241234682
Shopee : mamahaidar
SUMATERA UTARA, BATAM, MEDAN, ACEH DAN SEKITARNYA
1. Iza
Wa : wa.me/6281362612980
Line : hikarinoiza94
Telegram : t.me/081362612980
SUMATERA SELATAN, BABEL DSK
1. Rissa
Wa: wa.me/6282372199709
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top