Part 3
Happy Reading semoga suka sama alur ceritanya ya guys 😊🥰
💮💮💮💮💮
"Mas ke-kenapa perutku jadi kecil gini, Bayiku? bagaimana keadaan bayiku, dimana dia sekarang Mas?" Tanya Riska dengan wajah yang memucat dan tatapannya yang terlihat khawatir. Revano dan Reina saling tatap.
"Kamu harus menjelaskan semuanya," ucap Reina, yang kini menatap menantunya yang seakan menunggu penjelasan dari suaminya.
"Katakan Mas, bagaimana keadaan bayi kita?" tanya Riska menuntut jawaban dari Revano.
"Ka-kamu harus kuat Sayang. Anak kita dia sudah beristirahat dengan tenang, Tuhan lebih menyayanginya jadi Tuhan mengambil anak kita lebih dulu," jawab Revano dengan menahan air matanya yang seolah tidak bosan menetes.
"Gak! Mas pasti bohong kan? Mamih Mas Vano bohong kan, anak aku baik-baik aja kan?"
"Kamu harus sabar sayang, kamu harus ikhlas, apa yang Suamimu bilang benar Tuhan lebih sayang dia. Jadi Tuhan mengambilnya lebih dulu," ucap Reina lalu menitikan air matanya saat melihat Riska terdiam dengan tatapan kosongnya, melihat itu Revano langsung memeluk tubuh istrinya dengan erat namun tiba-tiba terdengar jeritan dan tangis yang kencang dari Riska. Dia pun mendorong tubuh Revano dan mulai menjambak rambutnya sambil terus berteriak memanggil anaknya.
Melihat itu Reina panik dan langsung berlari keluar untuk memanggil dokter yang menangani Riska. Sementara Riska terus berteriak seperti kesetanan.
"Ya Tuhan sayang jangan seperti ini, luka kamu kembali berdarah," ucap Revano yang kini terlihat begitu panik.
Namun Riska tidak peduli dengan lukanya. Dia terus berteriak memanggil anaknya. Tidak lama Reina pun datang dengan Dokter yang menangani Reina.
"Suster tolong berikan obat biusnya," ucap Dokter Reyhan. Suster itu pun memberikan suntikan yang sudah diberi obat bius.
Setelah Dokter Reyhan pun menyuntikkan obat bius itu, Keadaan Riska pun mulai melemah dan kembali memejamkan matanya.
"Bagaimana bisa terjadi seperti ini?" tanya Dokter Reyhan.
"Saya tadi memberi tahu Istri saya tentang anak kami Dok. Dan dia tidak terima lalu berteriak histeris seperti tadi," jawab Revano. Dokter Reyhan hanya mengangguk dia pun mengerti pasti perasaan pasiennya ini sangat terpukul dan tidak bisa menerima kenyataan yang terjadi pada calon anaknya yang harus pergi sebelum sempat dilihatnya.
"Ya sudah ini sudah terjadi, tapi nanti-nanti saat akan memberi tahukan kabar duka lainya, harus cari waktu yang tepat jangan sedang dalam keadaan tidak baik seperti ini, agar kejadian barusan tidak terulang lagi. Karena operasinya masih basah jadi akan sangat berbahaya pada bekas operasi yang masih basah," ucap Dokter Reyhan memberi saran pada Revano.
"Iya Dok, terima kasih," sahut Revano lalu kembali duduk dikursi yang ada didekat brankar Riska.
"Baik kalau gitu saya permisi dulu karena harus memeriksa pasien lain, kalau ada apa-apa dengan Ibu Riska beritahu saya," ucap Dokter Reyhan berpamitan pada Reina dan Revano.
Setelah itu dokter Reyhan bersama Suster yang adalah Asisten Dokter Reyhan pun meninggalkan ruang rawat Riska.
Reina menghampiri putranya yang kini tengah menatap sang istri, yang kembali tertidur karena obat penenang.
"Kamu harus kuat Van. Kamu gak boleh lemah didepan istri kamu, dan kamu harus bisa meyakinkan Riri. Walau apapun yang terjadi kamu akan tetap bersama ada disampingnya," ucap Reina lalu menepuk-nepuk pundak Revano seakan memberinya kekuatan pada putranya itu.
"Iya Mih, apapun kekurangan yang dimiliki Riri. Dia tetap akan jadi istri terbaikku dan Vano akan selalu mencintai dia seumuran hidup Vano. Mih," ucap Revano yang kini mengecup kening Riska yang masih tertidur.
*****
Satu Minggu sudah Riska keluar dari rumah sakit. Namun kini Riska menjadi seorang yang lebih banyak diam. Terlebih setelah mengetahui kalau bayi yang dia nantikan kehadirannya sudah pergi untuk selamanya. Riska menjadi wanita yang pendiam, dia lebih senang mengurung diri dikamarnya, apalagi saat dia tahu bahwa bukan hanya calon anaknya yang pergi, tapi juga kini Rahimnya pun sudah tidak ada itu berarti Riska tidak bisa memberikan Revano keturunan, kini dia semakin merasa kecil hati dan merasa tidak pantas untuk Revano.
"Sayang keluar yuk? Ada Sea loh, katanya pengen ngobrol sama kamu," ucap Revano yang sengaja menyuruh Sea datang untuk mengajak Riska ngobrol agar istrinya itu tidak terus mengurung diri.
Riska menatap Revano yang kini duduk disampingnya, yang juga menatapnya dengan lekat.
"Aku sedang ingin istirahat Mas, sampaikan pada Sea, aku minta maaf tidak bisa menemaninya," jawab Riska dengan wajah yang kini sudah terlihat sedikit tirus.
"Ayolah sayang, jangan seperti ini atau Mas suruh Sea kesini aja ya. Biar Mas kerja diruang kerja Mas aja," ucap Revano.
"Tapi Mas ak-"
"Gak ada penolakan, bentar ya Mas panggil Sea kesini," ujar Revano. Setelah mengecup kening Riska Revano pun keluar dari kamar dan menuju ruang tamu untuk menghampiri Seara dan menyuruhnya menemui Riska di kamar.
Sesampainya diruang tamu. Revano langsung menghampiri Seara yang tengah duduk sendirian, karena putranya sengaja tidak dia bawa. Seara takut malah membuat sahabatnya itu semakin sedih.
"Gimana?" tanya Seara yang melihat Revano menghampirinya.
"Dia masih gak mau keluar kamar," jawab Revano dengan wajah sedihnya.
"Sabar ya Van, gue turut sedih dengan apa yang menimpa Riska, gue yakin Riska akan kembali seperti semula. Hanya untuk saat ini beri dia ruang untuk meluapkan kesedihannya, gue tahu loe cowok yang kuat jadi tetap semangat menghadapi Riska yang mungkin saat membutuhkan perhatian dan dari loe," ucap Seara mencoba memberi semangat pada Revano.
"Iya gue tahu, oh ya los bisa temenin dia kan dikamar, mungkin dia butuh teman ngobrol sekarang gue gak tega lihat dia jadi pendiam dan tatapannya terlihat kosong. Aku hanya khawatir pada kondisinya," ucap Revano yang memang terlihat sedih saat menceritakan kondisi Riska.
"Oke gue temenin dia, kebetulan Kak Rigel lagi free jadi bisa jagain Davi," sahut Seara.
"Makasih Ra, gue ke ruang kerja dulu ya, kalau butuh sesuatu loe minta aja sama Bibi. Gue mau nyelesain kerjaan dulu mumpung ada loe, soalnya gue gak berani ninggalin dia sendirian, takut dia berbuat yang nekad." Ucap Revano. Setelah mendengar ucapan sahabatnya itu Seara pun pamit untuk menemui Riska, sementara Revano menuju ruang kerjanya untuk mengerjakan pekerjaannya yang tinggal sedikit lagi akan selesai.
"Ris, gimana keadaan kamu?" tanya Seara saat memasuki kamar dan melihat Riska tengah menatap kosong ke arah balkon karena kebetulan pintunya memang sengaja Revano buka.
Mendengar panggilan Seara. Riska pun menoleh dan tersenyum tipis pada Seara yang kini menghampirinya.
"Sea," sahut Riska dengan senyum tipisnya. Melihat senyuman Riska yang memang terlihat dipaksakan membuat Seara sedih, dia pun langsung duduk ditepi ranjang dan menggenggam tangan Riska.
"Kamu baik-baik saja kan? Aku tahu semua kejadian ini pasti membuat kamu sedih dan rapuh, tapi kamu gak boleh terus seperti ini Ris. Ada Vano yang membutuhkan perhatian kamu, aku yakin Revano akan selalu berada disampingmu. Karena dia pria yang baik dan akan menjaga siapapun yang menjadi tanggung jawabnya dan orang yang dicintainya," ucap Seara mencoba memberikan Riska pengertian. Riska menatap Seara dengan mata yang berkaca-kaca, dan mengatakan sesuatu yang membuat Seara juga ikut menitikkan air mata. Dia mungkin tidak akan sanggup kalau dia berada diposisi Riska.
"Tapi aku sudah membuat Mas Vano kehilangan impiannya untuk mendapatkan seorang putri, aku sudah gagal menjadi seorang istri, aku sudah tidak sempurna lagi sebagai seorang perempuan dan seorang istri. Aku sekarang wanita cacat karena selamanya aku tidak akan bisa memberikan Mas Vano keturunan. Aku gak pantas buat Mas Vano. Sea aku tidak bisa terus bersama Mas Vano dan hanya menjadi beban untuk dia. Aku tidak bisa membahagiakan dia Sea hiks... hiks..."
"Siapa bilang kamu hanya menjadi beban untukku Ri?!"
Suara bariton yang membuat Riska menoleh dengan air mata yang mengalir dipipinya. Tidak sengaja mendengarkan pembicaraan Riska dan Seara, saat itu dia akan mengambil file yang tertinggal dikamarnya. Tapi malah mendengar ucapan Riska yang berhasil membuat Revano merasa tertohok hatinya pedih mendengarkan ucapan sang istri yang merasa tidak berguna baginya.
"Ma-mas Vano," cicit Riska dengan air mata yang tidak berhenti mengalir dipipinya.
Revano pun langsung berjalan cepat untuk menghampiri istrinya, dan lamgsung mendekapnya dengan erat, membuat Seara beranjak dan memberikan ruang pada Revano dan Riska. Dia memilih keluar dari kamar dan menunggu diruang tamu.
"Siapa bilang kamu hanya jadi beban untuk sayang. Kamu tahu saat ini kesedihanmu membuatku tidak bersemangat untuk melakukan apapun, kamu tahu kamu adalah sumber kebahagiaanku. Ada atau pun tidak adanya anak bagiku itu tidak penting Ri. Sekarang yang aku butuhkan adalah tawamu dan keceriaanmu, jadi berhenti mengatakan kalau kamu hanya beban buatku dan berhenti mengatakan kalau kamu tidak sempurna. Karena bagiku kamu tetap istri yang sempurna satu-satunya wanita yang aku cintai saat ini, esok dan selamanya. Jadi jangan berpikir sekali pun untuk pergi dariku Sayang. Kamu mengerti!!"
Mendengar ucapan Revano membuat Riska semakin mengeratkan pelukannya pada suaminya itu dengan tangis yang mengharu biru, karena Revano pun ikut menitikkan air matanya saat mendengar Isak tangis Riska. Sebenernya Riska pun takut kehilangan pria yang sangat dicintainya itu, dia mungkin tidak akan bisa bertahan hidup jika suatu saat Revano pergi meninggalkan dirinya sendirian. pasti tidak akan ada satu orang pria pun yang akan menerimanya dirinya karena ketidak sempurnaannya sebagai wanita.
TBC
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top