Part 2
Revano pun sedikit menoleh pada Istrinya, dan tanpa dia sadari dari arah belakang ada yang menabrak mobilnya. Hingga mobil yang Revano kendarai oleng dan karena tidak ingin menabrak kendaraan yang berada didepannya Revano pun membanting stir hingga berakhir menabrak pembatas jalan. Untung saja mereka belum jauh dari komplek perumahan tempat tinggal mereka hanya mereka tengah berada di area jalanan yang akan menuju jalan raya.
Brakk
Suara benturan mobil pun terdengar begitu mengerikan bagi yang mendengarnya.
Beberapa menit kemudian beberapa warga pejalan kaki pun mulai berkerumun. Ada yang sibuk menelpon ambulance ada juga yang menolong dengan cepat.
"Ya Tuhan, ibu hamil ini mengeluarkan banyak darah," ucap Seorang Ibu yang melihat keadaan Riska yang terlempar keluar mobil karena pintu mobil terbuka akibat benturan mobil yang cukup keras ke pembatas jalan karena tidak mengenakan sabuk pengaman. Dan Riska terlempar dengan keadaan tubuhnya telungkup menindih perut besarnya. Sedang Revano karena memakai sabuk pengaman kepalanya hanya terbentur stir.
Tidak lama Revano pun tersadar dan dia sudah di baringkan di atas brankar disamping Istrinya. Mereka akan dibawa kerumah sakit.
"Ris. Riska, sayang," ucap Revano yang kini bangun dari brankarnya lalu menghampiri istrinya yang tidak sadarkan diri dengan wajah yang mulai memucat.
"Sebaiknya Bapak berbaring di brankar," ucap salah satu perawat mencoba menahan Revano yang akan menghampiri istrinya.
"Tidak! Aku ingin menemani istriku," tolak Revano saat melihat Riska tidak sadarkan diri dengan darah yang mengalir dari kedua pahanya.
"Tapi Bapak juga terluka, jadi Bapak harus di obati."
"Aku bilang tidak ya tidak. Luka ku tidak seberapa jadi jangan banyak bicara ayo cepat bawa istriku kerumah sakit aku akan menemaninya." Revano tetap menolak meski di pelipisnya mengeluarkan darah tapi dia tidak peduli yang dia pedulikan adalah istri dan calon anaknya.
Karena Revano tetap kekeh tidak ingin mendapat perawatan dan kekeh ingin menemani istrinya. Akhirnya perawat itu pun mengalah dan segera membawa Revano dan Riska ke rumah sakit. Karena Riska memang harus segera mendapat penanganan darurat.
Setelah Revano dan Riska berada di dalam mobil Ambulance, sopir Ambulance itu pun segera melajukan mobilnya menuju rumah sakit.
"Sabar sayang. Sebentar lagi kita akan sampai dirumah sakit semua pasti akan baik-baik saja. Aku yakin kamu dan calon bayi kita akan baik-baik saja karena kalian berdua sangat kuat ." Revano terus menciumi kening dan tangan Riska secara bergantian dengan air mata yang mengalir di pipinya. Seorang perawat yang melihat pemandangan itu pun ikut menitikkan air matanya. Dia terharu melihat si suami yang terus berbicara menyemangati istrinya meski tidak ada respon dari si istri dan dengan keadaan si pria terluka dikepalanya, namun pria itu seperti tidak merasakan rasa sakit dikepalanya. perawat itu pun hanya bisa mendo'akan agar ibu dan bayinya selamat.
Tidak butuh waktu lama akhirnya Ambulance yang ditumpangi oleh Revano dan Riska pun sampai dirumah sakit. Dokter pun segera menyiapkan ruang Operasi karena sebelumnya perawat yang membawa Revano dan Riska memberikan kabar kalau pasien wanitanya mengalami luka parah dan harus ada dokter kandungan yang menemani. Itulah pesan yang diberikan oleh perawat itu.
*****
Dua jam sudah Dokter berada diruang operasi. Akhirnya Dokter yang menangani Riska pun keluar dengan wajah sedihnya. Revano yang melihat ruang operasi terbuka pun segera menghampiri sang Dokter dan langsung menyatakan keadaan Istrinya.
"Dokter bagaimana keadaan istri saya?" Tanya Revano sambil menahan rasa sakit di bagian kepalanya.
"Istri anda dalam keadaan kritis Pak. Dan Bayinya harus segera dikeluarkan jika ingin istri anda selamat. Dan satu hal lagi Rahimnya harus di angkat karena benturan yang kuat sudah membuat Bayi dan Rahim istri Bapak terluka," jawab Dokter itu dengan wajah sedih.
"Dan maaf mungkin bayinya tidak bisa diselamatkan," lanjut sang Dokter dengan wajah penuh penyesalan. Mendengar penjelasan dari sang Dokter tubuh Revano rasanya bak jelly. Dia tidak punya kekuatan bahkan untuk menopang tubuhnya sendiri.
Kini Revano hanya bisa bersandar di dinding yang berada tak jauh darinya, dia terlihat sangat terpukul, matanya mulai berkaca-kaca karena tidak kuasa menahan sedih, saat mendengar kabar yang begitu menyedihkan tentang istri dan calon anaknya.
"Apa tidak ada jalan lain Dok selain itu?" tanya Revano dengan wajah penuh kesedihan.
"Maafkan kami Pak. Tapi tidak ada Pak jalan lain, karena itu jalan satu-satunya yang harus kami lakukan jika istri Bapak ingin selamat."
Tubuh Revano semakin lemah dia mengusap wajahnya yang sudah penuh dengan tetesan air mata.
"Riska apa yang harus aku lakukan. Aku tidak ingin kehilanganmu, tapi aku bingung harus mengatakan apa saat nanti kamu sadar sayang," ucap Revano dengan lirih.
"Bagaimana Pak? Keputusan harus segera diambil, saya tidak punya banyak waktu," ujar Dokter Reyhan yang kini masih menatap iba suami pasien yang akan dia tangani olehnya.
Dengan menghela napas panjang akhirnya Revano pun mengambil keputusan untuk menerima saran yang Dokter Reyhan katakan.
"Baik Dok, silahkan saya tidak keberatan jika rahim istri saya di angkat. Jika itu bisa menyelamatkan nyawanya," ucap Revano dengan pasrah.
"Baik Pak, kalau begitu silahkan Bapak isi surat keterangan persetujuan agar nanti kami tidak dipersalahkan jika terjadi sesuatu karena sudah ada persetujuan dari pihak keluarga," ucap Dokter Reyhan. Lalu memberikan sebuah Map yang berisi surat persetujuan dari pihak keluarga.
Setelah membaca prosedur yang dicantumkan di surat itu, Revano pun menanda tangani surat itu, lalu menyerahkan kembali pada Dokter Reyhan setelah semuanya selesai di tanda tangani.
"Kami akan melakukan sebisa kami. Agar istri Bapak bisa diselamatkan setelah pengangkatan Rahim," ucap Dokter Reyhan yang mendapat anggukan dari Revano. Lalu setelah Dokter itu pun masuk kembali ke ruang Operasi dan Revano hanya bisa menunggu kabar baik tentang istrinya meski nantinya dia akan kesulitan mengatakan kejujuran dengan kondisi istrinya yang mungkin tidak sempurna lagi. Revano hanya bisa berdoa semoga istrinya bisa menerima kenyataan yang harus dia hadapi saat Riska tersadar nanti.
*****
Kini Riska sudah dipindah keruang rawat inap VVIP, tentu saja Revano tidak akan membiarkan istrinya berada di ruangan yang tidak nyaman.
Diruangan itu sudah ada Reina dan Revano karena Refael sedang ada tugas diluar kota jadi dia tidak bisa menemani Reina dan Revano untuk menjaga Riska.
"Kamu harus kuat Van, jangan seperti ini. Mamih tahu kamu sangat terpukul karena kejadian ini tapi kamu harus kuat demi istrimu. Riska pasti akan lebih terpukul lalu siapa yang akan memberikannya kekuatan dan memberikan semangat," ucap Reina memberi nasehat pada putranya yang kini terlihat sangat terpukul.
"Aku harus bagai mana Mih? Vano gak sanggup memberi tahu keadaan Riri yang sebenarnya. Vano gak sanggup Mih Vano gak sanggup memberi tahu semuanya pada Riri Mih," jawab Revano dengan mata yang sudah memerah karena menahan air mata. Lalu dia menatap Riska yang masih berbaring dibrankarnya masih dengan memejamkan matanya.
"Mamih tahu Van. Tapi siap atau tidak cuma kamu yang berhak memberi tahu Riri tentang keadaan yang menimpanya," ucap Reina memberi kekuatan pada putranya.
"Vano akan mencobanya Mih, semoga Riri bisa tabah dan kuat menerima kenyataan yang terjadi padanya," sahut Revano dengan mengusap air matanya yang menetes.
Revano beranjak dari Sofa yang dia duduki bersama Ibunya, lalu dia menghampiri Riska dan duduk dikursi yang ada disamping brankar. Dia menatap wajah Riska yang kini terlihat pucat sudah hampir 7 jam Riska tidur tapi belum juga bangun. Mungkin karena efek dari obat yang dokter berikan untuk meringankan rasa sakit saat Riska terbangun nanti.
"Bangun sayang, sampai kapan kamu akan tidur? Apa kamu tidak ingin melihat Pusara putri kita," ujar Revano lalu mengecup kening Riska dan kemudian menggenggam tangan Riska dengan dan sesekali mengecup punggung tangan istrinya itu. Reina yang melihat apa yang putranya lakukan ikut merasakan kesedihan, dia tahu putranya kini dalam keadaan rapuh.
"Ma-Mas..!" Panggil Riska dengan suara lemahnya. Revano yang kini tengah menunduk pun dengan cepat mendongak dan menoleh ke arah wajah istrinya dengan senyuman semanis mungkin.
"Alhamdulillah akhirnya kamu bangun juga sayang," ucap Revano tidak hentinya mengucap rasa syukur.
"Mih, Riri sudah siuman," seru Revano dengan wajah berseri. Mendengar ucapan putranya langsung menghampiri Riska dan Revano.
"Alhamdulillah syukurlah kamu akhirnya sadar juga nak," ucap Reina yang juga ikut bahagia karena akhirnya Riska terbangun juga.
"I-iya Mih," sahut Riska dengan suara lemahnya dan wajah pucatnya.
"Ke-kepala Mas terluka?" tanya Riska masih dengan suara lemahnya.
"Aku tidak apa-apa sayang, ini tidak sakit aku kan jagoan masa dengan luka sedikit aja kesakitan," ucap Revano sambil tertawa kecil membuat Riska dan Reina ikut tertawa. Namun saat Riska tiba-tiba memegang perutnya dia terlihat sangat terkejut.
"Mas ke-kenapa perutku jadi kecil gini, Bayiku? bagaimana keadaan bayiku, dimana dia sekarang Mas?"
TBC
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top