Prolog

Sarayu yang menyejukkan menemani air laut yang saling beradu, membentuk segerombolan ombak tinggi yang mampu menenggelamkan siapa saja.

Dhamar bangkit dari duduknya, ia menikmati semilir angin serta luasnya pantai yang bisa ia pandang dengan mata telanjang. Setelah sekian lama dirinya dikelilingi kesibukan sebagai anak kuliahan, baru hari ini ia bisa menikmati angin sepoi-sepoi yang terasa menyejukkan dan melegakan.

Sudah sekian lama dirinya tak bertemu dengan Wulan, tetapi wajahnya masih saja terekam jelas olehnya. Bahkan memikirkannya saja sudah membuat jantungnya tak karuan, otaknya mereka ulang adegan bagaimana wajah Wulan yang menangis pilu saat ia sakiti, bahkan suara tangisannya terdengar bercampur dengan suara degupan jantungnya yang merasa resah dan bersalah.

"Nunggu lama, ya?" Wulan yang baru saja tiba di Pantai Losari membuyarkan lamunan Dhamar.

Dhamar menggeleng, netranya terkagum, ia masih saja terbuai dengan wajah Wulan yang tak banyak berubah. Rambutnya yang tergerai, menari-nari di udara terbawa angin semilir menggodanya untuk sekadar mengelus dan merapikannya.

"Dulu ayahku dirawat di rumah sakit itu." Jari telunjuknya menunjuk bangunan yang berada di dekat pantai, bangunan rumah sakit yang sudah lama menjadi saksi bisunya saat ditinggal pergi ayahnya untuk selama-lamanya.

Dhamar mengikuti arah jari tulunjuk lentik milik Wulan. "Maaf pernah ninggalin kamu tanpa kabar, saat itu aku benar-benar belum bisa bangkit dan aku ngga mau nyakitin kamu dengan keegoisanku," lanjut Wulan.

Mereka berdua sama-sama terdiam, Dhamar yang bingung harus mengucapkan apa dan Wulan yang merasa kisah selanjutnya tak terlalu penting untuk didengar oleh Dhamar.

"Aku lupa nanya, ngga mungkin kamu ke Makassar cuman mau nemuin aku, 'kan?" Pertanyaan Wulan membuat Dhamar seketika gugup.

Dhamar menatap manik mata Wulan, "Kalau kenyataannya kayak gitu gimana?"

Tawa Wulan memenuhi indra pendengaran Dhamar. Wulan yang mendengar ucapan Dhamar tentu saja menganggap itu hanya sebuah gombalan yang sudah tak mempan.

Wulan menggeleng, wajahnya yang tadi tertawa berubah serius. "Kalau kamu gombalin aku waktu dulu, aku bakalan berbunga-bunga bahkan sampai terbang dan sekarang bakalan nyangkut di pohon toge. Kalau sekarang, gombalan yang kamu layangkan udah jelas itu ngga berarti apa-apa buat aku."

"Aku serius, Lan. Kamu mau ngga ngasih aku kesempatan lagi? Untuk mulai semuanya dari awal, bahkan kalau perlu dari pertama kali kita kenalan."

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top