D U A B E L A S
"I'm completely alone at a table of friends / I feel nothing for them / I feel nothing, nothing"
-Hit The Switch, Bright Eyes
-
Rika : ayo kita jalan-jalan!
Lisa : ayo ke mana?
Sarah : ke kafe deket sekolah aja, gimana?
Rika : wah iya tuh! Ayo!
Lisa : sekarang?
Sarah : nggak, tahun depan
Rika : iya, nih gue udah ganti baju.
Lisa : oke, gue ganti baju
Rika : Gita mana nih?
Rika : Git?
Rika : Git?
Rika : p
Rika : p
Rika : p
Aku menggigit bibirku. Sesungguhnya hal terakhir yang ingin aku lakukan saat ini pergi ke luar. Aku hanya ingin menghabiskan akhir mingguku di rumah, menonton beberapa tv show Amerika atau Norwegia yang beberapa waktu lalu direkomendasikan oleh seorang teman dari internet. Ya, mungkin ini terdengar sangat menyedihkan, namun aku menemukan diriku sendiri lebih nyaman berada di deket para teman-teman dari internet. Tak peduli apa yang orang lain katakan tentang mereka, aku lebih suka menghabiskan waktu chatting bersama mereka dibanding Rika maupun yang lain.
Gita : gue nggak ikut
Aku menghela napas setelah berhasil mengirimkan tiga kata tersebut. Rasanya menolak ajakan untuk keluar adalah hal yang paling berat di dunia ini.
Ting!
Tubuhku terlonjak kaget ketika mendengar suara itu, suara yang hanya muncul jika terdapat pesan. Aku melirik ponselku, dan benar saja, Rika mengirim pesan di grup chat.
Rika : lo itu kenapa sih?
Rika : diajak nggak pernah ikut.
Rika : diajak ke kantin sering banget nggak mau kalau nggak gue paksa.
Rika : lo tuh kenapa sih?
Rika : sibuk atau nggak mau temenan sama kita?
Rika : lo tuh emang seneng banget ya kalau orang-orang ngira kita itu lagi musuhan.
Tanpa sadar, aku menggigit bibirku. Peganganku pada ponsel kian menguat. Tak bisa kutahan, setitik air mata meluncur dari kelopak mataku.
Katakanlah aku dramatis. Katakanlah aku terlalu membawa perasaan. Tapi rasanya begitu sakit ketika hanya karena aku tidak mau menerima ajakannya, dia marah besar.
Apa menolak ajakan adalah suatu tindakan kriminal?
Aku memandang layar ponselku selama beberapa saat. Tak ada yang mengirimi pesan lagi meski aku yakin seratus persen baik Sarah maupun Lisa sudah membacanya.
Kulemparkan ponselku ke arah lantai, kupandangi bagaimana benda itu jatuh ke atas ubin dan terpecah hingga menjadi dua bagian. Biasanya akan ada perasaan bersalah yang menghantui ketika ponselku pecah, namun sekarang tak kurasakan hal itu. Justru aku merasa lega karena dengan begini aku memiliki alasan jelas mengapa aku tak menjawab ucapan Rika.
[-][-][-]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top