D U A

"I'm a loser baby, so why don't you kill me?"
-Loser, Beck

-

Bel istirahat berbunyi nyaring, membuat guru matematikaku yang tengah menerangkan mengenai trigonometri serta merta mendengus kesal, tangannya yang hendak menulis kemudian ia turunkan. Tubuhnya berbalik, menghadap murid-muridnya dengan tatapan kesal yang kentara.

"Kita lanjutkan minggu depan," kata Bu Dewi, dia kemudian menata barang bawaannya, melihat itu teman-temanku menata buku mereka. Bu Dewi melemparkan salam kemudian bergegas pergi, setelah sosoknya menghilang dari pengelihatan, teman-temanku bangkit dari posisi duduk mereka. Kelas yang tadinya sepi mendadak begitu ramai.

Aku hanya diam, menutup rapat mulutku sambil mulai menata buku matematika dan memasukannya ke dalam tas, membiarkan tempat pensilku di atas meja, aku yakin tidak akan ada yang mengambil benda itu.

"Git, ke kantin nggak? Gue sama yang lainnya ke sana," kata Sarah, teman sebangkuku, sesosok cewek yang kukenal sejak saat LOS. Ia memiliki rambut panjang yang bergelombang dan kulit sawo matang yang terlihat terawat dengan baik.

Aku berpikir sejenak meski sebenarnya aku sudah mengetahui jawabannya sejak menginjakkan kaki di sekolahan ini pagi tadi. "Nggak, kalian aja."

"Kenapa sih? Ikut aja kali!" Rika, temanku lainnya yang duduk tepat di belakangku mencetus, dia bangkit dari duduknya dan berdiri di samping mejaku. Tidak seperti Sarah, aku baru mengenal Rika di hari kedua kami berkumpul di kelas sepuluh IPS dua, tak banyak yang kutahu dari cewek itu kecuali wajahnya yang cantik meski dengan tubuh agak gendut sekalipun. Banyak yang mengejeknya akibat tubuh yang ia miliki, namun Rika bukanlah tipikal cewek yang memakan bulat-bulat semua cibiran yang ditunjukkan padanya.

"Nggak, di sini aja."

Rika mendengus, dia memberikanku tatapan tajamnya, mata cokelatnya seolah menusukku saat itu juga, membuat tubuhku mendadak menciut. "Udah ikut aja! Lo mau ada yang mikir kita musuhan kalau nggak ke kantin bareng?"

Aku tidak mengerti bagaimana orang-orang bisa membuat kesimpulan bahwa tidak ke kantin bersama itu berarti sesuatu yang buruk sedang terjadi. Dan kupikir apa yang Rika katakan sama sekali tak masuk akal, namun aku tidak ingin menimbulkan banyak drama dan tatapan Rika sudah sangat menjelaskan bahwa dia tidak akan menerima kata 'tidak' karena itu pada akhirnya aku mengangguk. Ikut pergi ke kantin meski sesuatu dalam diriku berteriak untuk tidak pergi ke manapun.

"Kalian mau makan apa?" Lisa, temanku lainnya yang merupakan teman sebangku Rika bertanya di tengah perjalanan kami menuju kantin yang letaknya cukup jauh dari kelas.

"Gimana kalau kita makan mi aja?" ujar Rika yang dibalas anggukan semangat oleh Lisa dan Sarah.

"Kayaknya gue nggak deh, gue beli minuman aja," kataku. Aku tahu aku hanya sarapan satu helai roti tawar dan setengah cangkir teh hangat, namun sekarang ini perutku sama sekali tak lapar. Justru sebaliknya, aku tidak merasakan napsu untuk menyantap makanan, senikmat apapun bayangan sepiring mi goreng di benakku.

"Kenapa?" tanya Rika.

Keningku berkerut, apa aku harus selalu memberikan alasan atas segala hal yang kulakukan?

"Nggak apa-apa, gue beli es aja."

"Lo nggak punya uang?"

"Punya."

"Terus kenapa?"

"Nggak apa-apa."

Rika memandangku dengan aneh namun tak berkomentar apapun.

[-][-][-]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top