Part 9 : Wedding
Setelah seminggu penuh Shine mempersiapkan pernikahan impiannya, tentu saja dengan bantuan para sahabat serta Ema dan Brata, karena Daffa terlalu sibuk bekerja, ia hanya mengiyakan apapun permintaan dan konsep yang Shine inginkan, akhirnya hari yang ditunggu-tunggu gadis itu tiba.
Hari pernikahannya.
Shine mengenakan gaun putih gading menjuntai bak princess, gaun rancangan perdana Sophie khusus untuknya, dan hanya dikerjakan dalam satu Minggu setelah Daffa menawarkan sebuah pesta pernikahan malam itu.
Dengan tatanan messy hair masih ala-ala putri kerajaan Shine nampak terlihat sangat cantik. Sedikit anak rambut nakalnya menjuntai dari pinggiran leher Shine.
"Kau sangat luar biasa Shine," puji Jane menatap sahabatnya dari atas hingga bawah.
Saat ini para sahabatnya lah yang menemani Shine sebelum ia keluar sebagai pemeran utama. Ema sudah mempercayakannya pada mereka.
Shine tersenyum seperlunya, hatinya berdebar tak karuan. Ia masih berumur delapan belas tahun dan ia harus menikah dalam usia semuda itu, dan lagi setelah Daffa mengumumkan pernikahan mereka ke publik, artikel yang baru-baru ini terbit sedikit mengganggu Shine.
Pewaris tunggal Miracle grub akan menikah dengan kakak angkatnya sendiri, kabarnya mereka telah ditunangkan sejak kecil.
Benarkah? Mereka sudah ditunangkan sejak kecil? Apa karena hal itu keluarga Brata mengasuhnya? Shine tidak tahu menahu tentang itu, yang ia tahu Daffa sudah menikahinya. Dan ia sama sekali tidak peduli dengan isu pertunangan tersebut, pada kenyataannya keluarga Brata memang memperlakukannya bahkan menyayanginya dengan baik.
"Shine, kenapa kau melamun?"
Teguran Sophie mengembalikan kesadaran Shine.
"Jika kau tidak siap, aku bersedia menggantikanmu," lanjut gadis berambut ikal itu terkekeh.
Shine menepuk pundak Sophie sambil ikut terkekeh.
"Apakah aku cantik?" tanyanya.
"Sangat! Aku iri padamu," jawab Vonie yang sedari tadi diam.
"Tentu saja kau cantik dengan gaun rancanganku, lihat saja, kak Daffa pasti akan terpesona hingga tak bisa berkata-kata lagi ketika melihatmu nanti."
Shine tersipu malu mendengarnya. "Benarkah?"
Mereka hanya mengangguk, memberi semangat pada shine agar tidak terlalu gugup.
Pintu ruangan diketuk seseorang, Vonie mendekat membukakan pintu itu, ternyata seseorang yang menyuruh Shine untuk bersiap-siap karena acara akan segera dimulai.
Malam ini cukup dingin, tapi hati shine merasa hangat. Ia memilih mengadakan pesta pada malam hari di sebuah hotel mewah milik teman ayahnya. Kak Daffanya menyewa seluruh hotel itu untuknya dan seluruh tamu undangan termasuk para wartawan yang nantinya akan meliput pesta pernikahan mereka.
"Ayo," ajak Jane untuk turun.
Mereka menaiki lift untuk sampai ke ballroom hotel, di sana mereka harus turun ke lantai dasar dengan menuruni beberapa anak tangga.
Shine merasa benar-benar gugup hingga tangannya berkeringat. Bayangkan saja, belum mencapai lantai ballroom saja ia sudah mendengar suara-suara bising orang-orang yang ntah membicarakan apa. Ia tidak biasa tampil di depan umum walaupun ia memiliki status yang penting dalam pekenomian.
Gadis itu meremas tangan Vonie yang sedari tadi membantunya untuk berjalan, sedangkan Sophie dan Jane sibuk memegangi gaun Shine yang menyapu lantai.
"Tenangkan dirimu Shine," Vonie coba membuat Shine rileks, ia merasakan tangannya yang sedikit basah karena Shine menggenggam erat tangannya.
Shine memejamkan mata, kemudian mengangguk. Mencoba menghilangkan rasa gugupnya.
Tapi rasa itu kembali muncul ketika ia melihat banyaknya mata yang tertuju padanya, seperti mengamati tiap langkah Shine menuruni tangga. Jika tidak ada ketiga sahabatnya, pasti Shine akan berlari untuk menyembunyikan diri.
"Shine..."
Bisikan Sophie membuat Shine meliriknya.
Sophie menunjuk seseorang dengan dagunya. Seseorang yang menggunakan jas hitam dengan bunga disakunya.
Daffa.
Ia terlihat menaiki tangga satu persatu, mendekat perlahan dengan wibawa yang luar biasa mempesona, membuat Shine menghentikan langkah, terpesona, menanti Daffa menjemputnya.
Tangan Daffa terulur begitu jarak diantara mereka terkikis. Ia tersenyum pada wajah pucat Shine, mungkin jika tidak memakai make up wajah Shine akan terlihat pucat.
Melihat Shine yang masih terpaku, Vonie menyerahkan tangan gadis itu pada Daffa, kemudian ia mundur kebelakang, menyejajarkan langkah dengan Sophie dan Jane.
Daffa menggenggam tangan Shine erat, membawanya turun dengan sangat berhati-hati. Membuat kepercayaan diri Shine kembali pulih.
Suara tepukan riuh menyambut mereka, Daffa tersenyum kepada semua orang.
Di bawah sana Brata dan Ema terlihat berkaca-kaca memandangi mereka. Kakaknya yang satu tengah tersenyum menatap Shine dengan didampingi calon tunangannya yang juga sahabat Edward, Caroline.
Shine juga bisa melihat sahabat Daffa yang paling membahayakan, Rendy. Pria itu sedang memegang gelas sampanyenya sambil tersenyum jahil ke arah mereka.
Shine memperhatikan Daffa. Bagaimana pria itu sama sekali tidak merasa gugup?
Ketika Daffa menoleh dan memberikan senyum terbaiknya pada Shine. Saat itulah kepercayaan diri Shine meningkat penuh, seakan senyum Daffa memberikan kekuatan padanya dan seperti mengatakan "Ayo berikan senyum terbaikmu, ini akan baik-baik saja"
Shine balas menggenggam tangan Daffa erat, sangat erat.
.
Acara demi acara telah mereka lalui. Begitupun ketika Daffa mengumumkan pernikahan mereka yang sudah lalu kepada publik, di depan wartawan dan mengklaim Shine sebagai istrinya.
Wajah Shine merona hanya karena itu.
Bagaimana Daffa bisa setenang itu? Sedangkan hatinya tak karuan?
Gadis itu yakin besok ia akan menjadi highlight diberbagai portal media. Tentu saja, perusahaan mereka merupakan salah satu perusahaan yang berpengaruh di Indonesia.
Kini mereka sedang berbicara dengan beberapa sanak saudara dan beberapa mitra bisnis yang memberikan selamat.
Tidak terkecuali Paman Shine, yang hanya beberapa kali Shine pernah temui. Lionel.
Ia terlihat mendekat dan dengan tiba-tiba memeluk Shine.
"Selamat atas pernikahanmu, keponakanku tersayang," ucapnya.
Shine tersenyum kaku, masih merasa asing dengan adik kandung ayahnya itu.
"Terima kasih paman," Daffa yang menjawab sambil tersenyum manis.
"Kau bergerak sangat cepat ya, hingga aku tidak bisa melindunginya," sindir Lionel.
Sebelum Daffa menjawab, paman shine sempat melanjutkan ucapannya. "Maksudku, Shine masih sangat muda, belum waktunya untuk menikah,"
"Paman tidak usah khawatir, aku yang akan melindunginya," jawab Daffa dengan tatapan yang penuh makna sembari menunjukkan tangan mereka yang saling terkait.
Sedangkan Shine, ia justru tersipu, ucapan Daffa terdengar sangat manis di telinganya.
"Apa kalian sedang membicarakan sesuatu yang serius?"
Tiba-tiba Rendy datang, masih menggenggam gelasnya yang tadi.
"Oh, tidak juga." Lionel menggeleng melihat kehadiran Rendy. "Sekali lagi selamat atas pernikahan kalian, aku harap untuk selamanya." tukasnya.
"Paman juga, nikmati pestanya." balas Daffa ketika Lionel melambai meninggalkan mereka bertiga.
"Dia menyebalkan ya kak," umpat Shine yang memang kurang menyukai Lionel.
"Sudahlah, tidak usah kau pikirkan, watak pamanmu memang seperti itu, Shine, dan selamat atas pernikahanmu," Rendy memeluk Shine dan menepuk-nepuk punggungnya.
"Terima kasih kak," Shine membalas pelukan Rendy yang juga sudah ia anggap sebagai kakaknya sendiri.
"Omong-omong," Rendy menjauhkan tubuhnya dari Shine, ia memegang pundak Shine lalu mengamati gadis itu lamat-lamat. "Kau terlihat sangat cantik hari ini," pujinya.
"Benarkah?" Shine malu-malu. "Jadi, tunggu, apakah hari-hari sebelumnya aku tidak cantik?"
Rendy terkekeh. "Tentu saja! Tidak udah diragukan lagi jika kau adalah gadis yang cantik, Shine. Apakah pria disampingmu ini tidak mengatakan hal itu?"
Shine menggeleng.
"Wow, kau sangat kejam Daff," Rendy meninju bahu Daffa pelan.
"Hentikan Ren, tanpa ku katakan, semua orang juga tau kalau Shine cantik."
Shine mencebik dengan tanggapan Daffa. Memang benar Daffa tidak memuji penampilan sama sekali seperti apa yang Sophie perkiraan. Padahal ia sudah berdandan habis-habisan untuk tampil cantik. Dasar pria menyebalkan.
Tapi wajah cemberut Shine musnah ketika melihat Darren mendekat dengan Caroline disampingnya.
"Dia memang tidak peka," ejek Darren.
"Seperti kembarannya juga," balas Rendy.
Caroline terkekeh menutupi mulutnya. "Kau benar Ren."
Darren tidak peduli, ia meraih Shine, untuk merangkulnya. "Apa yang kau inginkan untuk hadiah pernikahanmu?"
"Apa kau akan memberikan apapun yang aku inginkan kak?"
"Tentu, apa yang tidak bisa kau dapatkan?"
"Hm..."
Shine nampak berpikir.
"Aku akan memikirkannya dulu, aku akan memintanya kalau aku sudah menentukan keinginanku," ucap gadis itu berbinar.
"Baiklah, katakan itu kapanpun," Darren mengecup puncak kepala Shine dengan sayang.
"Omong-omong, kapan pertunangan kalian akan diadakan?" tanya Rendy basa-basi.
"Tenang saja Ren, kau akan mendapatkan undangannya nanti,"
"Well, aku menantikannya," Rendy mengangkat gelas sampanyenya ke arah Darren sebelum menegak habis isi gelas itu.
Alunan lembut musik mulai terdengar, operator memutar lagu untuk sesi berdansa yang Shine inginkan. Diikuti sang pembawa acara yang mengintruksikan para tamu untuk membawa pasangannya masing-masing menikmati tiap denting lagu dengan gerakan.
Shine memperhatikan para sahabatnya yang sudah mendapatkan pasangan masing-masing, sepertinya mereka memanfaatkan itu untuk mencari kenalan. Gadis itu menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah mereka.
Perhatian Shine teralihkan ketika seseorang mengulurkan tangan padanya, memberi kode pada gadis itu untuk mengajaknya berdansa.
Shine tersenyum dengan dada yang membuncah. Ia tidak boleh menangis ketika membalas uluran tangan Brata, dan mengikuti langkah ayahnya itu ke lantai dansa.
Ia juga melihat Caroline menarik Darren untuk berdansa dengannya.
"Apa kau bahagia, sayang?" tanya Brata ketika mereka mulai menggerakkan badannya dengan pelan.
Shine mengangguk tanpa ragu. "Terima kasih karena kalian membuatku bahagia."
"Kau pantas bahagia, sayang. Coba lihat ibumu."
Shine mengikuti apa yang Brata katakan, ia jelas melihat Ema yang sedang memperhatikan mereka sambil melambaikan tangan, dari jauh saja mata wanita paruh baya itu terlihat berkaca-kaca.
"Dia sangat gembira melihatmu bahagia," lanjut Brata.
"Aku tau, yah. Aku sangat mencintainya," ujar Shine masih belum memutuskan pandangan pada Ema.
"Lalu bagaimana dengan ayahmu ini?"
"Tentu saja, kau juga, yah."
Shine mengecup pipi ayahnya dengan sayang. Ia sangat menyayangi kedua orangtuanya itu.
Gadis itu menikmati pestanya, sesekali ia melempar senyum saat matanya menangkap Daffa yang juga tengah memperhatikannya dari jauh, ia terlihat sedang bergurau dengan Rendy.
Apa pria itu tidak berniat menggantikan ayahnya untuk mengajaknya berdansa?
.
Waktu sudah menunjukkan pukul dua dinihari, sudah satu jam yang lalu pesta usai. Dan kini Shine tinggal berdua saja dengan Daffa di kamar hotel mereka.
Yang lain sudah masuk ke kamar masing-masing karena kelelahan.
"Kau tidak ingin membersihkan dirimu, Shine?"
Shine sedikit terkejut mendengar ucapan Daffa yang baru saja keluar dari kamar mandi sambil menggosok-gosok rambutnya yang basah. Ia hanya memakai kimono mandi berwarna putih.
Shine menelan salivanya, ia terkejut bukan dalam artian terkejut yang sebenarnya. Tapi ia gugup. Sangat gugup.
Bagaimana ia tidak gugup dan terkejut? Ia sedang dikamar hanya berdua dengan Daffa, mungkin sebelumnya ia memang sering berduaan di kamarnya atau di kamar Daffa, tapi kali ini dengan status yang berbeda. Belum lagi, otaknya baru saja memikirkan hal yang tidak seharusnya ia pikirkan.
Tentu saja, yang harus Shine pikirkan adalah tidur dengan nyenyak setelah hari yang sangat melelahkan yang ia lalui hari ini. Tapi, mengingat bagaimana para sahabat menggodanya sebelum pesta usai tadi membuat Shine tidak bisa berpikir dengan baik.
"Shine, apa yang sedang kau lamunkan?"
Daffa berbicara tepat di depan wajahnya, ia terlihat heran melihat Shine.
Gadis itu membuang muka, ia tidak mau terlihat aneh dan berpikiran macam-macam di depan kakaknya.
"Baiklah kak, aku akan membersihkan diriku," ucapnya berlalu dengan tergesa-gesa memasuki kamar mandi.
Ia mengunci pintu dengan segera, dan membuang napas kasar.
Demi Tuhan, Shine sangat gugup!
Apakah Shine berlebihan?
Tidak, pasti ia tidak berlebihan, hal ini wajar, mengingat sebentar lagi ia akan kehilangan hal yang sangat berharga.
Kini ia sudah bukan pelajar lagi, dan ia sudah benar-benar resmi menjadi istri Daffa. Bahkan seluruh dunia pun sudah tahu. Jadi tidak ada lagi hal-hal yang Shine dan Daffa tunggu, seperti apa kata Sophie.
Shine memejamkan matanya bersandar dibalik pintu kamar mandi. Berulang kali ia menarik dan menghembuskan napas untuk menghilangkan kegugupannya.
Baiklah, ia sudah siap sekarang.
Ia harus membersihkan dirinya, dan mempersiapkan hati, pikiran dan juga tubuhnya untuk diserahkan kepada seseorang setelah ini. Seseorang yang Shine anggap berharga. Suaminya.
Wajah Shine merona dengan pikirannya sendiri. Ia ingat Vonie sudah membelikannya sebuah lingerie hitam yang mungkin tidak akan pernah sanggup Shine pakai.
Apakah Daffa juga tengah bersiap-siap sama sepertinya di luar sana?
Tbc...
Hi my readers. Terimakasih sudah membaca part ini, dan memang agak telat update dari hari yang aku janjikan Haha.
Aku kurang semangat nih karna antusias untuk antologi cerpen pertamaku kurang 😞
Kalian, ayok dong baca antologi cerpenku! (Maksa wkwkwk)
Disana bakal ada karyaku dan karya penulis lain dengan genre yang berbeda-beda. Tiap 2 hari sekali bakal up. So, sambil nunggu cerita ini, kalian bisa baca cerpen-cerpen seru dariku dan penulis lain.
Ini tampilan dan judulnya.
Jangan lupa vote sama komennya disana, juga dilapak ini yak 😂 hehe (ramein dong biar aku semangat nulis) wkwkwkwk
Semoga kalian suka 😘 thanks.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top