Sin - 9

Hi, doble up! Vote and comment, please :)
Happy Reading ♥♥

KASUR DI SEBELAHKU DINGIN dan aku mengubur wajahku di sana, masih bisa menghirup sisa aromanya yang tertinggal. Sudah satu minggu aku terbangun seperti ini, sakit dengan perasaan lubang menganga terbentuk di perutku. Dia selalu pergi dan itu membunuhku secara perlahan. Dia datang tiap malam dan kami memiliki seks luar biasa, dia akan membersihkanku dalam diam setelahnya lalu dia akan berbaring di sebelahku, memelukku dengan lengan-lengannya yang hangat dan detak jantung di telingaku tapi kemudian dia selalu pergi. Air mata panas mulai mengisi mataku, aku buru-buru menghapusnya tidak ingin mengakui betapa dia bisa membuatku merasa sakit seperti ini. Dia mengacaukanku, membuatku lebih dari sekadar menginginkannya, dia membuatku membutuhkannya.

Suara pintu yang terbuka membuatku keluar dari pikiran menyedihkanku, aku menarik selimut ke kepalaku. Aku merasa sakit dan aku tidak siap untuk apa pun selain meringkuk di atas kasurku. Aku tidak ingin makan, tidak ingin bergerak atau apa pun. Aku hanya ingin membuat perasaan yang memakanku perlahan-lahan ini pergi.

"Bangun!" desis Reg, suaranya bosan. Aku hanya meringkuk lebih erat. "Jangan buat aku menyeretmu!"

"Tinggalkan aku sendiri!" balasku.

"Mr. Vince menunggumu dalam lima belas menit dan jika kamu tidak siap dalam waktu itu, dia akan menyeretmu hanya dalam celana dalammu. Buat pilihanmu sekarang!" Aku mendesah, marah karena sekali lagi dikalahkan. Aku bangun dan duduk untuk memelototi Reg yang menarik satu gaun musim panas kuning pucat dengan motif bunga-bunga dari lemariku, dia berbalik dan memandangku. "Bagaimana menurutmu?" Dia mengangkat gaun itu padaku.

Aku mengedikkan bahu tidak peduli. "Sejak kapan suaraku dihitung?"

Dia membalas dengan mengedikkan bahu yang sama tak acuhnya denganku dan berbalik kembali ke lemari, memilih gaun yang terlihat lebih formal tapi kemudian menggeleng dan akhirnya menarik gaun musim panas lain dengan warna pink yang lembut. "Ini akan bagus. Sekarang kenapa tidak pergi ke kamar mandi dan bantu dirimu sendiri untuk terlihat bagus?"

"Dan kenapa tepatnya aku ingin melakukan itu?" Aku mengangkat alisku.

"Apakah kamu tiba-tiba memutuskan untuk bersikap sulit hari ini? Apakah kamu sungguh lebih suka aku menyeretmu dan menjatuhkanmu ke bak seperti kucing basah?" Dia membalas sengit. Saat aku akhirnya turun dari ranjang Reg tersenyum puas. "Bagus, buat itu cepat."

Aku mandi dalam lima menit, berhati-hati saat menggosok pantatku yang masih nyeri karena pukulan dari paddle kayu semalam. Lalu aku keluar dari kamar mandi, dan masuk ke dalam gaun yang dipilih Reg yang sebenarnya aneh karena biasanya siang aku pergi dengan celana dan kaus. Malam artinya telanjang. Tuhan, bagaimana aku bahkan bisa hidup dengan ini? Ini tidak terdengar seperti hidup setidaknya tidak terdengar seperti hidup yang normal.

"Dapatkan pantatmu kemari." Reg menunjuk ke kursi di depan meja rias. Aku tidak mengerti bagaimana dia bisa tahan dengan rutinitas ini tapi sekali lagi dia memuja Sinclair jadi tentu saja Reg akan melakukan semua yang dia katakan. Bukannya kamu berbeda, ejek suara kecil di kepalaku. Suara itu benar, aku praktis juga jatuh menyembah di kaki Sinclair, melakukan apa pun yang diperintahkannya seperti anak anjing.

Sepuluh menit berikutnya Reg sibuk dengan ranbutku, mengubahnya menjadi bergelombang di bahuku dan menyisakan sedikit untuk jatuh di sekitar dahiku. Hari ini dia juga mengaplikasikan riasan tipis yang segar di wajahku, menggerutu karena mataku yang bengkak. Ini aneh.

"Apa yang sebenarnya sedang kita lakukan?" tanyaku saat dia menjatuhkan sepatu open toe dengan tali yang cantik di pergelangan kaki tepat di sebelah kakiku.

"Kau akan keluar," jawabnya singkat.

Keluar? Ke mana? Aku pikir aku tidak akan pernah melihat hal lain selain rumah ini di sisa hidupku.

"Seperti aku akan meninggalkan rumah ini? Seperti aku akan keluar dari gerbang itu?" tanyanya skeptis.

"Ya semacam itu, jadi cepatlah." Aku tidak lagi mengeluh, aku bahkan memakai sepatuku dengan terbaru-buru. Tersenyum lebar saat akhirnya Reg membawaku menuruni tangga. Aku mungkin punya kesempatan untuk lari atau setidaknya membuat seseorang di luar sana membantuku. Ini sebuah kesempatan dan aku tidak bisa melewatkannya. Aku membangun berbagai rencana di kepalaku yang hampir semuanya merupakan rencana gila. Tapi meskipun aku bersemangat tentang prospek melarikan diri, sudut otakku yang gila merasa gelisah dengan itu. Pikiran untuk pergi, untuk meninggalkan Sinclair dan tidak pernah melihatnya lagi itu hanya membuat lubang di perutku semakin besar.

"Kamu terlihat cantik," ucap Sinclair, tangannya mengambil tanganku saat aku mencapai dasar tangga. "Apakah kau ingin mengambil sarapan terlebih dahulu atau kau lebih suka membawa beberapa potong sandwich di mobil?"

"Sandwich akan melakukannya dengan baik. Aku tidak sabar untuk pergi," jawabku, aku hampir melompat di kakiku terlalu bersemangat.

"Lalu itu yang akan kita lakukan," jawabnya. Dia menciumku keras di bibir dan merk rasanya masih membuatku hilang. Dia pencium yang baik, aku harus memberinya itu.

"Aku akan meminta Sue untuk membungkus beberapa kalau begitu," ucap Reg dan Sinclair mengangguk, pria itu menghilang ke dapur. Sue adalah juru masak di sini, wanita yang sudah menata makan malamku waktu itu dan rupanya dia kehilangan suaranya saat mengalami kecelakaan sekitar lima belas tahun lalu. Itu alasan kenapa dia tidak pernah menyapaku. Dia memiliki seorang putri yang sekarang berada di Colombia untuk menyelesaikan gelar sarjana dan Sinclair yang membiayai pendidikan itu. Sulit untuk melihatnya sebagai orang jahat di rumah ini karena hampir semua orang di sini berutang padanya. Aku juga berutang padanya, pikirku getir.

SUV hitam kami sudah menunggu di depan dan sopir kami mengangguk pada Sinclair saat kami mendekat. Pria itu tinggi dan kekar seperti Reg, aku juga pernah melihat dia berjaga di sekitar pintu masuk tapi aku tidak pernah bicara dengannya. Aku tidak pernah bicara dengan siapa pun kecuali Reg dan Sinclair di rumah ini. Meraka mengangguk sopan saat aku berada di sekitar tapi mereka tidak pernah mencoba menyapa atau bertanya. Hormat tapi menjauh seolah mereka takut jika terlalu dekat denganku, yang artinya tidak mungkin mereka mau membantuku lari.

"Kita tidak pergi dengan Reg?" tanyaku saat Sinclair membuka pintu dan mendorongku masuk. Dia duduk di sisi lain dan mengambil tanganku di genggamannya saat pria yang menjadi sopir kami hari ini masuk ke kursi depan.

"Regnar akan mengikuti dengan mobil lain di belakang," jawabnya.

Mobil lain, artinya akan ada lebih dari cukup orang untuk menjagaku tetap tinggal. Harusnya aku bisa menebaknya. Tapi tetap saja itu membuatku sedikit kecewa. Aku memaksa diriku untuk tenang, tidak menarik lebih banyak kecurigaan pada diriku sendiri. "Ke mana kita pergi?" tanyaku, memaksakan nada santai di suaraku yang tegang.

"Kau akan lihat," jawabnya, dia mengangkat tanganku ke bibirnya, mencium dan tersenyum seperti kekasih yang normal.

"Aku tidak suka hal-hal kejutan itu. Biasanya itu berakhir buruk  denganku." Dia mengabaikan itu dan menjaga senyum tetap tinggal di wajahnya. Ke mana pun dia membawaku itu membuatnya senang. Apa pun ini membuat suasana hatinya bagus yang berarti aku harus khawatir.

Sinclair membantuku keluar saat SUV berhenti, aku tidak punya ide kenapa dia membawaku ke bandara. Ini tidak bagus. Aku meliriknya mencari petunjuk tentang apa semua ini tapi dia masih dengan senyum itu. "Kita akan terbang?" Pertanyaan konyol tapi tetap saja aku harus menanyakannya.

"Aku pikir itu alasan kenapa kita di sini," balasnya. Aku melihat dengan panik ke sekeliling tapi ini bukan bandara yang besar, ada orang-orang tentu saja tapi penjagaku membuat kemungkinan untuk memberi tahu seseorang tentang penculikanku mustahil. Ini tidak bagus, serius ini sangat tidak bagus. Begitu aku ada di pesawat dia bisa membawaku ke mana pun dan tidak ada kesempatan.

Aku berdeham melonggarkan tenggorokanku sebelum bicara lagi, aku berharap suaraku tidak terdengar gemetar. "Yah, aku butuh kamar kecil." Aku mengernyit di dahiku seolah aku sedang menahan kebutuhan, "Sekarang."

"Kita akan lepas landas dalam lima belas menit—"

"Itu akan menjadi lima, aku sudah akan berada di dalam pesawat, aku benar-benar tidak bisa menahannya." Dia meneliti wajahku, tentu saja dia tidak akan percaya padaku. Aku menahan diriku untuk membasahi bibirku karena dia akan tahu gelisah jika aku melakukannya.

"Baiklah, aku akan mengantarmu," jawabnya. Sial! Aku berharap dia akan menyuruh salah satu dari prianya. Siapa pun itu akan lebih baik dari pada dirinya jika aku berencana untuk lari. Tapi jika aku menolaknya dia akan curiga dan kesempatan itu pergi. Aku tidak punya pilihan. Ini kesempatan terbaik yang aku miliki sejak dia mengambilku dan aku tidak bisa membuatnya sia-sia.

"Oke." Aku setuju dengan mengangguk tapi sebelum Sinclair menarikku ke kamar mandi Reg menghentikannya. Wajah Reg datar, dia tidak melirikku atau bahkan mengakui aku ada, dia tidak pernah bicara denganku saat Sinclair ada di sekitar. Tapi jelas dari ekspresi wajahnya ada sedikit masalah.

"Maaf Sir, ada beberapa panggilan dari ... Mr. Craig." Dia melirikku sekarang. "Anda mungkin ingin mendengarnya."

Michael? Tentang apa itu, aku ingin tahu tapi tidak mungkin aku bertanya sekarang. Sinclair terlihat marah, dia bahkan menggenggam pergelangan tanganku lebih erat hingga hampir menyakitkan. "Berikan padaku, aku akan bicara." Reg memberikan ponsel pada Sinclair, tapi sebelum dia membawanya ke telinga dia melirikku lalu kembali bicara pada Reg. "Bisakah kau membawa Nina untuk kamar kecil?"

"Tentu, Sir." Reg mengangguk seperti tentara sebelum mengambil tanganku. Reg bukan pilihan yang bagus tapi jelas itu lebih baik. Kami berjalan dengan cepat dan berhasil menemukan toilet wanita di lorong sebelah kiri. Ada beberapa wanita di sana jadi Tuhan membantuku, Reg tidak bisa mengikutiku masuk. Ini kesempatan besar, mungkin satu-satunya kesempatan yang aku miliki. Ini tidak boleh gagal. Aku harus lari tidak peduli bagaimanapun perasaanku pada Sinclair. Ini bukan hidup yang aku inginkan.

Sebelum aku masuk Reg meraih bahuku, aku hampir menjerit detik itu tapi aku berhasil berbalik dengan tenang, setenang yang bisa aku lakukan saat perutku terasa ingin muntah. "Apa?"

"Jangan mencoba hal konyol! Itu hanya akan merugikan dirimu sendiri."

"Aku tidak akan, aku tahu apa yang baik untukku," balasku dan Reg melepaskan bahuku. Aku buru-buru menghilang ke balik pintu dan mendesah lega, ada dua wanita di sana satu berambut pirang tinggi yang lain berambut hitam dan hampir sama tingginya denganku. Si rambut hitam memakai topi yankees putih dan jaket bomber hitam serta sepatu sneakers. Dia terlihat seperti gadis tomboy pada umumnya dan mereka berdua melihatku dengan ekspresi ingin tahu di wajah mereka.

"Kau baik-baik saja?" tanya wanita berambut pirang, dia mungkin hanya satu atau dua tahun lebih tua dariku.

Aku menggeleng, masih butuh bernapas dengan perlahan untuk menjaga diriku tetap tidak panik. Aku perlu pikiranku bekerja dan bukannya menjadi panik dan gila. Gadis tomboy menghampiriku sekarang. "Kau terlihat ketakutan, apakah ada yang salah?" Dia melirik ke pintu yang tertutup.

Aku masih tidak menjawab, mataku liar mencari apa pun untuk jalan keluar. Jendela mungkin? Atau lubang ventilasi yang cukup besar? Tapi tidak ada. Semua bilik tertutup dengan baik, cahaya hanya dari lampu dan ventilasi udara hanya akan muat untuk tikus. Tidak ada jalan.

"Hai, kau bisa memberi tahu kami apa masalahmu," ucap si rambut hitam lagi, meraka berdua berbagi tatapan. Apakah mereka berdua teman? Aku tidak ingin melibatkan mereka, aku tidak ingin mengambil resiko untuk membahayakan orang lain tapi aku tidak punya pilihan dan ini mungkin satu-satunya kesempatan yang bisa aku miliki jadi aku memberi tahu mereka.

"Pacarku ada di luar dan dia memaksaku untuk meninggalkan negara bagian ini. Aku tidak mau jadi aku mencoba kabur. Jika kalian bisa membantuku keluar dari bendara aku akan baik-baik saja setelah itu." Aku tidak mengambil resiko memberi tahu mereka cerita yang sebenarnya. Semakin sedikit yang mereka tahu akan semakin baik.

"Kenapa kita tidak memanggil petugas dan biarkan mereka membantumu?" ucap si rambut pirang. Itu pikiran yang rasional tapi petugas bukan pilihan. Sinclair akan tahu jika aku berurusan dengan petugas dan kemudian dia akan memiliki cerita bagus untuk mereka lalu aku akan kembali padanya dan tidak akan punya kesempatan lain.

"Tidak. Aku tidak ingin melibatkan petugas atau polisi. Dengar, aku hanya butuh keluar dari sini tanpa dia mengenaliku lalu semuanya akan baik-baik saja." Si pirang menaikkan alisnya sekarang. "Aku tidak ingin menempatkannya dalam masalah seperti itu. Ini sebenarnya hanya masalah perbedaan pendapat dan aku hanya perlu keluar."

Aku menatap mereka berdua penuh harap.

"Baiklah jika kau yakin tidak ingin melibatkan pihak berwenang. Jadi apa yang kamu ingin kami lakukan? Aku Lyn," ucap si rambut hitam, dia menaikkan alis menungguku untuk memberikan namaku.

"Taylor."

"Jadi bagaimana, Taylor? Aku tidak suka ini tapi jika kau benar-benar membutuhkan bantuan aku tidak mungkin menjadi berengsek, aku Kate."

Aku tersenyum pada mereka berdua. Merasa bersalah karena berbohong tapi itu yang terbaik. "Yah, jika aku bisa mendapatkan jaket, sepatu, dan topimu Lyn, aku mungkin bisa menyelinap kemudian saat aku sudah berada di luar aku akan mendapatkan taxi dan pergi."

Mereka mengganti penampilanku yang mungkin tidak cocok seperti hal-hal yang aku katakan. "Itu mungkin berhasil," ucap Kate, dia menyeringai dengan geli pada Lyn. "Dan aku akan keluar bersamamu sementara Lyn akan tinggal menunggu di sini. Itu akan lebih tidak mencurigakan."

"Aku tidak suka ide memakai gaun dan heel tapi baiklah, Taylor." Lyn terlihat serius tidak senang dan itu membuatku merasa lebih tidak enak. Dalam beberapa menit kami berdua bertukar pakaian, aku menarik topi yankees lebih rendah menutupi wajahku, berusaha untuk menyembunyikan sebanyak mungkin.

"Kau terlihat luar biasa Lyn," ucap Kate saat Lyn mengaitkan tali sepatuku di tungkainya. Ada hiburan di matanya.

"Mmm ... sebenarnya aku punya satu masalah lain." Mereka menatapku dan pipiku memerah. "Aku tidak punya satu sen pun padaku."

Mereka berdua tersenyum lebar. "Yah beruntung untukmu Taylor. Kate pacarku," Lyn memeluk bahu Kate dan Kate tersenyum mencium pipinya, itu agak aneh sebenarnya, "dia punya cukup banyak uang karena dia model terkenal yang sedang berlibur. Aku yakin dia tidak keberatan membayar beberapa ongkos taxi gadis yang malang."

Jadi setelah mereka berbagi ciuman lain, Kate menarik lenganku seperti kami sepasang kekasih. "Ini akan berhasil Taylor, tenanglah." Aku hanya dapat mengangguk. Mereka tidak tahu berurusan dengan apa, itu membuat perutku melilit lagi. Aku menempatkan mereka dalam bahaya saat ini.

"Kate benar, dengarkan dia. Dia tahu cara berakting," ucap Lyn masih tidak nyaman di gaunku. "Kau bisa memiliki sepatu, jaket, dan semua tapi aku mau yankess-ku kembali. Jadi berikan itu pada Kate begitu kau ada di taxi, oke?"

"Baiklah, terima kasih banyak. Aku tidak tahu bagaimana bisa membalas kalian tapi ini benar-benar membantuku."

Lyn melambaikan tangannya seolah itu bukan masalah dan Kate menarikku. "Ayo lakukan ini dengan cepat."

Jantungku berada di tenggorokanku saat aku membuka pintu. Reg berdiri di dinding, memelototi pintu tapi dia tidak menghentikanku. Dia tidak mengenaliku itu bagus, aku menduk lebih rendah, mengubur wajahku ke leher Kate seolah aku menciumnya saat aku lewat di depan Reg.

"Oh Sayang, hentikan itu," desis Kate, dia mengerang seolah aku benar-benar menciumnya dan aku bersumpah dia terdengar meyakinkan. Reg tidak menghentikan kami, tidak bergeser dari posisinya. Itu bagus tapi aku yakin dia akan segera menerobos ke dalam toilet begitu kami menghilang dari lorong. Lalu saat dia menemukan Lyn di dalam gaunku itu akan kacau, aku berharap Sinclair tidak menjadi gila pembunuh. Ya Tuhan, aku mungkin baru saja mengirim dua gadis ini ke kematian.

Begitu kami membelok di tikungan kami berjalan terburu-buru ke pintu keluar. Aku melirik tempat terakhir kali bersama Sinclair, dia masih di sana dan masih di telepon. Tuhan, tolong buat ini berhasil. Aku berdoa di setiap napasku hingga aku mencapai pintu keluar. Kate melepaskan cengkeramannya dari lenganku, menarikku ke salah satu taxi yang menunggu di depan. Aku membuka pintu dengan terburu-buru dan Kate mendorongku masuk. Dia mengambil beberapa lembar seratus dolar dari dompetnya dan menekannya ke pangkuanku. "Nah, sekarang aku rasa kamu harus pergi."

"Benar." Aku melepas topi dan mengerikannya pada Kate. "Terima kasih banyak. Aku benar-benar tidak tahu apa yang akan aku lakukan jika tidak ada kalian."

"Ya, ya, Taylor. Aku tahu itu, hanya pergi sebelum pacar apa pun itu mendapatkanmu lagi. Karena aku pikir kamu terlibat sesuatu yang lebih besar dari itu. Ada Vince di sana dan kamu meliriknya. Aku tidak tahu apa hubunganmu dengannya tapi aku yakin kamu terlibat. Tidak bagus Sayang, dia mengerikan jika kamu bertanya padaku. Aku sekali berurusan dengannya dan itu tidak berjalan baik." Dia melempar kartu nama kepadaku. "Hubungi aku jika kamu berhasil, aku harus kembali pada Lyn karena aku yakin dia akan segera berada dalam masalah."

Dia berbalik tidak menungguku mengatakan maaf atau bertanya masalah macam apa yang membuatnya berurusan dengan Sinclair. Baiklah tidak ada cara untuk memutar waktu jadi aku membanting pintuku tertutup dan beralih ke sopirku. "Tolong dapatkan aku ke Bandara di Salt Lake City." Aku menghitung uang di tanganku sekarang, itu delapan belas lembar seratus dolar. Ada seribu delapan ratus di tanganku dan aku akan membeli tiket penerbangan pertama bahkan jika itu artinya menghabiskan uang ini. Saat ban berdecit di aspal aku mulai dengan perasaan kosong di perutku, aku mungkin baru saja membuat dua gadis itu mati. Hanya dengan sisa-sisa keberanianku, aku bisa menahan diriku dari menagis dan berteriak di dalam taxi. Aku pergi, aku akan baik-baik saja. Entah mengapa aku merasa kata-kata itu terdengar seperti kebohongan besar.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top