7 - The Nightmare

Kopiku masih mengepul, mengeluarkan asap karena panasnya.
Dennis duduk di depanku dengan segelas kopi juga di hadapannya. Seperti biasa, coffee shop ini sudah seperti rumah kedua kami.

Sudahlah, aku sudah lupa mengenai hadiah untuk Cinta dan Roy, aku bisa mengirimkannya terpisah setelah mereka kembali dari bulan madu. Ini lebih urgent! Aku butuh sesuatu yang namanya penjelasan.

Tidak, aku tidak marah. Aku penasaran lebih tepatnya. Selama 10 tahun aku selalu berpikir kalau aku adalah manusia yang paling aneh di dunia, tapi ternyata tidak. Bahkan pacarku ini, yang sekarang duduk di depanku tidak kurang aneh dariku.

Dennis menatapku dengan padangan yang dalam. Hmmm apa dia coba mendengar apa yang ku pikirkan.

Aku sayang kamu.
Ganteng.
Jadi sejak kapan kamu mendapatkan talentamu ini?
Apa menyenangkan bisa memdengar apa yang orang lain pikirkan?

"Apa kau sedang mendengarkan apa yang kupikirkan?" Tanyaku penasaran. Dennis menggeleng.

"Mengapa?" Tanyaku lagi.

"Aku hanya bisa mendengar pikiran seseorang yang ingin aku dengar. Tidak pikiran semua orang seperti Grace, itu berisik sekali." Jelas Dennis.

Aku mengangguk-angguk, mencoba mengerti.

"Kamu tidak mau tau apa yang kupikirkan? Bukankah kamu bilang, kalau kamu ingin sekali mendengarkan apa yang ada di kepalaku, mengapa tidak kaulakukan?" Selidikku.

Dennis menunduk, "Aku tidak bisa mendengarnya."

"Maksudmu?" Aku bingung.

"Aku sudah berkali-kali mencoba mendengar pikiranmu, tapi tidak bisa. Aku juga tidak mengerti mengapa bisa seperti itu." Kali ini suara Dennis yang terlihat kebingungan.

Aku menernyitkan keningku, seakan berpikir keras.

Apa kau benar tidak bisa mendengarku?
Bagaimana kalau aku bilang, aku mencintaimu?
Apa kau akan membalas mengatakannya juga?

Well, sepertinya dia benar-benar tidak bisa mendengarku. No respond.

"Tidak apa, lebih baik kalau kau tidak mendengarnya, pikiranku selalu jorok." Aku mengedipkan mataku nakal.

Dennis terkekeh.

"Tapi aku bisa mendengarmu dengan cara yang lain,sejak setahun lalu." Dennis sepertinya akan memulai sebuah cerita yang menarik.

"Bagaimana?" Desakku penasaran karena dia menggantung kalimatnya.

"Ahhhh," Desahnya seperti orang malas. "Apa menurutmu kita sudah cukup dekat sampai aku harus menceritakan ini padamu? Nanti aku jadi ngga misterius lagi," Candanya.

"Kamu tidak pernah semisterius itu bagiku. Kamu lebih tepat disebut, annoying person," Aku berkata kesal.

Lagi-lagi Dennis terkekeh, dia senang sekali menggodaku.

"Jadi besok jam berapa aku harus menjemputmu? Dan bagaimana dengan hadiahnya? Kita ga jadi searching kado?"

Si ganteng didepanku ini mengalihkan perhatian. Aku mendelik marah, mengingatkannya untuk melanjutkan ceritanya.

"Nanti," Katanya, lalu meminum kopinya sambil melayangkan pandangannya keluar jendela.

Ngeselin.
Dasar jelek.
Ok, ganteng.
Arggghhh kamu benar tidak bisa mendengarku, bukan?

Dennis melirikku, lalu melemparkan pandangannya lagi keluar, senyum jail terlihat di sudut bibirnya.

Aku memandangnya dengan tidak yakin kalau dia benar-benar tidak bisa mendengarku.

🌛🌛🌛🌛🌛🌛🌛

Hanya dalam dua hari aku menemukan orang-orang aneh di sekitarku. Hal yang tidak pernah kupikirkan sebelumnya.

Dennis dan Grace memiliki kemampuan yang hampir sama, mendengar pikiran.

Bedanya, Grace bisa mendengar pikiran siapa saja tanpa bisa mengontrolnya, aku bisa membayangkan betapa bising hidupnya. Dia akan selalu mendengar dan mendengar siapapun.

Sedangkan Dennis, dia juga mendengar pikiran, hanya saja dia hanya mendengar yang mau dia dengar. Tapi dia tidak bisa mendengar pikiranku, walaupun dia sangat ingin. Nah ini aneh. Ada apa denganku sehingga dia tidak bisa mendengar pikiranku?

Aku jadi ingat serial Twilight Saga. Edward juga tidak bisa membaca pikiran Bella, bukan. But they're meant to be, apa aku dan Dennis juga di takdirkan untuk menjadi soulmate, dan itu menyebabkan dia tidak bisa mendengar pikiranku? Ahhh memikirkan hal ini membuat ku malu sendiri.

Lalu, Dennis bilang dia bisa mendengarku dengan cara yang lain. Cara lain apa? Apakah dia memiliki kemampuan lain selain mendengarkan pikiran?

Wow! Hidupku jadi sangat berwarna sekarang. Menemukan 'bangsa' ku, komunitas manusia aneh.

Ahhhh! Tiba-tiba aku teringat aku belum menanyakan maksud kedatangan Grace ke kantor tadi.

Aku mengambil handphone ku yang tegeletak diatas tempat tidur. Menimbang-nimbang apakah aku harus menelpon Dennis sekarang dan meminta klarifikasi, atau besok saja ketika kami bertemu di acara pernikahan Cinta dan Roy?

Hampir saja aku melempar handphone di tanganku saking terkejutnya karena berdering di saat aku masih berpikir apa yang akan kulakukan.

Aku melihat nama yang tertera, Airin.

"Halo," kataku ketika telpon kuangkat

Airin : hai Dreamer, jangan lupa untuk datang besok.
Aku : bagaimana mungkin aku lupa?
Airin : kamu datang dengan si ganteng itu, kan?
Aku : ya, si ganteng itu...
Airin : luar biasa!
Aku : dia sekarang pacarku (disini aku mengatakannya dengan bangga?
Airin : luar biasaaaaaaa (Airin terdengar berlebihan)
Aku : begitulah. Btw kamu datang dengan Andre, kan?
Airin : ahhh kamu ketinggalan berita, atau aku yang belum cerita waktu kita bertemu kemarin?
Aku : ada apa memangnya?
Airin : aku dan Andre, sudah putus sejak sebulan yang lalu. Ahhhh kamu terlalu sibuk, sampai tidak update berita seperti ini.

Hening. Aku sama sekali tidak mengetahui hal itu. Airin dan Andre, putus? Apa aku terlalu sibuk dengan pekerjaan dan mimpi-mimpiku sampai aku tidak menetahui hal ini? Kasihan Airin, pasti dia sedih sekali waktu itu. Sahabat macam apa aku ini? Mengetahui hal ini, membuatku menyesali diri sendiri.

Aku : maafkan aku, Airin. Aku tidak tau. Apa kamu baik-baik saja? Maksudku apakah perasaanmu sudah lebih baik?
Airin : aku baik-baik saja, kami hanya belum ditakdirkan bersama. Lagi pula aku sudah mendapatkan gantinya. (Dia terdengar bersemangat).

Gantinya? Luar biasa sahabatku yang satu ini

Aku : wow! Luar biasa! Kau akan membawanya besok?
Airin : tentu saja!
Aku : jadi tidak sabar untuk bertemu denganmu besok.
Airin : hahaha...baiklah, sampai bertemu besok ya....bye!
Aku : bye.

Klik. Telpon di tutup. Akan banyak pasangan baru sepertinya besok. Membayangkannya membuatku senyum-senyum sendiri.

Begitu banyak kejutan hari ini. Wow!

🌛🌛🌛🌛🌛🌛🌛

"Tidakkkkk!" aku berteriak dan terbangun dari tidurku dengan keringat, airmata dan jantung yang berdebar cepat.

Jangan dia ya Tuhan, jangan dia kali ini, aku mohon.

Tok tok tok, pintu kamarku di ketuk dari dari luar.

"Dreamer, kamu baik- baik saja?" Papa terdengar kuatir.

"Dreamer, kamu kenapa? Buka pintunya, nak." Mama terdengar lebih kuatir.

Aku berusaha bangkit dari tidurku, berusaha melangkahkan kakiku kearah pintu, lututku gemetar.

Perlahan kubuka pintu dan melihat mama dan papa ada disana berdiri dengan kuatir.

" Dream baik-baik saja, pa, ma." Kataku.

Mama langsung menarikku keluar dan memelukku. Nyaman sekali, saking nyamannya membuatku ingin menangis. Dan aku benar-benar menangis.

"Kamu kenapa, sayang?" Tanya mama dengan suara sedih, "apa kamu mimpi buruk?" Tanyanya lagi.

"Buruk sekali ma, buruk sekali..."

Dan tangisku semakin menjadi-jadi. Mama terus memelukku, dan itu membuatku semakin bersedih.

🌛🌛🌛🌛🌛🌛🌛

Aku gemetar di atas tempat tidurku sampai pagi. Aku mandi dengan cepat, berpakaian dengan cepat, tanpa berdandan, mengisi tas ranselku dengan gaun dan sepatu yang akan kupakai sore nanti di acara pernikahan Cinta dan Roy, lalu langsung keluar kamar.

Aku mematung didepan pintu kamarku, mama dan papa duduk di meja makan dan melihatku dengan tatapan bingung.

"Mau kemana kamu, Dream?" Tanya papa yang sepertinya bingung karena sepagi ini aku sudah mau keluar, dengan membawa ransel pula.

"Bukankah hari ini pernikahan, Cinta? Apa kamu ngga akan datang?" Tanya mama menambahkan.

"Aku ada keperluan sebentar," Jawabku sedikit ragu, "aku mau lebih dulu bertemu calon pengantin," Aku berbohong. "Ini udah bawa sepatu dan gaun buat nanti." Aku menggoyang ransel dipunggungku.

Raut wajah mama dan papa menjadi sedikit lebih tenang. Aku menggigit bibir bawahku cemas.

"Dream pergi dulu ya, ma...pa." Aku bergegas keluar rumah, sempat kudengar mama berteriak agar aku sarapan lebih dahulu. Tapi aku tidak lagi peduli.

Aku berlari ke arah busway sambil sesekali melihat jam tanganku. Sekarang jam 6 pagi aku hanya punya 1 jam sebelum kejadian dalam mimpiku itu terjadi.

Busway tepat tiba di halte ketika aku tiba di sana. Syukurlah aku jadi tidak perlu menunggu. Bangku banyak yang kosong, tapi aku terlalu panik untuk duduk. Jadi aku memutuskan berdiri di depan pintu.

Aku merasakan handphone ku bergetar di saku celanaku. Tergesa kuambil dan melihat nama Dennis di sana.

"Kamu dimana?" Suara Dennis terdengar kuatir di ujung sana, "tetaplah di rumah,jangan pergi kemanapun."

"Tidak bisa," Jawabku lirih dan pelan, "kali ini Airin, aku harus menyelamatkannya."

"Kembali kerumah! Aku mohon, Dreamer." Suara Dennis terdengar memerintah, namun setelah itu dia memohon.

"Aku sudah dalam perjalanan," Kataku, "aku tidak bisa membiarkan hal ini."

"Aku akan kesana," Dennis berkata cepat, aku bisa mendengar derap langkahnya di telpon, "kamu, jangan melakukan apapun sampai aku datang."

Lalu telpon itu mati.

Aku mengembalikan handphoneku ke saku celanaku dengan sedikit gemetar. Apa Dennis akan menemukanku? Bahkan aku belum memberitahunya kemana aku akan pergi.

🌛🌛🌛🌛🌛🌛🌛

Aku berdiri tak jauh dari sebuah mini market tak jauh dari lokasi. Aku belum melihat Airin datang, bahkan toko itu belum buka. Sekarang baru jam 6:45 pagi, masih ada 15 menit lagi.

Tidak lama aku melihat Airin muncul dari tikungan, dia bergandengan tangan dengan seorang pria berambut kecoklatan. Aku tidak melihat pria itu ada di mimpiku. Melihat pria itu, aku sempat berpikir untuk mengurungkan niatku.

Apa kali ini mimpiku salah? Pria itu tidak pernah ada dalam mimpiku, apa kehadirannya akan menjadi penolong buat Airin? Seperti Dennis yang menjadi penolongku?

Aku melirik jam, 6:58.

Ahhh aku tidak mau ambil resiko. Aku melangkah hendak menghampiri Airin.

"Airin!" Panggilku berteriak agar Airin mendengarku. Jarak kami memang cukup jauh.

Aku mempercepat langkahku, lampu jalan di pinggir trotoar itu akan segera jatuh dan menimpa Airin bila aku tidak mencegahnya.

"Airin!!" Panggilku lagi sambil sedikit berlari, karena sepertinya Airin tidak mendengarku. Dia dan pria itu terlihat berbincang dan tertawa bahagia dengan pria itu.

6:59

Aku berlari cepat, menaruh ransel di atas kepalaku. Pria berambut coklat berbalik dan kami berhadapan. Dalam lariku, entah mengapa aku merasa kalau pria itu sebenarnya sudah menyadari kehadiranku sejak tadi, dia tersenyum sinis penuh kebencian ke arahku. Tapi aku tidak sempat meladeninya. Nyawa Airin lebih penting.

Tinggal 15 detik ketika aku tiba disana, mendorong Airin menjauh lalu menunduk dengan ransel di kepalaku, dan tiba-tiba aku mendengar suara ledakkan dari kaca yang pecah. Lalu gelap.

Matikah aku?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top