6 - They Who listen the Mind

Aku terbaring di ruang gawat darurat sebuah rumah sakit. Di tempat tidur sebelahku, perempuan tadi juga terbaring. Dan Dennis ada disana, memunggungiku, menatap kearah si pirang.

Aku mendengar isak tertahan dari perempuan itu, dan aku mendengar bagaimana Dennis berusaha menenangkannya.

"Tenanglah Grace, semua sudah berakhir." Aku mendengar Dennis mengatakan ini, dan aku sedikit kecewa. Apakah dia selalu begitu baiknya pada semua perempuan? Jadi apakah kejadian malam itu tidak berarti apapun baginya?

Tiba-tiba Dennis memutar kepalanya hendak menghadapku, langsung kupejamkan mata, dan berpura tidur.

"Dennis," Suara Grace terdengar lirih, "itu dia?" Tanyanya.

Dia? Apakah yang Grace maksud dia itu adalah aku? Aku tidak mendengar jawaban apapun dari Dennis. Aku tidak tau apakah dia mengangguk atau menggeleng.

Aku mengernyitkan keningku tanpa aku sadari karena berharap aku bisa mendengar sesuatu.

"Apa kau mimpi buruk lagi, sayang?" Lalu aku merasakan seseorang mengusap-usap kepalaku lembut, itu Dennis dan dia memanggilku sayang, hatiku seakan melompat-lompat kesenangan. Mungkin dia berpikir kalau aku bermimpi buruk karena aku mengerutkan keningku.

Aku bisa mendengar hembusan napas kesal dari Grace. Perlahan kulenturkan kerut di keningku, dan membuka mataku. Dennis tersenyum kearahku.

"Kamu mimpi buruk?" Tanyanya lagi. Aku menggelengkan kepalaku.

"Baguslah." Dia nampak lega lalu memperbaiki letak selimutku, "bagaimana perasaanmu? Lebih baik?"

"Aku tidak merasa sakit," Ujarku, "mengapa aku harus ke rumah sakit kalau aku tidak terluka apapun?" Tanyaku.

"Supaya aku yakin kalau kau benar tidak terluka saat jatuh tadi." Dennis tersenyum jahil.

"Ohh please....stop that annoying thinking," Grace mengeluh pelan.

Dennis menatap Grace "read now!" Perintahnya. Dan Grace membalas dengan ekspresi ingin muntah.

Dennis tertawa-tawa, lalu kembali menatapku.

"Sebentar ya, aku mau menemui dokter dulu." Katanya lalu meninggalkan kami.

Aku menatap tempat tidur disebelahku di mana Grace berbaring sambil memejamkan matanya.

Aku bertanya-tanya siapakah dia? Bagaimana Dennis mengenalnya? Apa dia mantan pacarnya?

Lalu aku memerhatikan wajahnya yang sepertinya lebih muda dariku, dan aku langsung mengutuknya kesal karena aku sadari dia cantik sekali.

"Hmm katakan saja, jangan memaki dalam hati," Kata Grace pelan, yang membuatku terkejut.

Aku langsung membenarkan letak tidurku, mengalihkan padangan mataku ke langit-langit. Apa dia mengatakan itu padaku? Dia seperti bisa mendengar pikiranku saja.

"Hmm aku mengatakannya memang untukmu, dan seperti yang kau pikirkan, aku mendengar apa yang kaupikirkan." Grace membuatku semakin terkejut.

Aku menatapnya dan ternyata dia juga sedang menatapku sambil tersenyum, senyum yang terlihat tidak tulus, senyum yang penuh dengan cibiran.

"Apa Dennis tidak pernah menceritakan kalau dia ju..."

"Grace!" Tiba-tiba Dennis sudah ada di ujung tempat tidur menatap ke arah Grace dengan tatapan mengancam. Grace memaki pelan, dan menutup mulutnya.

Dennis lalu menatapku, "kata dokter kau aman, kita akan pulang sekarang." Lalu dia beralih menatap Grace, "kau juga," Katanya.

🌛🌛🌛🌛🌛🌛

Aku berkali-kali mengalihkan pandanganku dari jalan lalu ke Dennis, lalu ke jalan, lalu ke Dennis lagi. Mau bertanya tapi ragu.

"Apa yang mau kau tanyakan?" Tanya Dennis.

"Kalian sepertinya akrab. Kau dan gadis itu..." Kataku hati-hati.

"Dia adik dari temanku, kami bertemu sekitar 5 tahun lalu," Jelas Dennis, dan aku mengangguk-angguk.

"Dia sepertinya..." Aku berdehem hendak mencari kata yang tepat, "hmmm dia bisa mendengar pikiran? Dia mendengar pikiranku tadi. Aku sangat terkejut kalau ternyata ada orang yang lebih aneh dariku."

Dennis tiba-tiba membanting stir menepi dan mengerem mobilnya mendadak, mengagetkanku.

Lalu matanya tajam menatapku, "banyak orang aneh didunia ini, tidak hanya kamu. Oleh karena itu tidak perlu terlalu berlebihan. Bukan hanya kau yang frustasi, aku bahkan frustasi sejak pertama aku melihatmu."

Dennis frustasi karena aku? Aku menatapnya dengan pandangan tidak percaya.

"Dan di saat ini aku juga sedang frustasi karena mu," Katanya lagi, "aku ingin bisa mendengar pikiranmu seperti Grace, tapi aku tidak bisa. Sial sekali!".

Aku tidak percaya dengan Dennis yang kulihat didepanku. Dia masih menatapku tajam, kali ini matanya memerah karena kecewa atau marah.

"Kamu kenapa, Dennis?" Tanyaku hati-hati.

Dennis memejamkan matanya kuat-kuat, lalu kembali membuka matanya dan menatapku dengan pandangan yang lebih teduh.

"Maafkan aku ya, Dreamer....aku juga tidak mengerti mengapa aku bertingkah aneh seperti ini, aku hanya berpikir bila aku bisa memiliki sedikit kekuatan yang berarti, mungkin aku akan bisa membantumu mengatasi mimpi-mimpi burukmu...entahlah, itu yang kupikirkan..." Dia meraih tanganku lalu menggenggamnya sebentar sebelum meletakkan kembali tangannya di atas stir. "Aku akan mengantar mu pulang..." Lalu dia menginjak gas.

🌛🌛🌛🌛🌛🌛🌛

Aku membaringkan tubuhku di atas kasur. Dennis sudah mengantarku dengan selamat dan saat ini aku sendirian dikamarku.

Mama begitu antusias melihat Dennis yang mengantarku pulang, dia terus memuji betapa tampannya Dennis dan memaksaku untuk bercerita seperti pintanya tadi pagi, tapi aku terlalu lelah.

Aku baru tau kalau ternyata bukan aku manusia yang aneh yang ada di dunia ini. Grace bahkan lebih aneh, dia bisa membaca pikiran. Apa masih ada lagi orang yang seaneh kami? Si pemimpi, dan si pembaca pikiran. Apa sebaiknya kami tidak bersatu saja dan membuat sebuah klub manusia aneh, atau membuat sebuah perusahaan yang "dapat merubah takdirmu". Maksudku, aku akan mendatangi orang-orang yang hadir dalam mimpiku, menawarkan mereka untuk merubah takdir atau membaca apa yang akan terjadi pada mereka hari itu, sehingga mereka bisa menghindar atau memikirkan sesuatu untuk menanganinya. Lalu Grace akan membaca pikiran mereka dan mengutarakannya bahkan sebelum kata-kata atau sebuah ide keluar dari mulut mereka, sehingga mereka akan berpikir betapa hebatnya kami dan akan membayar kami dalam jumlah besar. Ohhh please...Dreamer....

Tiba-tiba handphone ku berdering, aku melihat nama yang tertera "Dennis".

Apa kira-kira yang akan dibicarakannya?

"Halo," Sapaku begitu mengangkat telponnya.

"Dreamer," Katanya diseberang sana, "apakah kita sudah cukup dekat untuk bisa berbagi satu sama lain?" Tanyanya.

Aku terdiam sesaat, mencerna maksudnya "aku rasa begitu, Jawabku kemudian, "bukankah aku juga menceritakan rahasiaku, bahkan sebelum aku berpikir kita cukup dekat. Aku pikir, sekarang kita sudah cukup dekat. iya, kan?" Aku balik bertanya tidak yakin.

"Seharusnya memang cukup dekat, kamu kan pacarku." Dennis mengucapkan kalimat yang membuat jantungku nyaris berhenti berdetak. Aku berada antara bahagia dan nyaris mati karena terkejut.

"Iya," Jawabku pelan walaupun tidak ada yang harus dijawab.

"Baiklah, sayang." Katanya lagi yang membuat lututku serasa lemas, "aku akan menceritakan sebuah rahasia besok."

"Baiklah," Kataku.

"Oiya, Dreamer....jangan lupa makan malam ya...kamu terlalu kurus..." Katanya lagi, "selamat malam...jangan bermimpi ya....night" tutupnya.

"Night.."

Jangan bermimpi ya? Dennis menutup telponnya dengan sempurna, kalimat terakhirnya membuatku tersenyum sendirian.

Ya, semoga malam ini aku tidak bermimpi apapun, aku lelah, aku mau bangun dengan perasaan bahagia besok.

🌛🌛🌛🌛🌛🌛🌛

Aku sangat bersyukur karena semalam aku tidak bermimpi apapun, jadi aku bisa tidur dengan sangat nyenyak. Terima kasih atas "mantra" semalam dari Dennis. It's work!

Tidak terasa, beaok adalah hari pernikahan Cinta dan Roy, jadi siang ini aku meminta Dennis untuk menemaniku membeli hadiah pernikahan untuk mereka.

Beberapa menit yang lalu aku sudah memintanya untuk menemuiku di lobby kantor. Jadi aku dengan bersemangat langsung menaiki lift menuju lobby.

Aku keluar dari lift dan melihat pemandangan tidak biasa di depan pintu lobby.

Disana ada Dennis dan Grace. Mereka berdiri berhadapan dengan jarak yang cukup dekat.

Aku melangkah perlahan, sehingga aku hanya berjarak dua langkah di belakang Dennis. Aku penasaran apakah mereka membicarakan sesuatu? Karena wajah Grace terlihat kesal dan marah. Tapi sungguh aku tidak mendengar apapun.

"Dennis!" Grace berbicara nyaring memecah keheningan. Sepertinya Grace menyadari kedatanganku yang bahkan tidak disadari oleh Dennis. Ya,sudah seharusnya dia tau, dia kan bisa mendengarkan pikiranku kalau dia mau.

"Apa kau tidak bisa tidak berteriak?!" Dennis menghardik Grace pelan, dia sepertinya kuatir kalau teriakkan Grace memancing perhatian orang banyak. Dan memang benar, semua orang menatap kearah mereka karena memang Grace bersuara cukup kencang tadi.

"Mengapa kau tidak berpikir saja sih? Aku akan mendengarkan dengan baik, berpikir sajalah." Katanya lagi dengan kesal.

Grace tersenyum sinis didepannya, aku yakin kalau dia sengaja melakukan itu agar aku bisa mendengarkan ini. Agar aku merasa....

"Dennis, apa yang kau katakan?" Tanyaku pelan dengan suara bergetar, tidak yakin dengan apa yang kudengar.

Dennis, apa dia juga mendengar pikiran?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top